Klik
Bandung, Faktabandungraya.com,-- Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka- Sumedang yang diperkirakan akan mengahabiskan dana sebesar Rp. 3,2 triliun. Mahalnya biaya pembangunan karena TPPAS Legok Nangka dirancang menggunakan teknologi termal and landfill untuk menampung residu sehingga dapat menghasilkan energi listrik bagi masyarakat.
Pembangunan TPPAS Regional Legok Nangka yang dirancang pada pemerintahan Gubernur Ahmad Heryawan, pada tahun 2017 lalu, sampai kini belum juga beroperasioanl ?. Padahal, diharapkan di TPPAS tersebut akan dibangun PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) yang bisa jadi contoh, atau "pilot project" bagi provinsi lain.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar, H. Daddy Rahanady, keberadaan TPPAS Legok Nangka diharapkan mampu mengelola sampah dari enam wilayah, yakni Kota Bandung dan Cimahi serta Kabupaten Sumedang Bandung, Bandung Barat, dan Cimahi. Namun, sampai kini belum juga dapat dioperasionalkan.
“ Sewaktu kita (Komisi IV-red) meninjau TPPAS Legok Nangka, beberapa waktu lalu, ternyata belum dapat dipastikan kapan dapat dioperasionalkan. Padahal TPPAS tersebut yang diharapkan mampu mengelola tidak kurang dari 1.800 ton per hari tersebut”, ujar Daddy saat dihubungi faktabandungraya.com, Senin, (22/10-18).
Dikatakan, menurut informasi dari pihak pengelolah TPPAS dilapangan, bahwa lambatnya beropresional karena ada beberapa hal yang masih tarik ulur salah satunya masalah Tiping Fee. Semula telah disepakati tiping fee sebesar Rp 487.000 per ton. Dengan pola 70% tanggungan kota/kabupaten dan 30% menjadi kewajiban provinsi. Masalah lain, misalnya, harga jual produk. Semula PLN bersedia membeli 18 cent dolar turun menjadi 13 cent dolar karena penurunan nilai tukar rupiah.
"Meskipin demikian, kami tetap berharap TPPAS Regional Legok Nangka tetap berproses," ujar Sekrataris Fraksi Gerindra asal Dapil Kab/kota Cirebon-Indramayu ini.
Daddy juga mengatakan, kendala kedua, bahwa Lelang investasi belum berjalan karena JICA yang akan mendampingi belum siap dana. Awalnya lelang investasi akan dilakukan November 2018. Karena berkaitan dengan LKPP, tahap pra-kualifikasi (PQ) baru bisa dilakukan akhir Desember. Itu pun kalau masih on schedule. Pemerintah Pusat masih tarik ulur soal JICA yang awalnya menyatakan siap memberikan pendampingan --dan dana-- sudah ditunjuk Gubernur. Kalau tidak ada pendampingan JICA, harus ada anggaran dari APBN yang masuk.
TPPAS Legok Nangka diharapkan dapat pula menerapkan teknologi thermal. Meskipun ada teknologi unggulan dari negara tertentu, tetapi dalam lelang investasi sifatnya terbuka bagi siapapun dan dati pihak manapun.
Sebelum TPPAS Legok Nangka beroperasi, TPA Sarimukti mesti tetap berjalan. Padahal, TPA Sarimukti semula hanya diplot sampai 2018. Perpanjangan penggunaan Sarimukti sudah diajukan ke pusat tetapi belum selesai karena butuh amdal yang baru diminta ketika proses perpanjangan sudah berjalan.
"Kalau sampai saat ini progressnya seperti ini....bagaimana mungkin bisa beroperasi tahun 2019? Semoga saja ada perkembangan yang cukup menggembirakan sampi akhir tahun ini," pungkas Daddy yang akan maju kembali menjadi anggota DPRD Jabar. (sein).
Pembangunan TPPAS Regional Legok Nangka yang dirancang pada pemerintahan Gubernur Ahmad Heryawan, pada tahun 2017 lalu, sampai kini belum juga beroperasioanl ?. Padahal, diharapkan di TPPAS tersebut akan dibangun PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) yang bisa jadi contoh, atau "pilot project" bagi provinsi lain.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar, H. Daddy Rahanady, keberadaan TPPAS Legok Nangka diharapkan mampu mengelola sampah dari enam wilayah, yakni Kota Bandung dan Cimahi serta Kabupaten Sumedang Bandung, Bandung Barat, dan Cimahi. Namun, sampai kini belum juga dapat dioperasionalkan.
“ Sewaktu kita (Komisi IV-red) meninjau TPPAS Legok Nangka, beberapa waktu lalu, ternyata belum dapat dipastikan kapan dapat dioperasionalkan. Padahal TPPAS tersebut yang diharapkan mampu mengelola tidak kurang dari 1.800 ton per hari tersebut”, ujar Daddy saat dihubungi faktabandungraya.com, Senin, (22/10-18).
Dikatakan, menurut informasi dari pihak pengelolah TPPAS dilapangan, bahwa lambatnya beropresional karena ada beberapa hal yang masih tarik ulur salah satunya masalah Tiping Fee. Semula telah disepakati tiping fee sebesar Rp 487.000 per ton. Dengan pola 70% tanggungan kota/kabupaten dan 30% menjadi kewajiban provinsi. Masalah lain, misalnya, harga jual produk. Semula PLN bersedia membeli 18 cent dolar turun menjadi 13 cent dolar karena penurunan nilai tukar rupiah.
"Meskipin demikian, kami tetap berharap TPPAS Regional Legok Nangka tetap berproses," ujar Sekrataris Fraksi Gerindra asal Dapil Kab/kota Cirebon-Indramayu ini.
Daddy juga mengatakan, kendala kedua, bahwa Lelang investasi belum berjalan karena JICA yang akan mendampingi belum siap dana. Awalnya lelang investasi akan dilakukan November 2018. Karena berkaitan dengan LKPP, tahap pra-kualifikasi (PQ) baru bisa dilakukan akhir Desember. Itu pun kalau masih on schedule. Pemerintah Pusat masih tarik ulur soal JICA yang awalnya menyatakan siap memberikan pendampingan --dan dana-- sudah ditunjuk Gubernur. Kalau tidak ada pendampingan JICA, harus ada anggaran dari APBN yang masuk.
TPPAS Legok Nangka diharapkan dapat pula menerapkan teknologi thermal. Meskipun ada teknologi unggulan dari negara tertentu, tetapi dalam lelang investasi sifatnya terbuka bagi siapapun dan dati pihak manapun.
Sebelum TPPAS Legok Nangka beroperasi, TPA Sarimukti mesti tetap berjalan. Padahal, TPA Sarimukti semula hanya diplot sampai 2018. Perpanjangan penggunaan Sarimukti sudah diajukan ke pusat tetapi belum selesai karena butuh amdal yang baru diminta ketika proses perpanjangan sudah berjalan.
"Kalau sampai saat ini progressnya seperti ini....bagaimana mungkin bisa beroperasi tahun 2019? Semoga saja ada perkembangan yang cukup menggembirakan sampi akhir tahun ini," pungkas Daddy yang akan maju kembali menjadi anggota DPRD Jabar. (sein).