Klik
Aspirasi Forum Apres disampaikan ke DPRD Jabar yang diterima oleh Wakil Ketua DPRD Jabar Achma Ru’yat didampingi beberapa anggota DPRD Jabar asal Dapil Bogor, Sukabumi dan Garut, Biro Organisasi Setda Jabar, di ruang Badan Anggaran DPRD Jabar, Kamis (17/10-2019).
Menurut Achmad Ru’yat, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2018- 2023, Gubernur Ridwan Kamil berjanji mendukung pemekaran Kab/kota di Jabar. Untuk itu, DPRD Jabar akan menagih janji Gubernur untuk segera merealisasikannya.
Bahkan pada era Presiden SBY, pada 27 Desember 2013 sudah mengirimkan surat kepada ketua DPR RI mengenai rancangan undang-undang tentang pembentukan kab kota di Jabar. Dan Hari ini, ada aspirasi / desakan Forum Amanat Presiden (Ampres) berkaitan dengan pemekaran wilayah Calon Daerah Otonom Baru (CDOB) yang meliputi Sukabumi Utara, Garut Selatan dan Bogor Barat.
Sebenarnya dasar hukum atas perubahan UU no 32 Tahun 2004 yakni UU no.23 th 2014 tentang pemerintahan daerah melalui Biro Bidang Pemerintahan dan Kerjasama Pemprov Jabar untuk memfasilitasi secara efektif berkaitan dengan hal tersebut.
"Tak lain usulan CDOB itu yang pertama untuk meningkatkan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, kedua mempercepat erjadinya percepatan pembangunan di daerah yang ketiganya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata politisi PKS dari daerah pemilihan Bogor ini.
Dikatakan, wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk yang sudah mencapai 5 juta penduduk. Maka suatu hal yang mendesak untuk pemekaran.
"Pemerintah pusat harus memberikan prioritas agar alokasi dari APBN diantaranya untuk pemekaran wilayah sesuai dengan usulan Presiden SBY waktu itu agar ada kebijakan anggaran melalui menkeu," ucapnya.
Achmad melanjutkan, dengan perbandingan wilayah di Jabar ada 27 kabupaten kota sedangkan di provinsi lain dengan luas wilayah yang hampir sama sudah memiliki lebih dari 30 kabupaten kota.
"Jelas pemekaran DOB ini sudah sangat mendesak dengan berbagai pertimbangan," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Ampres, Gunawan Undang menyebutkan, ada tiga CDOB di Provinsi Jawa Barat yang sudah memiliki keputusan politik final. Artinya persyaratan mulai dari desa keputusan kabupaten hingga provinsi merupakan keputusan yang berasal dari bawah. Dari 65 CDOB yang dinyatakan layak hanya 22 setelah diverifikasi dari Kemendagri.
"Sudah sangat layak yang waktu itu akan ditetapkan menjadi kabupaten kota pada sidang paripurna ke-12 DPR RI tepatnya 14 Mei 2014, namun sayangnya gagal ditetapkan dengan berbagai alasan yang tidak jelas," ujar Gunawan.
Padahal, ucap Gunawan, pihaknya sudah memperjuangkan sejak lama untuk mempersiapkan persyaratan adminiatratif berkaitan denfan DOB tersebut. "Kami sudah berdarah-darah untuk memenuhi persyaratan selama belasan tahun,"singkatnya.
Dia menambahkan, kabupaten induk sudah sangat mendukung untuk pemekaran tersebut. Bahkan lebih dari sekedar surat kajian dari Sekda Kabupaten Garut berkenaan dengan masalah anggaran.
"Bahkan untuk penataan calon pendopo di Garut Selatan sudah ada perencanaannya dari kabupaten induk," tegasnya.
Di tanya soal moratorium, Gunawan menjelaskan jika dilihat dari hirarki hukum tata negara moratorium itu tidak berlandaskan kepada payung hukum. Tetapi cenderung kepada keputusan secara politis.
"Moratorium itu sendiri apa, PP bukan Kepres juga bukan, ini sebagai bentuk keputusan politis. Karena itu, lebih baik normatif saja. DPR RI kan punya kewenangan untuk melobby pemerintah agar mencabut moratorium tersebut. Moratorium agar segera dicabut dan memprioritaskan yang sudah ada rancangan undang-undangnya," jelas dia.
Di tegaskan Gunawan, 65 Ampres itu Kemendagri berkewajiban untuk memverifikasi ulang dan meloloskan 22 wilayah yang sudah memenuhi perayaratan. Mengenai beban keuangan Ampres sangat memahami akan menjadi beban pemerintah. Tetapi itu sudah ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah juga.
"Rentang kendalinya lebih dari 150 km, bagaimana dengan pelayanan publiknya. Masalah kesejahteraan di Garut Selatan misalnya, musim paceklik saja kerapkali terjadi rawan pangan," tandasnya. (hms/sein).