Klik
Peringatan Hari Air Sedunia ke – 26/ 2018 Tingkat Jabar
BANDUNG, (Faktabandungraya.com),-- Air merupakan sumber penghidupan, untuk itu, hendaknya kita semua bersama-sama untuk menjaga akan ketersediaan air dan kondisi alam Namun, kini kondisi alam sudah banyak yang rusak sehingga, bila terjadi hujan air berlimpah dan terjadi banjir dimana-mana, namun saat kemarau terjadi kekeringan dimana. Hal ini yang terjadi beberapa tahun belakangan ini.
Menurut Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Ir.H.Nana Nasuha Djuhri, Sp.1, ketersediaan dan kwalitas air tentunya tidak terlepas dari kondisi alam, untuk itu Dinas SDA Jabar sebagai institusi yang diamanahi mengelola SDA di Jabar, tentunya kami juga tidak bisa lepas dari apa yang ditentukan di dalam berbagai macam peraturan bahwa kamipun senantiasa ikut serta menjaga alam.
Kalau alam rusak tentunya air tidak dapat terserap dalam tanah sehingga terjadilah reserfoir alami dalam bentuk air tanah. Untuk itu tema peringatan Hari Air Sedunia ke 26 tahun 2018 yang ditetapkan oleh Badan PBB yaitu “ Nature Base Solution For Water “ (Solusi Air Berbasis Alam), sangat tepat sekali. Karena situasi kekinian dimana kondisi alam yang menjadi daerah tangkapan air banyak sekali yang sudah kritis.
Hal ini dikatakan, Kadis SDA Jabar Ir.H.Nana Nasuha Djuhri, Sp.1 didampingi Sekretaris Andri Heryanto, ST.,M.A.P.,MT, saat ditemui disela-sela peringatan Hari Air Sedunia tingkat provinsi Jabar di Taman Hutan Raya (Tahura)- Daho Pakar, Sabtu ( 17/3/2018).
Dikatakan, bukti alam sudah banyak kritis, ketika musim hujan air jatuh maka sebagian air menjadi aliran permukaan, artinya hanya sebagian kecil saja yang bisa meresap kedalam tanah, harusnya meresap dan pada musim kemarau bisa keluar dalam bentuk displow dan air sungai akan tetap ada. Namun, kondisi alam yang menjadi resapan air yaitu hutan. Kita dapat melihat dari rasio debit air, dimana pada saat musim kemarau debit yang terjadi kecil sekali tetapi sebaliknya di musim hujan tinggi sekali.
Rasio debit air saat ini mencapai 1 banding 200 lebih, salah satu contoh di Sungai Cimanuk sebelum dibangun Waduk Jatigede di musim kemarau yaitu debit yang tercatat di bendung rentang sebesar 6 kubik per-detik. Tapi di saat musim penghujan bisa mencapai 1200 kubik per-detik, artinya rasio debit minimum dan maksimum 1 banding 200, dan itu merupakan salah satu indikasi bahwa kondisi daerah tangkapan air sudah kritis, dimana pada saat musim penghujan harusnya lahan itu harus bisa berfungsi sebagai reserfoir atau waduk alami, jelasnya.
Nana juga mengatakan, sebenarnya pemerintah telah berupaya menjaga dan memperbaiki kondisi alam dan daerah resapan air yang sudah rasak. Namun, upaya pemerintah akan sia-sia kalau tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat tetap rendah. Untul itu, mari kita bersama-sama menjaga dan memperbaiki alam sehingga pada akhirnya bisa menghadirkan kondisi air sesuai dengan yang kita harapkan.
Lebih lanjut ia mengatakan, Dinas SDA Jabar memilliki keterbatasan dalam lingkup kerjanya yaitu sebatas pada sumber air, dimana setiap sumber air apakah itu yang namanya situ, sungai, waduk memiliki garis sempadan yang tentunya berbeda-beda.
Garis sempadan itulah yang senantiasa kami upayakan jaga agar bisa tetap berfungsi sesuai fungsinya diluar itu tentu sudah menjadi bagian yang outstrim yang tentunya menjadi tugas dari teman-teman kita di sektor yang lain, jelasnya.
Saat ditanya, berapa banyak titik mata air di Jabar, Nana mengatakan berdasarkan hasil penelitian dan survey, wilyah provinsi Jabar memiliki sekitar 900 titik mata air dari mulai Cisanti sampai daerah Nanjung dan Curug Jompong . Bahkan ada di kiri kanan termasuk di daerah tangkapan air anak-anak Sungai Citarum ini sudah kami upayakan revitalisasi.
Dinas SDA sudah mengerjakan lebih dari 40 titik mata air yang tersebar di 36 lokasi, termasuk diantaranya merevitalisasi 3 situ yaitu Ciijah,Ciburial dan Cianjing. Bahkan kita juga saat ini tengah konsentrasi melakukan pemeriharaan Situ Cisanti yang merupakan titik mata air atau hulu sungai Citrum.
Pemerintah Jabar berkoordinasi dengan BBWS Citarum dan PJT 2 dan bekerjasama dengan Kodam III/Siliwangi, kini terus melakukan revitalisasi mata air Situ Cisanti. Hasilnya kini Situ Cisanti sudah jauh lebih baik, sudah tidak ada sampah-sampah lagi, sudah tidak ada eceng gondok, rumbut dan lumut juga sudah dibersihkan. Kini air Situ Cisanti jauh lebih baik, bersih dan jernih, ungkap Nana.
Sebagai informasi, bahwa rangkaian gelaran Peringatan Hari Air Sedunia ke 28 tahun 2018 tingkat Jabar, yang digelar Tahura Dogo dengan tema “Solusi Air Berbasis Alam”, didahului giat olahraga senam bersama yang diikuti seluruh karyawan Dinas SDA Jabar dan jajaran, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Ir.Yudha Mediawan, M, Dev., beserta para Satker, PPK dan Kabid di lingkungan BBWS Citarum dan Perwakilan Pejabat BBWS Cimanuk Cisanggarung yaitu Kabag Tata Usaha Nana Supriyatna, S,ST.MT., bersama jajaran stafnya.
Dalam kesempatan tersebut, juga digelar seminar tentang Solusi Air Berbasis Alam yang melibat sekitar 250 Mahasiswa dari perguruan tinggi ITB, ITENAS, Universitas Harapan Bangsa, Unjani, Ubiversitas Sanggabuana dan PTS lainnya. Selain itu itu, ada juga Pameran pembangunan yang diiktui seluruh Balai di jajaran Dinas SDA Jabar, Belai besar walayah Sungai. Serta tidak ketinggalan stand makanan dan minuman karya ibu-ibu dharma wanita Dinas SDA Jabar. (husein).