Klik

Guna meneliti tradisi Kerajaan Jambu Lipo dalam perkembangan masyarakat Kabupaten Sijunjung, Zusneli Zubir melakukan kunjungan selama sembilan hari, 12 – 20 Maret 2020 di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
Saat diwawancarai melalui akun Whatsapp-nya, Sabtu (21/3/2020), Zusneli Zubir mengatakan, “Untuk melestarikan tradisi Kerajaan Jambu Lipo, keberadaan raja masih terus dilestarikan, yang dikenal dengan sebutan Rajo Tigo Selo, yang terdiri dari Rajo Alam, Rajo Adat, dan Rajo Ibadat. Pelestarian Kerajaan Jambu Lipo bukan bermakna raja di atas negara, namun berhubungan dengan kultur dan budaya, jadi bukan secara administratif.”
“Dalam kajian sejarah, Kerajaan Jambu Lipo dulunya memiliki daerah kekuasaan, meliputi kawasan yang saat sekarang bernama Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Dharmasraya. Menurut tambo, kerajaan ini berdiri pada tahun 10 M di Kecamatan Lubuk Tarok,” kata Zusneli, Peneliti Sejarah dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat.

“Beberapa lokasi kami datangi untuk temuan sejarah, tentang keberadaan Kerajaan Jambu Lipo, seperti; Muaro Sijunjuang, Lubuak Tarok, Andopan, dan Kampuang Dalam. Beberapa lokasi kami tempuh dengan berjalan kaki,” kata Zusneli.
Lebih lanjut Zusneli mengatakan, “Dari survei yang kami lakukan di lapangan, kami menemukan beberapa tradisi Kerajaan Jambu Lipo yang masih membudaya di tengah masyarakat. Salah satunya, tradisi ‘menjalani rantau’ yang digelar sekali dua tahun oleh Rajo Ibadat. Pelestarian tradisi ini berisi kegiatan silaturahmi, penobatan pucuk adat, menyelesaikan sengketa yang ada di daerah rantau, dakwah Islam, dan pengobatan.”

Selain itu Zusneli juga mengatakan, “Dalam waktu dekat mereka juga akan menggelar Festival Godok Abuih, yang juga berisi lomba dendang ‘malalok an anak’. Diharapkan festival ini dapat menumbuhkan UKM-UKM baru untuk kesejahteraan masyarakat. Mereka kaya dengan cerita-cerita rakyatnya, semoga dapat terjaga kelestariannya.”
“Kerajaan Jambu Lipo juga mewariskan aneka ragam kuliner tradisi. Dan ini belum dieksplorasi dengan baik. Seperti ‘agi’ yang prosesnya melalui fermentasi, kemudian dimakan dengan ketan atau lamang, juga ada godok abuih. Ke depannya, ini bisa jadi ikon pariwisata bagi Kabupaten Sijunjung,” kata Zusneli. ( M.Fadhli/red)