Klik
JAKARTA, FAKTABANDUNGRAYA.COM - Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum
Indonesia (APPTHI) mengingatkan, pembangunan pabrik semen Indonesia di
Rembang Jawa Tengah agar menaati hukum, karena itu pihak perusahaan
tidak perlu memaksakan kehendaknya.
Dalam pengajuan Peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung masyarakat Samin Jawa Tengah dimenangkannya, karena itu pabrik Semen Indonesia (Tbk) sebaiknya tidak perlu memaksakan kehendaknya, tetapi mencari solusi agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, kata Ketua APPTHI, Dr. Laksanto Utomo, mengomentari adanya PK terkait perjuangan Masyarakat Samin, di Jakarta, Jumat.
Laksanto mengatakan, Putusan PK merupakan putusan akhir yang sudah mempunyai kekuatan hukum secara final. Agar hukum tetap menjadi panglima di negeri ini, Pemerintah daerah Cq gubernur dan direksi PT Semen Indonesia perlu menaati putusan PK itu.
"Artinya PT Semen Indonesia tak perlu kasak kusuk memaksakan kehendaknya, untuk segera beroperasi," katanya, seraya menambahkan, pihaknya mengapresiasi Kebijakan Gubernur Jateng, Gandjar Pranowo yang mencabut izin lingkungan terkait pembangunan Semen tersebut.
Sementara itu, wakil dari masyarakat Samin yang diwakili oleh tiga orang, Guritno, Sukinah dan Murtini kepada pers di Jakarta sepakat untuk menolak pembangunan semen di wilayahnya karena akan merusak lingkunan yang selama ini menjadi sumber mata pencahariannya.
"Kami dari perwakilan masyarakat Samin tetap cemas meskipun PK dari Mahkamah Agung sudah memenangkan kami, karena Gubernur Jawa Tengah, bukannya melaksanakan secara utuh, tetapi justru mengeluarkan izin baru yang substansinya, tetap memperbolehkan Semen Indonesia beroperasi," kata Guritno.
Dalam bahasa Jawa dikenal "lamis". Artinya, seolah mencabut izin yang telah diterbitkan, tetapi esensinya sama saja jika PT Semen Indonesia tetap diperkarakan beroperasi meskipun dengan memperbaiki sistem amdalnya.
"Kami masyarakat Samin akan berjuang sekuatnya agar PT Semen Indonesia dan semen apapun tidak merusak lingkungan sebagai mata pencaharian masyarakat yang sudah ratusan tahun menempati di wilayah itu," katanya.
Sementara, Sukinah menambahkan, lebih dari lima tahun terakhir, kami ibu-ibu masyarakat Samin - Rembang berjuang melawan "kezaliman" dari orang-orang yang tidak suka masyarakat Samin.
Meskipun kami tidak diberi penerangan, pengiriman makanan dari saudara-saudara kami dihambat, bahkan ada yang ditonjok aparat hukum, kami tidak takut dan tidak gentar. "Kekerasan tidak akan menyurutkan niat ibu-ibu Samin untuk membela hak ulayatnya. Kalau suruh milih, apakah ingin jadi petani atau buruh pabrik, pasti semua akan memilih menjadi petani, katanya, dengan menambahkan, janganlah sumber kehidupan kami dirusak atas nama pembangunan.
Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, kami menolak pabrik semen bukan karena itu milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi kami juga berjuang penolakan pabrik semen Indosemen di Pati yang kini juga sedang memasuki gugatan di pengadilan. "Kami semua tidak anti pembangunan, tetapi kami minta perlakuan yang adil, bahwa tanah sebagai sumber mata pencaharian tidak perlu dirusak tetapi perlu dijaga semua agar tidak menimbulkan bencana di kemudian hari," tegas Sukinah.(win/ant)
Dalam pengajuan Peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung masyarakat Samin Jawa Tengah dimenangkannya, karena itu pabrik Semen Indonesia (Tbk) sebaiknya tidak perlu memaksakan kehendaknya, tetapi mencari solusi agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, kata Ketua APPTHI, Dr. Laksanto Utomo, mengomentari adanya PK terkait perjuangan Masyarakat Samin, di Jakarta, Jumat.
Laksanto mengatakan, Putusan PK merupakan putusan akhir yang sudah mempunyai kekuatan hukum secara final. Agar hukum tetap menjadi panglima di negeri ini, Pemerintah daerah Cq gubernur dan direksi PT Semen Indonesia perlu menaati putusan PK itu.
"Artinya PT Semen Indonesia tak perlu kasak kusuk memaksakan kehendaknya, untuk segera beroperasi," katanya, seraya menambahkan, pihaknya mengapresiasi Kebijakan Gubernur Jateng, Gandjar Pranowo yang mencabut izin lingkungan terkait pembangunan Semen tersebut.
Sementara itu, wakil dari masyarakat Samin yang diwakili oleh tiga orang, Guritno, Sukinah dan Murtini kepada pers di Jakarta sepakat untuk menolak pembangunan semen di wilayahnya karena akan merusak lingkunan yang selama ini menjadi sumber mata pencahariannya.
"Kami dari perwakilan masyarakat Samin tetap cemas meskipun PK dari Mahkamah Agung sudah memenangkan kami, karena Gubernur Jawa Tengah, bukannya melaksanakan secara utuh, tetapi justru mengeluarkan izin baru yang substansinya, tetap memperbolehkan Semen Indonesia beroperasi," kata Guritno.
Dalam bahasa Jawa dikenal "lamis". Artinya, seolah mencabut izin yang telah diterbitkan, tetapi esensinya sama saja jika PT Semen Indonesia tetap diperkarakan beroperasi meskipun dengan memperbaiki sistem amdalnya.
"Kami masyarakat Samin akan berjuang sekuatnya agar PT Semen Indonesia dan semen apapun tidak merusak lingkungan sebagai mata pencaharian masyarakat yang sudah ratusan tahun menempati di wilayah itu," katanya.
Sementara, Sukinah menambahkan, lebih dari lima tahun terakhir, kami ibu-ibu masyarakat Samin - Rembang berjuang melawan "kezaliman" dari orang-orang yang tidak suka masyarakat Samin.
Meskipun kami tidak diberi penerangan, pengiriman makanan dari saudara-saudara kami dihambat, bahkan ada yang ditonjok aparat hukum, kami tidak takut dan tidak gentar. "Kekerasan tidak akan menyurutkan niat ibu-ibu Samin untuk membela hak ulayatnya. Kalau suruh milih, apakah ingin jadi petani atau buruh pabrik, pasti semua akan memilih menjadi petani, katanya, dengan menambahkan, janganlah sumber kehidupan kami dirusak atas nama pembangunan.
Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, kami menolak pabrik semen bukan karena itu milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi kami juga berjuang penolakan pabrik semen Indosemen di Pati yang kini juga sedang memasuki gugatan di pengadilan. "Kami semua tidak anti pembangunan, tetapi kami minta perlakuan yang adil, bahwa tanah sebagai sumber mata pencaharian tidak perlu dirusak tetapi perlu dijaga semua agar tidak menimbulkan bencana di kemudian hari," tegas Sukinah.(win/ant)