Klik
BANDUNG, Faktabandungraya.com,--- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung, yang dipimpin oleh Hakim T Benny Eko Supriadi dengnan terdakwa Herry Nurhayat, berlangsung di ruang 2 Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (22/6/2020), dengan agenda mendengarkan ketarangan saksi-saksi.
Dalam sidang tersebut, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan 11 orang saksi, di antaranya mantan Kepala Dinas Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Dadang Supriatna, Kabid Aset DPKAD Agus Slamet, dan mantan Kadistarcip Rusjap Adimenggala dan Yuniarso Ridwan, Hermawan (PPTK Pengadaan Lahan RTH). Muchtar. Yaya Sutarya, Dodo Suwanda.
Hermawan selaku saksi, saat di cercar oleh JPU KPK maupun Penasehat Hukum terdakwa Herry Nurhayat berupaya mengelak. Namun setelah dicercar oleh hakim Basari Budi, SH,SMH dengan beberapa pertanyaan, akhirnya saksi Hermawan selaku PPTK Pengadaan Lahan RTH mengakuai, bahwa dirinya bekerja sesuai dengan perintah pimpinannya yaitu terdakwa Herry Nurhayat.
Selain itu Hermawan juga mengakui adanya pembedaan perlakuan antara satu dengan lain pemilik melalui Kuasa Jual karena dalam proses pembebasan tanah ada ketitipan Dadang Suganda dari atasannya yaitu Sekda Kota Bandung (tahun 2012) yaitu Edi Siswadi.
Selaku PPTK dalam 2 periode pimpinan DPKAD yaitu Dadang Supriatna dan Herry Nurhayat, Hermawan yang seakan tidak tahu tupoksinya itu mengatakan bahwa Pemerintah Kota Bandung dalam proses pembebasan tanah untuk RTH boleh berhubungan dengan Kuasa Jual, tidak dengan pemilik tanah yang jumlahnya puluhan orang. "Ada puluhan, ada yang lain lagi, ini permasalahannya," cecar Basari Budi.
Pemerintah Kota Bandung "boleh" berhubungan dengan Kuasa Jual dalam melakukan pembebasan tanah RTH, meski Hermawan tidak dapat menunjukkan ketentuan yang mengaturnya. "Proyek ini dasarnya diatur Undang-Undang, tapi harus segera dilaksanakan sesuai perintah, benarkan ?," ujar Basari yang dijawab," iya", oleh Hermawan.
Menjawab pertanyaan JPU KPK dan penasehat Hukum terdakwa, Hermawan mengakui ada perubahan-perubahan dilakukannya selama proses pembebasan tanah RTH. Hal tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti perintah dari Agus Slamet Firdaus, meskipun tidak sesuai dengan Penlok (Penunjukan Lokasi) yang sudah ditetapkan oleh Wali Kota Bandung, Dada Rosada (Surat Keputusan Walikota Bandung Nomor : 593/Kep.913-DISTARCIP/2011 tanggal 21 November 2011). Tentang luasan lahan yang akan dibebaskan, Hermawan mengatakan dilakukan sesuai perkiraan yaitu dengan melihat NJOP dan Surat Usulan dari Lurah. "Sesudahnya, dilaporkan ke atasan dalam bentuk draft," katanya.
Ada sosialisasi dan musyawarah yang dilakukan dengan mengundang pemilik tanah/Kuasa Jual karena pada tahun 2011 sudah ada (orang) yang menerima Kuasa Jual. Pada tahun 2012 orangnya berganti dengan lahan yang juga berbeda.
Menurut Hermawan, semua pertemuan dilaksanakan di kantor DPKAD Pemkot Bandung. Diakuinya, tidak memeriksa orang yang diundang, apakah pemilik tanah atau Kuasa Jual. "Yang datang orangnya membawa berkas dan Kuasa Jual saat sosialisasi, dan Kuasa jual dibolehkan, papar Hermawan.
Selaku Kasi Dokumentasi, Mutasi dan Sertifikasi yang merangkap sebagai PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) mengakui memasukkan usulan perubahan terakhir nilai alokasi anggaran ke dalam RKA (Rencana Kegiatan Anggaran) DPKAD tahun 2012, namun terdapat alokasi luas tanah. Dalam RKA berubah, dari semula 140.500 m2 menjadi 120.500 m2.
Tentang Hermawan yang menginformasikan kepada Utang Supriyatna akan ada rencana pembebasan tanah untuk RTH di Cibiru Bandung, Hermawan mengatakan, "ketemu di pemkot, saya menyampaikan akan ada RTH karena proyek RTH tidak rahasia. Saya memberitahu jumlah anggaran tapi sebelum ada Penlok."
Hermawan berada di ruang kerja Sekda karena diajak oleh Agus Slamet Firdaus meski dirinya lebih dulu masuk. Agus datang, Hermawan mendengar Sekda mengatakan agar Dadang Suganda dibantu. Bisa dibantu karena dokumennya lengkap. Diakui oleh Hermawan tahu lokasi milik Dadang Suganda, karena selalu bersama. Tentang harga tanah menurut Hermawan ditetapkan berdasarkan musyawarah yang akhirnya ditentukan sebesar harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) ditambah/plus 50% - 75%.
Pada giliran saksi Agus Slamet Firdaus selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dalam RTH menerangkan bahwa tidak melaporkan tentang besaran harga ke PA (Pengguna Anggaran) karena ada penambahan anggaran. Terkait adanya Nota dari Tomtom Dabbul Qomar, Agus menilai sudah dibahas dalam anggaran.
Hubungan dengan Herry Nurhayat sebagai atasan dengan bawahan. Persentase 75 % ditambah NJOP adalah sama seperti pembebasan tahun-tahun sebelumnya dan tidak ada batas maksimal. Dalam berhubungan dengan pemilik tanah, sudah cukup dengan Kuasa Jual. Agus Slamet Firdaus mengakui bahwa dirinya bekerja atas perintah pimpinan dan tidak ada intervensi hanya surat/Nota dari Tomtom Dabbul Qomar.
Dalam Nota tertanggal 9/2/2012 yang disampaikan oleh Tomtom, disebutkan, "sesuai proporsi kesepakatan pimpinan dengan Ketua TAPD dan Banggar, untuk Pengadaan tanah aspirasi via Banggar sesuai Rp 40 m terdiri dari : - Mandalajati 15; Pertanian Mandalajati 5; RTH Ujungberung 12; Pertanian Uber 2,5 ; Sarana Perumahan 1,5 dan RTH Cibiru. 5."
Sebelum saksi Hermawan dan Agus Slamet Firdaus dimintai keterangannya. JPU KPK menghadirkan saksi Dadang Supriatna (mantan Kepala DPKAD).
Dalam keterangannya, saksi Dadang Supriatna menerangkan secara normatif bahwa dirinya sempat mengikuti proses pembebasan tanah untuk RTH yang dilakukan sesuai dengan Undang-Undang. Selama menjabat sudah ada kegiatan Pengadaan Tanah untuk RTH dengan anggaran sebesar Rp 57 miliar. Pada saat proses pembebasan dilakukan, dirinya digantikan oleh Herry Nurhayat pada April 2012 sehingga tidak terlibat dalam proses pencairan.
Dadang Supriatna mengaku pengusulan perubahan anggaran untuk pengadaan lahan RTH diajukan berdasarkan prioritas sesuai peraturan perundang-undangan dari awalnya Rp15 miliar menjadi Rp56 miliar untuk empat wilayah yakni Mandalajati, Ujungberung, Cibiru, dan Gedebage.
"Ada beberapa anggota (Banggar DPRD) yang mendorong (perubahaan anggaran) sesuai dengan ketentuan, di antaranya Tomtom dan Kadar Slamet," kata Dadang.
Dia menyebutkan, usulan perubahan anggaran dari Rp15 miliar menjadi Rp56 miliar disampaikan dalam rapat dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar, namun hanya secara global saja. Sehingga saya tidak tahu rincinya," kata Dadang.
Selain ketiga saksi, masih ada saksi Yuniarso Ridwan (mantan Kadistarcip), Rusjaf Adimenggala, Sunarko, Tatang Muchtar, Yaya Sutarya, Dodo Suwanda, Agus Sutalaksana, Ate Sukayat. Sidang masih dilanjutkan Senin, 29 Juni 2020 dimana Penuntut Umum akan menghadirkan sejumlah saksi sesuai dengan urutannya. (Ari/red).
Dalam sidang tersebut, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan 11 orang saksi, di antaranya mantan Kepala Dinas Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Dadang Supriatna, Kabid Aset DPKAD Agus Slamet, dan mantan Kadistarcip Rusjap Adimenggala dan Yuniarso Ridwan, Hermawan (PPTK Pengadaan Lahan RTH). Muchtar. Yaya Sutarya, Dodo Suwanda.
Hermawan selaku saksi, saat di cercar oleh JPU KPK maupun Penasehat Hukum terdakwa Herry Nurhayat berupaya mengelak. Namun setelah dicercar oleh hakim Basari Budi, SH,SMH dengan beberapa pertanyaan, akhirnya saksi Hermawan selaku PPTK Pengadaan Lahan RTH mengakuai, bahwa dirinya bekerja sesuai dengan perintah pimpinannya yaitu terdakwa Herry Nurhayat.
Selain itu Hermawan juga mengakui adanya pembedaan perlakuan antara satu dengan lain pemilik melalui Kuasa Jual karena dalam proses pembebasan tanah ada ketitipan Dadang Suganda dari atasannya yaitu Sekda Kota Bandung (tahun 2012) yaitu Edi Siswadi.
Selaku PPTK dalam 2 periode pimpinan DPKAD yaitu Dadang Supriatna dan Herry Nurhayat, Hermawan yang seakan tidak tahu tupoksinya itu mengatakan bahwa Pemerintah Kota Bandung dalam proses pembebasan tanah untuk RTH boleh berhubungan dengan Kuasa Jual, tidak dengan pemilik tanah yang jumlahnya puluhan orang. "Ada puluhan, ada yang lain lagi, ini permasalahannya," cecar Basari Budi.
Pemerintah Kota Bandung "boleh" berhubungan dengan Kuasa Jual dalam melakukan pembebasan tanah RTH, meski Hermawan tidak dapat menunjukkan ketentuan yang mengaturnya. "Proyek ini dasarnya diatur Undang-Undang, tapi harus segera dilaksanakan sesuai perintah, benarkan ?," ujar Basari yang dijawab," iya", oleh Hermawan.
Menjawab pertanyaan JPU KPK dan penasehat Hukum terdakwa, Hermawan mengakui ada perubahan-perubahan dilakukannya selama proses pembebasan tanah RTH. Hal tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti perintah dari Agus Slamet Firdaus, meskipun tidak sesuai dengan Penlok (Penunjukan Lokasi) yang sudah ditetapkan oleh Wali Kota Bandung, Dada Rosada (Surat Keputusan Walikota Bandung Nomor : 593/Kep.913-DISTARCIP/2011 tanggal 21 November 2011). Tentang luasan lahan yang akan dibebaskan, Hermawan mengatakan dilakukan sesuai perkiraan yaitu dengan melihat NJOP dan Surat Usulan dari Lurah. "Sesudahnya, dilaporkan ke atasan dalam bentuk draft," katanya.
Ada sosialisasi dan musyawarah yang dilakukan dengan mengundang pemilik tanah/Kuasa Jual karena pada tahun 2011 sudah ada (orang) yang menerima Kuasa Jual. Pada tahun 2012 orangnya berganti dengan lahan yang juga berbeda.
Menurut Hermawan, semua pertemuan dilaksanakan di kantor DPKAD Pemkot Bandung. Diakuinya, tidak memeriksa orang yang diundang, apakah pemilik tanah atau Kuasa Jual. "Yang datang orangnya membawa berkas dan Kuasa Jual saat sosialisasi, dan Kuasa jual dibolehkan, papar Hermawan.
Selaku Kasi Dokumentasi, Mutasi dan Sertifikasi yang merangkap sebagai PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) mengakui memasukkan usulan perubahan terakhir nilai alokasi anggaran ke dalam RKA (Rencana Kegiatan Anggaran) DPKAD tahun 2012, namun terdapat alokasi luas tanah. Dalam RKA berubah, dari semula 140.500 m2 menjadi 120.500 m2.
Tentang Hermawan yang menginformasikan kepada Utang Supriyatna akan ada rencana pembebasan tanah untuk RTH di Cibiru Bandung, Hermawan mengatakan, "ketemu di pemkot, saya menyampaikan akan ada RTH karena proyek RTH tidak rahasia. Saya memberitahu jumlah anggaran tapi sebelum ada Penlok."
Hermawan berada di ruang kerja Sekda karena diajak oleh Agus Slamet Firdaus meski dirinya lebih dulu masuk. Agus datang, Hermawan mendengar Sekda mengatakan agar Dadang Suganda dibantu. Bisa dibantu karena dokumennya lengkap. Diakui oleh Hermawan tahu lokasi milik Dadang Suganda, karena selalu bersama. Tentang harga tanah menurut Hermawan ditetapkan berdasarkan musyawarah yang akhirnya ditentukan sebesar harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) ditambah/plus 50% - 75%.
Pada giliran saksi Agus Slamet Firdaus selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dalam RTH menerangkan bahwa tidak melaporkan tentang besaran harga ke PA (Pengguna Anggaran) karena ada penambahan anggaran. Terkait adanya Nota dari Tomtom Dabbul Qomar, Agus menilai sudah dibahas dalam anggaran.
Hubungan dengan Herry Nurhayat sebagai atasan dengan bawahan. Persentase 75 % ditambah NJOP adalah sama seperti pembebasan tahun-tahun sebelumnya dan tidak ada batas maksimal. Dalam berhubungan dengan pemilik tanah, sudah cukup dengan Kuasa Jual. Agus Slamet Firdaus mengakui bahwa dirinya bekerja atas perintah pimpinan dan tidak ada intervensi hanya surat/Nota dari Tomtom Dabbul Qomar.
Dalam Nota tertanggal 9/2/2012 yang disampaikan oleh Tomtom, disebutkan, "sesuai proporsi kesepakatan pimpinan dengan Ketua TAPD dan Banggar, untuk Pengadaan tanah aspirasi via Banggar sesuai Rp 40 m terdiri dari : - Mandalajati 15; Pertanian Mandalajati 5; RTH Ujungberung 12; Pertanian Uber 2,5 ; Sarana Perumahan 1,5 dan RTH Cibiru. 5."
Sebelum saksi Hermawan dan Agus Slamet Firdaus dimintai keterangannya. JPU KPK menghadirkan saksi Dadang Supriatna (mantan Kepala DPKAD).
Dalam keterangannya, saksi Dadang Supriatna menerangkan secara normatif bahwa dirinya sempat mengikuti proses pembebasan tanah untuk RTH yang dilakukan sesuai dengan Undang-Undang. Selama menjabat sudah ada kegiatan Pengadaan Tanah untuk RTH dengan anggaran sebesar Rp 57 miliar. Pada saat proses pembebasan dilakukan, dirinya digantikan oleh Herry Nurhayat pada April 2012 sehingga tidak terlibat dalam proses pencairan.
Dadang Supriatna mengaku pengusulan perubahan anggaran untuk pengadaan lahan RTH diajukan berdasarkan prioritas sesuai peraturan perundang-undangan dari awalnya Rp15 miliar menjadi Rp56 miliar untuk empat wilayah yakni Mandalajati, Ujungberung, Cibiru, dan Gedebage.
"Ada beberapa anggota (Banggar DPRD) yang mendorong (perubahaan anggaran) sesuai dengan ketentuan, di antaranya Tomtom dan Kadar Slamet," kata Dadang.
Dia menyebutkan, usulan perubahan anggaran dari Rp15 miliar menjadi Rp56 miliar disampaikan dalam rapat dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar, namun hanya secara global saja. Sehingga saya tidak tahu rincinya," kata Dadang.
Selain ketiga saksi, masih ada saksi Yuniarso Ridwan (mantan Kadistarcip), Rusjaf Adimenggala, Sunarko, Tatang Muchtar, Yaya Sutarya, Dodo Suwanda, Agus Sutalaksana, Ate Sukayat. Sidang masih dilanjutkan Senin, 29 Juni 2020 dimana Penuntut Umum akan menghadirkan sejumlah saksi sesuai dengan urutannya. (Ari/red).