Klik
BANDUNG, Faktabandungraya.com,--- Pasca Pimilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, secara mengejutkan terjadi perubahan konstelasi politik di tingkat elite. Bahkan, belum lama ini, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarpa bersama Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum dan Ketua DPW PPP Jabar Ade Yasin yang juuga Bupati Bogor merapat ke Prabowo Subianto.
Untuk kepentingan apa para petinggi PPP merapat ke Gerindra? Banyak spekulasi berkembang setelah adanya pertemuan itu.
Daddy Rohanady, salah satu anggota DPRD dari Partai Gerindra yang terpilih kembali untuk periode 2019-2024 menyatakan, "Ade Yasin jelas karena dia menjadi Bupati Bogor. Artinya, ia penguasa wilayah di mana Hambalang tempat kediaman Prabowo berada di wilayah Kabupaten Bogor yang dipimpinnya. Selain itu, Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan pun merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerinda Kabupaten Bogor."
Dalam konteks Ade Yasin, tampaknya kedatangannya ke rumah Prabowo relatif lebih mudah dipahami. Demikian pula kehadiran Ketua Umum PPP Suharso Monoarpa. Ia jelas mengantar Ade Yasin.
Lantas bagaimana dengan Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum? Ini yang menarik.
Ada yang menafsirkan pertemuan itu bagi Uu merupakan "balik kanan".
Ketika menjadi pasangan calon kepala daerah Jabar, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum yang kala itu diusung oleh Partai Nasdem, PPP, PKB, Hanura dan Perindo. Sedangkan Partai Gerindra dan PKS pada Pilgub 2018 mengusung paslon Sudrajat-Syaikhu.
Bila melihat perjalanan setahun duet Emil-Uu memimpin Provinsi Jawa Barat, kekurang harmonisan Emil –Uu mulai nampak. Hal ini, mungkin Uu merasa tak diberdayakan secara proporsional oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil?.
Benarkah ia (Uu-red) merasa benar-benar hanya menjadi ban serep? Kalau ya, ini pasti mermbuat seorang Uu yang mantan Bupati Tasikmalaya itu tidak nyaman. Sebagai mantan orang nomor satu yang biasa memainkan segala peran di daerahnya, bisa jadi kini ia merasa kurang optimal mengaktualisasikan konsep pembangunannya.
Maka, jalan yang ditempuhnya adalah merapat ke Gerindra yang menjadi pemenang dalam pileg tingkat provinsi di Jawa Barat.
Pertanyaannya, untuk apa Uu merapat ke Gerindra ?
Daddy yang juga merupakan Wakil Ketua DPD Gerindra Jabar menjelaskan bahwa, "Dengan 25 dewan yang dimiliki, Gerindra menjadi kekuatan politik yang tak bisa disepelekan. Mengapa demikian? Jika Gerindra bergabung dengan PKS, total sudah 46 kursi DPRD yang dikuasai. Ketika PPP bergabung, jumlahnya menjadi 49. Artinya, hanya butuh 12 suara lagi seandainya pengambilan keputusan di DPRD sampai ditentukan melalui voting."
Padahal, koalisi yang terbangun pada saat pilgub, Gerindra dan PKS bergabung dengan PAN, total suara yang dikantongi Sudrajat-Syaikhu 38 kursi dari 100 kursi di DPRD Jabar. Namun, kini koalisi Gerindra, PKS dan PAN jumlah kursinya 53 dari 120 kursi. Dan bila ditambah PPP (3 kursi) maka menjadi 56 kursi, sehingga bila dilakukan voting hanya butuh tambahan 5-6 suara lagi.
Di sisi lain, andai ditinggalkan PPP, Ridwan Kamil hanya tinggal diusung PKB (13 kursi), Nasdem (4 kursi), dan Perindo ( 1 kursi) yang totalnya 18 suara saja. Sedangkan Partai Hanura pada Pileg 2019 ini tidak satu kursi pun di DPRD Provinsi Jabar.
Andai saja PDI Perjuangan apalagi jika ditambah dengan Golkar bergabung, maka suara mayoritas berada di kubu yang tidak mendukung Ridwan Kamil.
Daddy melanjutkan, "Saya kira, PPP dan Uu sadar betul akan hal itu. Maka, diputuskanlah PPP merapat ke Gerindra."
Lantas ke mana moncong senjata Gerindra diarahkan?
"Kami masih menunggu arahan DPP," pungkas Daddy yang mantan Wakil Ketua Komisi IV itu. (hdr/hhw)
Untuk kepentingan apa para petinggi PPP merapat ke Gerindra? Banyak spekulasi berkembang setelah adanya pertemuan itu.
Daddy Rohanady, salah satu anggota DPRD dari Partai Gerindra yang terpilih kembali untuk periode 2019-2024 menyatakan, "Ade Yasin jelas karena dia menjadi Bupati Bogor. Artinya, ia penguasa wilayah di mana Hambalang tempat kediaman Prabowo berada di wilayah Kabupaten Bogor yang dipimpinnya. Selain itu, Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan pun merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerinda Kabupaten Bogor."
Dalam konteks Ade Yasin, tampaknya kedatangannya ke rumah Prabowo relatif lebih mudah dipahami. Demikian pula kehadiran Ketua Umum PPP Suharso Monoarpa. Ia jelas mengantar Ade Yasin.
Lantas bagaimana dengan Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum? Ini yang menarik.
Ada yang menafsirkan pertemuan itu bagi Uu merupakan "balik kanan".
Ketika menjadi pasangan calon kepala daerah Jabar, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum yang kala itu diusung oleh Partai Nasdem, PPP, PKB, Hanura dan Perindo. Sedangkan Partai Gerindra dan PKS pada Pilgub 2018 mengusung paslon Sudrajat-Syaikhu.
Bila melihat perjalanan setahun duet Emil-Uu memimpin Provinsi Jawa Barat, kekurang harmonisan Emil –Uu mulai nampak. Hal ini, mungkin Uu merasa tak diberdayakan secara proporsional oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil?.
Benarkah ia (Uu-red) merasa benar-benar hanya menjadi ban serep? Kalau ya, ini pasti mermbuat seorang Uu yang mantan Bupati Tasikmalaya itu tidak nyaman. Sebagai mantan orang nomor satu yang biasa memainkan segala peran di daerahnya, bisa jadi kini ia merasa kurang optimal mengaktualisasikan konsep pembangunannya.
Maka, jalan yang ditempuhnya adalah merapat ke Gerindra yang menjadi pemenang dalam pileg tingkat provinsi di Jawa Barat.
Pertanyaannya, untuk apa Uu merapat ke Gerindra ?
Daddy yang juga merupakan Wakil Ketua DPD Gerindra Jabar menjelaskan bahwa, "Dengan 25 dewan yang dimiliki, Gerindra menjadi kekuatan politik yang tak bisa disepelekan. Mengapa demikian? Jika Gerindra bergabung dengan PKS, total sudah 46 kursi DPRD yang dikuasai. Ketika PPP bergabung, jumlahnya menjadi 49. Artinya, hanya butuh 12 suara lagi seandainya pengambilan keputusan di DPRD sampai ditentukan melalui voting."
Padahal, koalisi yang terbangun pada saat pilgub, Gerindra dan PKS bergabung dengan PAN, total suara yang dikantongi Sudrajat-Syaikhu 38 kursi dari 100 kursi di DPRD Jabar. Namun, kini koalisi Gerindra, PKS dan PAN jumlah kursinya 53 dari 120 kursi. Dan bila ditambah PPP (3 kursi) maka menjadi 56 kursi, sehingga bila dilakukan voting hanya butuh tambahan 5-6 suara lagi.
Di sisi lain, andai ditinggalkan PPP, Ridwan Kamil hanya tinggal diusung PKB (13 kursi), Nasdem (4 kursi), dan Perindo ( 1 kursi) yang totalnya 18 suara saja. Sedangkan Partai Hanura pada Pileg 2019 ini tidak satu kursi pun di DPRD Provinsi Jabar.
Andai saja PDI Perjuangan apalagi jika ditambah dengan Golkar bergabung, maka suara mayoritas berada di kubu yang tidak mendukung Ridwan Kamil.
Daddy melanjutkan, "Saya kira, PPP dan Uu sadar betul akan hal itu. Maka, diputuskanlah PPP merapat ke Gerindra."
Lantas ke mana moncong senjata Gerindra diarahkan?
"Kami masih menunggu arahan DPP," pungkas Daddy yang mantan Wakil Ketua Komisi IV itu. (hdr/hhw)