Klik
FAKTABANDUNGRAYA.COM - Sidang lanjutan kasus pengadaan buku aksara sunda dilingkungan Disdik Jabar yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 3,9 miliar dengan terdakwa mantan Kadisdik Jabar Asep Hilman, dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Endang Makmun, SH dengan anggota Longser Sormin, MH dan Lindawati, SH yang digelar di PN Kelas I Bandung, Senin (30/01).
Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bandung menghadirkan 7 orang saksi (saksi fakta-red) yang telah dimintai keterangannya oleh JPU, terdiri dari 3 orang saksi dari Kab.Bandung Barat, 2 orang saksi dari Kota Depok dan 2 orang saks dari Kota Bandung.
Menurut saksi Kondang (Kabid SMK/SMA Disdik KBB) dalam persidangan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu jumlah buku yang diterima, karena saat itu tidak dihitung. Saya hanya dilaporkan oleh Nina (Kasie SMK).
“Saya baru tahu kalau jumlah buku yang dikirim Disdik KBB tidak sesuai dengan kenyataan, setelah dimintai ketarangan oleh JPU karena saya tidak terima secara langsung”, ujar Kondang dalam persidangan.
Hal senada juga dikatakan Nina (kasie SMK Disdik KBB), menurut Nina, sewaktu dirinya menerima kedatangan buku aksara sunda, tidak mengecek jumlah buku, hanya melihat jumlah buku dari apa yang tercantum dalam surat tanda terima barang ( buku aksara-red).
Setelah menerima, beberapa hari kemudian, saya bersama staf sarana prasarana mendistibusikan buku-buku tersebut ke sekolah SMK se Kab. Bandung Barat. Dan saya baru tahu kalau ternyata buku yang dikirim oleh Disdik Jabar tersebut, kurang atau tidak sesuai dengan yang tercantum dalam berita acara/ tanda terima, ungkap Nina.
Sedangkan Saksi Heriyana (bendahara SMK PGRI Lembang) mengatakan, bahwa dirinya tidak tahu buku yang diterima disekolahnya berasal dari Disdik Jabar, pihak sekolah tahu itu kiriman dari Disdik KBB.
Sementara itu, saksi dari Kota Depok Solihin (Disdik Depok), mengatakan dirinya merasa tidak menerima buku aksara Sunda yang kiriman dari Disdik Jabar, bahkan tidak pernah menanda tangani penerimaan buku tersebut. Tetapi, anehnya, dalam surat tanda terima ada nama saya dan sudah ditanda tangani, walaupun itu bukan tanda tangan saya.
‘Saya juga kaget pak Hakim, kok didalam tanda terima pengiriman ada nama saya dan sudah ditanda tangani oleh orang lain, itu pun saya tahu setelah dimintai keterangan jaksa (JPU-red), jelas Solihin.
Tati (dari Disdik Depok) mengatakan, bahwa dirinya tidak menerima kiriman buku dari Disdik Jabar.
Dari Disdik Kota Bandung JPU menghadirkan Endin. Menurut Endin, dirinya tidak menghitung secara langsung jumlah buku yang dikirim dari Disdik Jabar. Dirinya juga mengetahui adanya ketidak cocokan jumlah antara diatas kertas dengan kenyataan. Saya baru tahu jumlah sebenarnya dari Jaksa (JPU-red).
Sedangkan saksi Sukarna (SMKN 2 Bandung) mengatakan, bahwa sekolahnya menerima sebanyak 35 examplar buku aksara sunda dari Disdik kota Bandung. Namun dirinya ridak tahu kalua buku itu dari Disdik Jabar. Karena SMKN 2 Bandung tidak pernah mengajukan proposal untuk pengadaan bantuan buku, ujarnya.
Menanggapi ketarangan para saksi, Pengecara Hukum (PH) Asep Hilman dari Konsultan Hukum Paguyuban Pasundan Bandung, mengatakan, apa yang diutarakan para saksi tadi, semua saksi mengatakan tidak mengenal terdakwa (Asep Hilman). Bahkan para saksi juga tidak tahu jumlah anggaran dan jumlah buku yang harus diterima dengan yang diatas kertas ada kekurangan.
Salah seorang PH Asep Hilman mengatakan, tadinya kita akan kejar pertanyaan kepada saksi Solihin, yang meresa namanya dicatut dan tandatangannya di paslsukan, tapi oleh Hakim langsung dipotong.
Jadi apa yang terjadi dengan saksi Solihin sebanarnya juga sama dengan yang terjadi dengan Asep Hilman. Orang yang tidak tahu persoalan sebenarnya, apalagi saat itu, Asep Hilman dibebas tugaskan karena sedang lanjutkan pendidikan S3, tetapi namanya dicatut dan tanda tangannya di palsukan. Bukti hasil Lap bahwa tanda tangan Asep Hilman dipalsukan sudah ada di Reskrim Polda Jabar, dan itu sudah kita sampaikan dalam eksepsi, tapi oleh majelis hakim di tolak, jelasnya.
Usai mendengarkan ketarangan para saksi yang dipertayakan oleh Majelis Hakim, JPU maupun PH Asep Hilman, akhirnya majelis Hakim meminta para saksi untuk kembali ketempat. Dan Sidang akan dilanjutkan pada Senin (6/02) mendatang, JPU akan menghadirkan saksi fakta dari sebanyak 5 sampai 7 orang dari Kab/kota.
Sebagai informasi bahwa, pada sidang sebelumnya (Rabu (25/01), pihak JPU mendakwa terdakwa Asep Hilman telah melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan buku aksara Sunda di Disdik Jabar tahun anggaran 2010 senilai total Rp 4,7 miliar dengan kerugian negara hingga Rp 3,9 miliar. Akibat perbuatannya terdakwa diancam dakwaan primer pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat satu ke satu KUHP, dan dakwaan Subsider pasal 3 Jo pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat satu ke satu KUHP.
Namun, dakwaan JPU di bantah oleh terdakwa Asep Hilman dalam eksepsinya, tapi eksepsi Asep Hilman di tolak oleh Majelis Hakim dari Pengadilan Tipikor Bandung, yang diketui oleh Endang Makmun, SH dengan anggota Longser Sormin, MH dan Lindawati, sehingga siding dilanjutkan. (sein/pam)
Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bandung menghadirkan 7 orang saksi (saksi fakta-red) yang telah dimintai keterangannya oleh JPU, terdiri dari 3 orang saksi dari Kab.Bandung Barat, 2 orang saksi dari Kota Depok dan 2 orang saks dari Kota Bandung.
Menurut saksi Kondang (Kabid SMK/SMA Disdik KBB) dalam persidangan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu jumlah buku yang diterima, karena saat itu tidak dihitung. Saya hanya dilaporkan oleh Nina (Kasie SMK).
“Saya baru tahu kalau jumlah buku yang dikirim Disdik KBB tidak sesuai dengan kenyataan, setelah dimintai ketarangan oleh JPU karena saya tidak terima secara langsung”, ujar Kondang dalam persidangan.
Hal senada juga dikatakan Nina (kasie SMK Disdik KBB), menurut Nina, sewaktu dirinya menerima kedatangan buku aksara sunda, tidak mengecek jumlah buku, hanya melihat jumlah buku dari apa yang tercantum dalam surat tanda terima barang ( buku aksara-red).
Setelah menerima, beberapa hari kemudian, saya bersama staf sarana prasarana mendistibusikan buku-buku tersebut ke sekolah SMK se Kab. Bandung Barat. Dan saya baru tahu kalau ternyata buku yang dikirim oleh Disdik Jabar tersebut, kurang atau tidak sesuai dengan yang tercantum dalam berita acara/ tanda terima, ungkap Nina.
Sedangkan Saksi Heriyana (bendahara SMK PGRI Lembang) mengatakan, bahwa dirinya tidak tahu buku yang diterima disekolahnya berasal dari Disdik Jabar, pihak sekolah tahu itu kiriman dari Disdik KBB.
Sementara itu, saksi dari Kota Depok Solihin (Disdik Depok), mengatakan dirinya merasa tidak menerima buku aksara Sunda yang kiriman dari Disdik Jabar, bahkan tidak pernah menanda tangani penerimaan buku tersebut. Tetapi, anehnya, dalam surat tanda terima ada nama saya dan sudah ditanda tangani, walaupun itu bukan tanda tangan saya.
‘Saya juga kaget pak Hakim, kok didalam tanda terima pengiriman ada nama saya dan sudah ditanda tangani oleh orang lain, itu pun saya tahu setelah dimintai keterangan jaksa (JPU-red), jelas Solihin.
Tati (dari Disdik Depok) mengatakan, bahwa dirinya tidak menerima kiriman buku dari Disdik Jabar.
Dari Disdik Kota Bandung JPU menghadirkan Endin. Menurut Endin, dirinya tidak menghitung secara langsung jumlah buku yang dikirim dari Disdik Jabar. Dirinya juga mengetahui adanya ketidak cocokan jumlah antara diatas kertas dengan kenyataan. Saya baru tahu jumlah sebenarnya dari Jaksa (JPU-red).
Sedangkan saksi Sukarna (SMKN 2 Bandung) mengatakan, bahwa sekolahnya menerima sebanyak 35 examplar buku aksara sunda dari Disdik kota Bandung. Namun dirinya ridak tahu kalua buku itu dari Disdik Jabar. Karena SMKN 2 Bandung tidak pernah mengajukan proposal untuk pengadaan bantuan buku, ujarnya.
Menanggapi ketarangan para saksi, Pengecara Hukum (PH) Asep Hilman dari Konsultan Hukum Paguyuban Pasundan Bandung, mengatakan, apa yang diutarakan para saksi tadi, semua saksi mengatakan tidak mengenal terdakwa (Asep Hilman). Bahkan para saksi juga tidak tahu jumlah anggaran dan jumlah buku yang harus diterima dengan yang diatas kertas ada kekurangan.
Salah seorang PH Asep Hilman mengatakan, tadinya kita akan kejar pertanyaan kepada saksi Solihin, yang meresa namanya dicatut dan tandatangannya di paslsukan, tapi oleh Hakim langsung dipotong.
Jadi apa yang terjadi dengan saksi Solihin sebanarnya juga sama dengan yang terjadi dengan Asep Hilman. Orang yang tidak tahu persoalan sebenarnya, apalagi saat itu, Asep Hilman dibebas tugaskan karena sedang lanjutkan pendidikan S3, tetapi namanya dicatut dan tanda tangannya di palsukan. Bukti hasil Lap bahwa tanda tangan Asep Hilman dipalsukan sudah ada di Reskrim Polda Jabar, dan itu sudah kita sampaikan dalam eksepsi, tapi oleh majelis hakim di tolak, jelasnya.
Usai mendengarkan ketarangan para saksi yang dipertayakan oleh Majelis Hakim, JPU maupun PH Asep Hilman, akhirnya majelis Hakim meminta para saksi untuk kembali ketempat. Dan Sidang akan dilanjutkan pada Senin (6/02) mendatang, JPU akan menghadirkan saksi fakta dari sebanyak 5 sampai 7 orang dari Kab/kota.
Sebagai informasi bahwa, pada sidang sebelumnya (Rabu (25/01), pihak JPU mendakwa terdakwa Asep Hilman telah melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan buku aksara Sunda di Disdik Jabar tahun anggaran 2010 senilai total Rp 4,7 miliar dengan kerugian negara hingga Rp 3,9 miliar. Akibat perbuatannya terdakwa diancam dakwaan primer pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat satu ke satu KUHP, dan dakwaan Subsider pasal 3 Jo pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat satu ke satu KUHP.
Namun, dakwaan JPU di bantah oleh terdakwa Asep Hilman dalam eksepsinya, tapi eksepsi Asep Hilman di tolak oleh Majelis Hakim dari Pengadilan Tipikor Bandung, yang diketui oleh Endang Makmun, SH dengan anggota Longser Sormin, MH dan Lindawati, sehingga siding dilanjutkan. (sein/pam)