Klik
BANDUNG, Faktabandungraya.com,--- Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional di Kota Bandung akan berakhir pada Jumat 12 Juni 2020 besok. Untuk itu, Pemkot Bandung menggelar pertemuan dengan akademisi Universitas Padjadjaran (Unpad). Pertemuan yang dilaksanakan di Balai Kota Bandung, Kamis (11/6/2020).
Dalam pertemuan tersebut, Pemkot Bandung meminta pandangan dan rekomendasi langkah lanjutan penanganan Covid-19 di Kota Bandung. Hadir tiga akademisi Unpad yaitu pakar kesehatan masyarakat, Irvan Afriandi; pakar ekonomi, Ferry Hadiyanto, dan pakar antropologi, Erna Herawati.
Ketiganya telah menyampaikan rekomendasi berdasarkan perkembangan kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini. Irvan Afriandi, misalnya, melihat tren kasus sudah cukup menurun meskipun angka absolut masih belum tercapai. Namun, hal ini merupakan sinyal yang baik untuk menunjukkan bahwa langkah Pemkot Bandung selama ini telah memberikan dampak positif.
“Kalau trennya menurun dan ditambah dengan indikator lainnya, walaupun belum begitu memuaskan tetapi itu modal optimisme kita bahwa apa yang dilakukan sudah pada rel yang baik. Ini sesuatu yang harus dipelihara dan dikuatkan dalam sistem pelayanan ke depan,” ungkap Irvan.
Menurutnya, langkah Pemkot Bandung untuk membatasi pergerakan manusia di dalam kota sudah cukup efektif. Namun ke depan ia melihat, pembatasan berskala wilayah besar bisa jadi dikurangi, beralih pada pembatasan situs di mana virus terdeteksi.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan Kota Bandung untuk melakukan pengetesan secara lebih masif agar lokasi virus tersebut bisa segera ditemukan. Dengan begitu, Pemkot Bandung bisa mengarantina situs yang lebih fokus tanpa harus membekukan satu wilayah yang tidak terjangkit.
“Jadi optimalkan pada pelacakan, pengetesan, dan treatment. Biayanya akan lebih murah ketimbang satu kota di-'lockdown' tanpa tahu siapa yang positif,” ujarnya.
Menurutnya, warga harus diberikan tiga hak. Selain hak akses terhadap pelayanan publik, warga juga memiliki hak untuk sehat dan hak terhadap ekonomi.
“Kita penuhi hak hidupnya, hak sehatnya. Kalau sudah, insyaallah hak ekonominya bisa terpenuhi,” ucap Irvan.
Hal tersebut didukung pernyataan Ferry Hadiyanto. Menurut ekonom Unpad itu, Kota Bandung sedang memasuki fase krusial pada Juni dan Juli ini. Beberapa bulan lalu ekonomi Kota Bandung sudah sangat turun karena mampatnya roda perekonomian kota. Dua bulan ini bisa menjadi “turning point” bagi Kota Bandung jika melakukan langkah-langkah yang tepat.
Menurutnya, sudah saatnya Kota Bandung perlahan bangkit dari istirahatnya. Rekomendasi untuk membuka kembali pusat perbelanjaan bisa mulai dipertimbangkan. Ia menganggap sangat penting untuk menyalakan kembali optimisme ekonomi kepada masyarakat.
“Membuka sentra bisnis ini bisa menjadi sinyal bahwa ekonomi Kota Bandung akan bergerak cepat menuju kondisi ekonomi yang lebih baik,” tuturnya.
Di sisi lain, Pemkot Bandung juga membutuhkan dukungan finansial yang digerakkan melalui ekonomi kota untuk memberikan pelayanan publik. Jika ekonomi kota tidak segera diperbaiki, ia khawatir Kota Bandung bisa kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan akan kesulitan memberi pelayanan publik.
“Beberapa bulan lalu data ekonomi menurun. Kita berharap ini tidak terus berlanjut. Ekonomi harus diberi sinyal positif, kota juga harus mendapatkan sumber pendapatan dari ekonomi tersebut karena harus memberikan pelayanan publik. Kalau kondisi sekarang dibiarkan, PAD bisa hilang, dan akan sulit memberikan pelayanan,” bebernya.
Namun kaca mata lain datang dari antropolog Erna Herawati. Menurutnya, masyarakat masih perlu memperoleh edukasi tentang cara menghadapi pandemi ini. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang kondisi ini.
“Masyarakat hanya tahu, belum paham. Untuk sampai paham, masih ada tahapannya, ada enam tahap yang harus dilalui. Ini memerlukan edukasi, tidak hanya dari poster atau video, mulut ke mulut juga bisa,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan pemerintah dan komunitas untuk terus memberikan pemahaman kepada warga agar upaya mengendalikan pandemi ini bisa dilakukan bersama-sama. Mengubah perilaku memang tidak mudah, namun bisa diupayakan.
“Mengubah perilaku itu bisa sampai bergenerasi, memang tidak mudah. Jadi apa yang sudah dilakukan selama tiga bulan ini sudah cukup baik. Ini harus diteruskan,”tandasnya. (hms/red).
Dalam pertemuan tersebut, Pemkot Bandung meminta pandangan dan rekomendasi langkah lanjutan penanganan Covid-19 di Kota Bandung. Hadir tiga akademisi Unpad yaitu pakar kesehatan masyarakat, Irvan Afriandi; pakar ekonomi, Ferry Hadiyanto, dan pakar antropologi, Erna Herawati.
Ketiganya telah menyampaikan rekomendasi berdasarkan perkembangan kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini. Irvan Afriandi, misalnya, melihat tren kasus sudah cukup menurun meskipun angka absolut masih belum tercapai. Namun, hal ini merupakan sinyal yang baik untuk menunjukkan bahwa langkah Pemkot Bandung selama ini telah memberikan dampak positif.
“Kalau trennya menurun dan ditambah dengan indikator lainnya, walaupun belum begitu memuaskan tetapi itu modal optimisme kita bahwa apa yang dilakukan sudah pada rel yang baik. Ini sesuatu yang harus dipelihara dan dikuatkan dalam sistem pelayanan ke depan,” ungkap Irvan.
Menurutnya, langkah Pemkot Bandung untuk membatasi pergerakan manusia di dalam kota sudah cukup efektif. Namun ke depan ia melihat, pembatasan berskala wilayah besar bisa jadi dikurangi, beralih pada pembatasan situs di mana virus terdeteksi.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan Kota Bandung untuk melakukan pengetesan secara lebih masif agar lokasi virus tersebut bisa segera ditemukan. Dengan begitu, Pemkot Bandung bisa mengarantina situs yang lebih fokus tanpa harus membekukan satu wilayah yang tidak terjangkit.
“Jadi optimalkan pada pelacakan, pengetesan, dan treatment. Biayanya akan lebih murah ketimbang satu kota di-'lockdown' tanpa tahu siapa yang positif,” ujarnya.
Menurutnya, warga harus diberikan tiga hak. Selain hak akses terhadap pelayanan publik, warga juga memiliki hak untuk sehat dan hak terhadap ekonomi.
“Kita penuhi hak hidupnya, hak sehatnya. Kalau sudah, insyaallah hak ekonominya bisa terpenuhi,” ucap Irvan.
Hal tersebut didukung pernyataan Ferry Hadiyanto. Menurut ekonom Unpad itu, Kota Bandung sedang memasuki fase krusial pada Juni dan Juli ini. Beberapa bulan lalu ekonomi Kota Bandung sudah sangat turun karena mampatnya roda perekonomian kota. Dua bulan ini bisa menjadi “turning point” bagi Kota Bandung jika melakukan langkah-langkah yang tepat.
Menurutnya, sudah saatnya Kota Bandung perlahan bangkit dari istirahatnya. Rekomendasi untuk membuka kembali pusat perbelanjaan bisa mulai dipertimbangkan. Ia menganggap sangat penting untuk menyalakan kembali optimisme ekonomi kepada masyarakat.
“Membuka sentra bisnis ini bisa menjadi sinyal bahwa ekonomi Kota Bandung akan bergerak cepat menuju kondisi ekonomi yang lebih baik,” tuturnya.
Di sisi lain, Pemkot Bandung juga membutuhkan dukungan finansial yang digerakkan melalui ekonomi kota untuk memberikan pelayanan publik. Jika ekonomi kota tidak segera diperbaiki, ia khawatir Kota Bandung bisa kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan akan kesulitan memberi pelayanan publik.
“Beberapa bulan lalu data ekonomi menurun. Kita berharap ini tidak terus berlanjut. Ekonomi harus diberi sinyal positif, kota juga harus mendapatkan sumber pendapatan dari ekonomi tersebut karena harus memberikan pelayanan publik. Kalau kondisi sekarang dibiarkan, PAD bisa hilang, dan akan sulit memberikan pelayanan,” bebernya.
Namun kaca mata lain datang dari antropolog Erna Herawati. Menurutnya, masyarakat masih perlu memperoleh edukasi tentang cara menghadapi pandemi ini. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang kondisi ini.
“Masyarakat hanya tahu, belum paham. Untuk sampai paham, masih ada tahapannya, ada enam tahap yang harus dilalui. Ini memerlukan edukasi, tidak hanya dari poster atau video, mulut ke mulut juga bisa,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan pemerintah dan komunitas untuk terus memberikan pemahaman kepada warga agar upaya mengendalikan pandemi ini bisa dilakukan bersama-sama. Mengubah perilaku memang tidak mudah, namun bisa diupayakan.
“Mengubah perilaku itu bisa sampai bergenerasi, memang tidak mudah. Jadi apa yang sudah dilakukan selama tiga bulan ini sudah cukup baik. Ini harus diteruskan,”tandasnya. (hms/red).