Klik
BANDUNG,
(Faktabandungraya.com),--- Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, penanganan
kerusakan Sungai Citarum dengan melibatkan seluruh elemen bangsa dan negara,
termasuk para ulama. Bahkan bisa berhasil apabila dilakukan melalui tiga hal,
yaitu secara Filosofis, Normatif, dan Sosial-Budaya.
Hal ini disampaikan
Aher dalam acara sosialisasi program Citarum Harum kepada para pemuka agama yang digagas oleh Kodam III/Siliwangi, dilaksanakan di Graha Tirta Siliwangi, Jl. Lombok No. 10, Kota Bandung, Minggu
(21/1/18). Ribuan ulama hadir dalam acara sosialisasi ini, setelah kemarin
(Sabtu, 20/1/18) sosialisasi juga diberikan kepada Mahasiswa dan ormas-ormas
yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Aher memaparkan, yang dimaksud Filosofis, dimana
semua pihak atau multisektor bersinergi bersama masyarakat secara terintegrasi
dalam wadah koordinasi.
Kemudian, langkah
kedua, yaitu secara normatif. Hal ini dilakukan melalui metode Struktur dan
Nonstruktur. Metode struktur ini dilakukan dalam lingkup konstruktif atau
fisik, diantaranya: Melalui Ipal Terpadu untuk limbah domestik dan industri;
pembuatan waduk atau embung di hulu, kolam penampungan banjir (retention basin)
di hilir, tanggul penahan banjir penghalang sepanjang tepi sungai, normalisasi
sungai, serta pembangunan sistem polder dan sumur-sumur resapan.
Sementara Metode
Nonstruktur dilakukan melalui Partisipasi Masyarakat dan Penataan Hukum,
seperti: Samsat Citarum dengan Polda Jabar, Patroli Air Berbasis Masyarakat,
Kerjasama Penanganan Sampah dengan TNI (Pangdam III/Siliwangi), serta
peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat untuk Bank Sampah.
Selain itu,
manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS) juga terus dilakukan, diantaranya melalui:
1. Penataan ruang; 2. Pengedalian erosi di
hulu DAS untuk vegetasi, dan lain-lain; 3. Pengendalian alih fungsi lahan; 4. Pengendalian perijinan pemanfaatan lahan; 5. Pengendalian kualitas air sungai; 6. Kelembagaan/Otoritas DAS Citarum; 7. Pembuatan peta kawasan lindung; dan 8. Peningkatan
kapasitas dan partisipasi masyarakat untuk konservasi hulu DAS.
Ketiga, langkah
Sosial dan Budaya. Caranya melalui alih mata pencaharian, khususnya bagi para
petani yang awalnya menanam tanaman semusim jadi menanam tanaman konservasi
seperti kopi; Perubahan perilaku permukiman sehat; dan Menghidupkan kembali
kearifan lokal yang positif seperti pembentukan masyarakat desa berbudaya
lingkungan atau Eco Village.
“Ini
(Sosial-Budaya) persoalan kita. Kalau kemudian masyarakat kita sepakat untuk
tidak buang apapun (ke sungai), maka sungai kita akan berubah menjadi sungai
yang bersih,” tutur Aher dalam sosialisasi tersebut.
Penanganan
kerusakan Citarum sebenarnya sudah dilakukan Pemprov Jawa Barat dengan berbagai
pihak sejak 2001. Ketika itu ada program Citarum Bergetar. Program ini hanya melibatkan
sebagian pihak, sehingga belum secara terintegrasi dan belum menjadi gerakan
bersama.
Pada 2010 dibuat
program Cita Citarum. Melalui program ini Pemerintah dan masyarakat bekerja
bersama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat, dan produktif, serta bisa
membawa manfaat berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di wilayah Sungai
Citarum. Penanganan terpadu ini rencananya berlangsung dari 2010-2025.
Lagi-lagi, koordinasi menyebabkan program ini belum optimal karena semua pihak
belum bekerja bersama-sama.
Pada 2013 hingga
2015, dicanangkan kembali Gerakan Citarum Bestari. Program ini berhasil
mengurangi sampah secara signifikan di Sungai Citarum, namun belum
mengembalikan air Sungai Citarum seperti di hulunya Cisanti. Dari aspek
Sosial-Budaya, Citarum Bestari berhasil menciptakan masyarakat berbudaya
lingkungan atau Eco Village di sekitar DAS Citarum.
Upaya dan strategi
yang dilakukan melalui Gerakan Citarum Bestari, yaitu:
1. Integrasi dan sinergi penataan ruang dan
pengelolaan DAS Citarum terpadu,
2. Pembangunan ekonomi perdesaan dan
pemberdayaan ekonomi rakyat,
3. Penguatan kelembagaan dan percepatan
perubahan perilaku stakeholder,
4. Pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan,
5. Konservasi dan rehabiltasi hutan/lahan,
serta adopsi teknologi pertanian ramah lingkungan,
6. Pengurangan daya rusak air, penataan
permukiman, dan penanganan bencana, serta
7. Penaatan hukum lingkungan secara konsisten
dan tidak pandang bulu.
Melalui gerakan
baru Citarum Harum, Aher menaruh harapan besar kepada para ulama. Kata Aher,
masa depan Citarum ada di tangan para ulama. “Saya mempunyai harapan besar
kepada para ulama. Kalau para kiai atau ulama mengungkapkan hadist-hadist
tentang lingkungan dan kebersihan air, pelestarian lingkungan di sekolah
masing-masing, di majelis ta’lim masing-masing, di madrasahnya masing-masing.
In Shaa Allah umatnya akan mendengar,” harap Aher.
“Oleh karena itu,
peran yang sangat penting mengubah kultur masyarakat untuk menjadi kultur yang
bersih, tidak mengotori air. Itu semua bisa dibuat kulturnya oleh para Ulama
Jawa Barat. Insyaallah,” lanjutnya.
Rencananya gerakan
ini akan dicanangkan oleh Presiden Jokowi di Situ Cisanti (Km. 0 Citarum) awal
Februari 2018. Gerakan Citarum Harum akan melibatkan semua komponen bangsa dan
negara, khsusnya semua pihak yang ada di Jawa Barat. “Insyaallah, untuk Gerakan
Citarum Harum semua komponen bergerak. Makanya saya dan kita semua harus
optimis gerakan ini akan berhasil, apalagi ini sudah menjadi agenda
kepresidenan,” ungkap Aher.
Pendekatan Hablum
Minal Alam untuk Revitalisasi Citarum juga didengungkan oleh Pangdam
III/Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo pada acara sosialisasi ini. Pendekatan
ini, kata Doni harus dilakukan karena kondisi Citarum sangat memperihatinkan.
Persoalannya ada di hulu hingga hilir Sungai Citarum.
“Sebagai hamba
Allah kita itu diwajibkan untuk menjaga hubungan kita kepada Allah SWT (Hablum
Minallah). Dan kita juga diwajibkan untuk menjaga hubungan dengan sesama
manusia (Hablum Minannas). Tetapi ada satu hal dimana kita juga harus menjaga
hubungan kita dengan alam semesta (Hablum Minal Alam),” ujar Doni.
Lebih lanjut, Doni
mengatakan di kawasan hutan atau hulu Citarum pohon-pohon hampir habis
ditebang. Kawasan kritis dan sangat kritis telah mencapai 80 ribu hektar. Tahun
2009 Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian PUPR mencatat mata air di hulu
Citarum ada 300 buah, namun pada 2015 tinggal 144 buah.
“Kalau mata air
tidak kita urus, maka dikemudian hari yang ada tinggal air mata,” ucap Doni.
Hulu DAS Citarum
mengalami rusak parah. Menurut Data Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian
PUPR, normalnya rata-rata debit air mencapai 41 meter kubik per detik. Namun
saat ini, pada musim hujan mencapai 578 meter kubik per detik. Inilah yang
menyebabkan banjir di Majalaya, Banjaran, dan Dayeuh Kolot. Sementara pada
musim kemarau debit air mencapai 2,7 meter kubik per detik, sehingga
menyebabkan kekeringan, gagal panen, dan PLTA Saguling kekurangan pasokan air.
Selain itu, potensi panas bumi juga terganggu, seperti tenaga panas bumi di
Kamojang 200 MW, Wayang Windu 227 MW, dan Patuha 60 MW.
Di hilir Citarum,
sampah organik dan anorganik mencapai 20.462 ton per hari dan 71% diantaranya
tidak terangkut. Limbah medis juga memenuhi Citarum, seperti kantong darah
HIV/Aids, potongan tubuh manusia, dan alat medis bekas pakai (Data BBWS, 8
Januari 2018). Di sekitar Citarum ada 1.900 industri penghasil limbah, 90% Ipal
belum selesai, dan 340.000 ton per hari limbah cair (Data DLH Jabar, 14 Januari
2018).
Sungai Citarum
sangat vital dan strategis. Hal ini karena:
1. 80% masyarakat DKI Jakarta mengkonsumsi air
yang bersumber dari Sungai Citarum.
2. Digunakan masyarakat sepanjang DAS.
3. Budidaya perikanan air tawar.
4. Mengairi irigasi 420.000 hektar sawah di
Karawang, Purwakarta, Subang, dan Indramayu (hms/red).