Klik
JAKARTA, Faktabandungraya.com,--- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kembali menggelar sidang Praperedilan kedua atas sasus dugaan suap mega proyek Meikarta, dengan tersangka mantan Direktur PT. Lippo Cikarang, Tbk. Bartholomeus Toto. Toto oleh KPK ditetapkan sebagai tersangka karena dituduh telah menyuap mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, untuk memuluskan perizinan proyek tersebut.
Pada sidang praperadilan pertama digelar pada 16 Desember 2019 lalu, pihak KPK selaku tergugut tidak hadir dan hanya mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta, meminta penundaan sidang empat minggu. Selanjutnya, Hakim tunggal PN Jaksel Sujarwanto menetapkan sidang akan dilanjutkan pada Senin (6/1-2020).
Namun, sidang praperadilan kedua baru dilangsung pada Rabu (8/1-2020), dengan menghadirkan Saksi Ahli Pidana Dr. Septa Chandra ( Doktor Hukum Pidana) dari Universitas Padjajaran Bandung.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim tunggal Sujarwanto, saksi ahli mengatakan, seseorang tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka hanya dengan menggunakan satu alat bukti.
"Penyidik KPK harus dapat menemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup baru bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka sesuai dengan aturan KUHAP," ungkapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya 133 Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020).
Ditegaskannya, KPK tidak bisa menggunakan protap atau aturan internal tanpa mengindahkan ketentuan KUHAP. "Walaupun KPK beralasan penetapan tersangka di KPK sudah ada aturannya atau 'lex spesialis' tapi aturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang undangan yang lebih tinggi yaitu KUHAP, " tegasnya.
Septa Chandra yang merupakan Doktor Hukum Pidana dari Univetsitas Padjajaran Bandung ini minta KPK tidak perlu tergesa-gesa dalam penetapan tersangka.
"KPK jangan tergesa-gesa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, karena dapat berimplikasi hukum dan pelanggaran hak asasi manusia tanpa adanya 2 bukti permulaan yang cukup. KPK dapat digugat praperadilan dan penetapan tersangka tersebut dapat dibatalkan oleh pengadilan, seperti kasus Budi Gunawan dan mantan Dirjen Pajak," ucapnya.
Sementara itu kuasa hukum pemohon, Supriyadi menyatakan KPK masih melakukan proses penyidikan terhadap kasus mega proyek Meikarta dengan tersangka Bartholomeus Toto.
"Kalau KPK masih melakukan penyidikan dan ini jawaban KPK sendiri mengatakan dia masih dalam proses penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti, artinya ini belum sempurna sehingga dalil kita sudah terpenuhi. Kita sudah dapat membuktikan dalil kita bahwa KPK tidak memiliki 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka," jelasnya.
Ditambahkannya, KPK sudah banyak saksi yang dihadirkan sudah ada alat bukti juga bukti surat tapi semuanya itu diduga tidak relevan dengan kasus dugaan penyuapan Bartholomeus Toto.
"Tapi yang kita lihat bukti pengembalian uangnya, artinya uang yang dikembalikan oleh si penerima Neneng Hasanah Yasin dijadikan bukti, sedangkan bukti yang menurut kita dan pendapat ahli juga yang relevan dengan peristiwa terjadi itu. Karena sangkaannya penyuapan bukan setelah terjadi penyuapan ini jadi bukti yang ada itu tidak relevan." pungkasnya. (rls/red).
Pada sidang praperadilan pertama digelar pada 16 Desember 2019 lalu, pihak KPK selaku tergugut tidak hadir dan hanya mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta, meminta penundaan sidang empat minggu. Selanjutnya, Hakim tunggal PN Jaksel Sujarwanto menetapkan sidang akan dilanjutkan pada Senin (6/1-2020).
Namun, sidang praperadilan kedua baru dilangsung pada Rabu (8/1-2020), dengan menghadirkan Saksi Ahli Pidana Dr. Septa Chandra ( Doktor Hukum Pidana) dari Universitas Padjajaran Bandung.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim tunggal Sujarwanto, saksi ahli mengatakan, seseorang tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka hanya dengan menggunakan satu alat bukti.
"Penyidik KPK harus dapat menemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup baru bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka sesuai dengan aturan KUHAP," ungkapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya 133 Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020).
Ditegaskannya, KPK tidak bisa menggunakan protap atau aturan internal tanpa mengindahkan ketentuan KUHAP. "Walaupun KPK beralasan penetapan tersangka di KPK sudah ada aturannya atau 'lex spesialis' tapi aturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang undangan yang lebih tinggi yaitu KUHAP, " tegasnya.
Septa Chandra yang merupakan Doktor Hukum Pidana dari Univetsitas Padjajaran Bandung ini minta KPK tidak perlu tergesa-gesa dalam penetapan tersangka.
"KPK jangan tergesa-gesa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, karena dapat berimplikasi hukum dan pelanggaran hak asasi manusia tanpa adanya 2 bukti permulaan yang cukup. KPK dapat digugat praperadilan dan penetapan tersangka tersebut dapat dibatalkan oleh pengadilan, seperti kasus Budi Gunawan dan mantan Dirjen Pajak," ucapnya.
Sementara itu kuasa hukum pemohon, Supriyadi menyatakan KPK masih melakukan proses penyidikan terhadap kasus mega proyek Meikarta dengan tersangka Bartholomeus Toto.
"Kalau KPK masih melakukan penyidikan dan ini jawaban KPK sendiri mengatakan dia masih dalam proses penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti, artinya ini belum sempurna sehingga dalil kita sudah terpenuhi. Kita sudah dapat membuktikan dalil kita bahwa KPK tidak memiliki 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka," jelasnya.
Ditambahkannya, KPK sudah banyak saksi yang dihadirkan sudah ada alat bukti juga bukti surat tapi semuanya itu diduga tidak relevan dengan kasus dugaan penyuapan Bartholomeus Toto.
"Tapi yang kita lihat bukti pengembalian uangnya, artinya uang yang dikembalikan oleh si penerima Neneng Hasanah Yasin dijadikan bukti, sedangkan bukti yang menurut kita dan pendapat ahli juga yang relevan dengan peristiwa terjadi itu. Karena sangkaannya penyuapan bukan setelah terjadi penyuapan ini jadi bukti yang ada itu tidak relevan." pungkasnya. (rls/red).