Klik
BANDUNG, Faktabandungraya.com,--- Pengadilan Tipikor PN Bandung kembali menggegelar sidang lanjutan tindak pidana korupsi Pengadaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung dengan terdakwa Herry Nurhayat.
Dalam sidang lanjutan Majelis Hakim yang diketuai T. Benny Supriadi, SH.,MH, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan 6 (enam) orang saksi dari Distarcip (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya)/sekarang menjadi Distaru (Dinas Tata Ruang) Kota Bandung dan BPN (Badan Pertanahan) Kota Bandung, berlangsung di ruang 2 Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (28/6-2020).
Dihadapan Majelis Hakim T. Benny Supriadi, JPU KPK mengorek keterangan dari ke enam orang saksi yang dihadirkan. Terhadap saksi Iskandar Zulkarnain (Kabid Perencanaan Distarcip), JPU KPK mempertanyakan, yang semula luasan lahan 100.000 m2 menjadi 200.000 m2, apakah saudara saksi tahu ?... Menurut saksi Iskandar Zulkarnain bahwa dirinya tidak tahu. Dirinya tahu ada pengajuan lahan seluas 100.000 m2 yang diajukan oleh DPKAD dan ditandatangani oleh Agus Slamet Firdaus. Pihak Distarcip lalu mengikuti rapat-rapat dan melakukan survey secara garis besar serta membuat peta Penlok (Penetapan Lokasi) yang tanahnya akan dibebaskan.
Iskandar Zulkarnain mengatakan,bahwa pihak nya hanya membuat peta untuk Penlok berdasarkan permohonan DPKAD, dan untuk RTH nya berada pada Dinas Pertamanan. Kebutuhan untuk RTH adalah 30% dari luas Kota Bandung dimana kewajiban untuk RTH publik sebesar 20%. Adanya tumpang tindih lokasi dalam Penlok dari semula 100.000 m2 menjadi 200.000 m2 pada Oktober 2011 tidak diketahui. Hanya ada 1 (satu) pengajuan dari DPKAD.
Saat dicecar JPU KPK, Iskandar Zulkarnain, meski tidak tahu, mencoba menjawab terjadinya tumpang tindih tanah yang dibebaskan. Menurut JPU KPK, terjadi tumpang tindih dari awal seluas 100.000 m2 di Palasari menjadi 200.000 m2 dimana dalam Penlok terdiri dari 2 (dua) lokasi yaitu Palasari dan Cisurupan, harusnya menjadi 300.000 m2 tapi ini kurang.
Jawaban dari Iskandar Zulkarnain bukan menumpuk, mungkin saja termasuk dalam penetapan lokasi awal. Pihak Distarcip tidak memperhatikan lokasi yang dimaksud oleh Penuntut Umum. Sebenarnya peruntukan RTH bisa dimana saja boleh untuk memenuhi jumlah 20%. Demikian juga tentang berapa luasnya dan harganya, tidak tahu.
Mengenai pengajuan awal untuk menentukan Penlok, DPKAD diakui oleh Iskandar Zulkarnain berasal dari Agus Slamet Firdaus, bukan dari Herry Nurhayat, dirinya tidak mengetahui hal itu. Ada disposisi dari Kadistarcip, maka dilaksanakan oleh nya.
Saksi berikut nya adalah, Tris Tribudiarti yang menjadi Kasi Dokumentasi, dan menjadi Kasi Data Distarcip mengatakan, dirinya mewakili pimpinan untuk menghadiri rapat tentang RTH, lalu melakukan survey untuk 100.000 m2, bersama peserta rapat hanya meninjau. Pihak DPKAD menunjukkan batas-batas lokasi akan dibebaskan sesuai pengajuan secara garis besar. Lalu data tanah di Palasari dan Cibiru didapat dari staf.
Supriyono sebagai saksi, menerangkan bahwa pada tahun 2011 dan tahun 2012, sebagai Juru Gambar, sebelum nya melakukan pengecekan ke Lapangan, bertemu dengan pihak Kelurahan, Kecamatan dan pihak terkait lainnya. Dalam melakukan tugasnya tidak ada intervensi,
Saksi Ade Suhandi, menerangkan dirinya hadir terkait rapat yang dipimpin Hermawan. Sebatas rapat dan tidak ada arahan-arahan.
Pihak BPN Kota Bandung yang dihadirkan oleh Penuntut Umum KPK adalah Asep Tatang. Dirinya menerangkan telah melakukan pengukuran pada tahun 2019. Diakuinya dalam Penlok 100.000 m2 menjadi jadi 200.000 m2, ada data yang sama, dimana data ada yang masuk ke 200.000 m2 dari yang 100.000 m2 sama.
Untuk diketahui, sesuai surat dakwaan Tomtom DQ/Kadar Slamet dan Herry Nurhayat : bahwa Pengadaan Tanah Untuk RTH seluruhnya berjumlah 211 bidang tanah seluas 428.128 m2 dan 1 unit bangunan yang total biayanya Rp121.800.420.900,00 (seratus dua puluh satu miliar delapan ratus juta empat ratus dua puluh ribu sembilan ratus rupiah.
Pembebasan tanah tersebut diawali dengan adanya 3 Penlok (Penetapan Lokasi) yang dikeluarkan oleh Wali Kota Bandung, Dada Rosada yaitu : 1. No. 593/Kep.206-DISTARCIP/2012 tanggal 29 Maret 201 untuk lokasi Kelurahan Palasari Kecamatan Cibiru Kota Bandung seluas 100.000 m2;
2. No. 593/Kep.913-DISTARCIP/2011 tanggal 21 Nopember 2011 untuk lokasi Kelurahan Palasari dan Cisurupan Kota Bandung seluas 200.000 m2 dan 3. No. 593/Kep.960-DISTARCIP/2011 tanggal 07 Desember 2011 untuk Lokasi Kelurahan Pasir Impun dan Sindangjaya Kecamatan Mandalajati Kota Bandung.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 1 Juli 2020 dengan agenda pemeriksaan pokok perkara atas nama terdakwa Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet. (ari/red).
Dalam sidang lanjutan Majelis Hakim yang diketuai T. Benny Supriadi, SH.,MH, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan 6 (enam) orang saksi dari Distarcip (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya)/sekarang menjadi Distaru (Dinas Tata Ruang) Kota Bandung dan BPN (Badan Pertanahan) Kota Bandung, berlangsung di ruang 2 Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (28/6-2020).
Dihadapan Majelis Hakim T. Benny Supriadi, JPU KPK mengorek keterangan dari ke enam orang saksi yang dihadirkan. Terhadap saksi Iskandar Zulkarnain (Kabid Perencanaan Distarcip), JPU KPK mempertanyakan, yang semula luasan lahan 100.000 m2 menjadi 200.000 m2, apakah saudara saksi tahu ?... Menurut saksi Iskandar Zulkarnain bahwa dirinya tidak tahu. Dirinya tahu ada pengajuan lahan seluas 100.000 m2 yang diajukan oleh DPKAD dan ditandatangani oleh Agus Slamet Firdaus. Pihak Distarcip lalu mengikuti rapat-rapat dan melakukan survey secara garis besar serta membuat peta Penlok (Penetapan Lokasi) yang tanahnya akan dibebaskan.
Iskandar Zulkarnain mengatakan,bahwa pihak nya hanya membuat peta untuk Penlok berdasarkan permohonan DPKAD, dan untuk RTH nya berada pada Dinas Pertamanan. Kebutuhan untuk RTH adalah 30% dari luas Kota Bandung dimana kewajiban untuk RTH publik sebesar 20%. Adanya tumpang tindih lokasi dalam Penlok dari semula 100.000 m2 menjadi 200.000 m2 pada Oktober 2011 tidak diketahui. Hanya ada 1 (satu) pengajuan dari DPKAD.
Saat dicecar JPU KPK, Iskandar Zulkarnain, meski tidak tahu, mencoba menjawab terjadinya tumpang tindih tanah yang dibebaskan. Menurut JPU KPK, terjadi tumpang tindih dari awal seluas 100.000 m2 di Palasari menjadi 200.000 m2 dimana dalam Penlok terdiri dari 2 (dua) lokasi yaitu Palasari dan Cisurupan, harusnya menjadi 300.000 m2 tapi ini kurang.
Jawaban dari Iskandar Zulkarnain bukan menumpuk, mungkin saja termasuk dalam penetapan lokasi awal. Pihak Distarcip tidak memperhatikan lokasi yang dimaksud oleh Penuntut Umum. Sebenarnya peruntukan RTH bisa dimana saja boleh untuk memenuhi jumlah 20%. Demikian juga tentang berapa luasnya dan harganya, tidak tahu.
Mengenai pengajuan awal untuk menentukan Penlok, DPKAD diakui oleh Iskandar Zulkarnain berasal dari Agus Slamet Firdaus, bukan dari Herry Nurhayat, dirinya tidak mengetahui hal itu. Ada disposisi dari Kadistarcip, maka dilaksanakan oleh nya.
Saksi berikut nya adalah, Tris Tribudiarti yang menjadi Kasi Dokumentasi, dan menjadi Kasi Data Distarcip mengatakan, dirinya mewakili pimpinan untuk menghadiri rapat tentang RTH, lalu melakukan survey untuk 100.000 m2, bersama peserta rapat hanya meninjau. Pihak DPKAD menunjukkan batas-batas lokasi akan dibebaskan sesuai pengajuan secara garis besar. Lalu data tanah di Palasari dan Cibiru didapat dari staf.
Supriyono sebagai saksi, menerangkan bahwa pada tahun 2011 dan tahun 2012, sebagai Juru Gambar, sebelum nya melakukan pengecekan ke Lapangan, bertemu dengan pihak Kelurahan, Kecamatan dan pihak terkait lainnya. Dalam melakukan tugasnya tidak ada intervensi,
Saksi Ade Suhandi, menerangkan dirinya hadir terkait rapat yang dipimpin Hermawan. Sebatas rapat dan tidak ada arahan-arahan.
Pihak BPN Kota Bandung yang dihadirkan oleh Penuntut Umum KPK adalah Asep Tatang. Dirinya menerangkan telah melakukan pengukuran pada tahun 2019. Diakuinya dalam Penlok 100.000 m2 menjadi jadi 200.000 m2, ada data yang sama, dimana data ada yang masuk ke 200.000 m2 dari yang 100.000 m2 sama.
Untuk diketahui, sesuai surat dakwaan Tomtom DQ/Kadar Slamet dan Herry Nurhayat : bahwa Pengadaan Tanah Untuk RTH seluruhnya berjumlah 211 bidang tanah seluas 428.128 m2 dan 1 unit bangunan yang total biayanya Rp121.800.420.900,00 (seratus dua puluh satu miliar delapan ratus juta empat ratus dua puluh ribu sembilan ratus rupiah.
Pembebasan tanah tersebut diawali dengan adanya 3 Penlok (Penetapan Lokasi) yang dikeluarkan oleh Wali Kota Bandung, Dada Rosada yaitu : 1. No. 593/Kep.206-DISTARCIP/2012 tanggal 29 Maret 201 untuk lokasi Kelurahan Palasari Kecamatan Cibiru Kota Bandung seluas 100.000 m2;
2. No. 593/Kep.913-DISTARCIP/2011 tanggal 21 Nopember 2011 untuk lokasi Kelurahan Palasari dan Cisurupan Kota Bandung seluas 200.000 m2 dan 3. No. 593/Kep.960-DISTARCIP/2011 tanggal 07 Desember 2011 untuk Lokasi Kelurahan Pasir Impun dan Sindangjaya Kecamatan Mandalajati Kota Bandung.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 1 Juli 2020 dengan agenda pemeriksaan pokok perkara atas nama terdakwa Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet. (ari/red).