Klik
BANDUNG, Faktabandungraya.com,--- Gubernur Jawa Barat yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) --selanjutnya ditulis Gugus Tugas Jabar-- Ridwan Kamil mengatakan, per pekan ini tidak ada lagi kabupaten/kota yang berstatus Zona Merah atau Risiko Tinggi di Jabar.
Dari 27 kabupaten/kota se- Jabar, saat ini masih terdapat 17 daerah yang masuk ke dalam Zona Kuning (Risiko Rendah) dan 10 daerah Zona Oranye (Risiko Sedang). Padahal pada pecan sebelumnya, Kota Depok menjadi satu-satunya daerah berstatus Zona Merah di Jabar, sementara 14 daerah adalah Zona Kuning dan 12 daerah lainnya Zona Oranye.
“Status per minggu ini tidak ada Zona Merah (di Jabar), terakhir minggu lalu ada Kota Depok," kata Kang Emil --sapaan Ridwan Kamil-- usai memimpin rapat koordinasi mingguan Gugus Tugas Jabar di Makodam III/Siliwangi, Kota Bandung, Selasa (25/8/2020).
Kang Emil menambahkan, per 22 Agustus lalu, pihaknya pun berhasil menekan Angka Reproduksi Efektif (Rt) COVID-19 kembali di bawah angka 1, yakni 0,92. Sementara angka Rt rata-rata Jabar berdasarkan hitungan dari Bappenas RI ada di angka 1,01.
“(Rata-rata) angka reproduksi COVID-19 Jawa Barat ini termasuk yang rendah, karena berada di urutan 26 terendah dari 34 provinsi yang ada di Indonesia,” kata Kang Emil.
Gugus Tugas Jabar juga terus berupaya meningkatkan pengetesan melalui uji usap (swab test) metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar) hingga Selasa (25/8) pukul 14:00 WIB, terdapat 203.306 tes PCR yang telah dilakukan di Jabar.
Mulai pekan ini, pengujian PCR ditargetkan mencapai hingga 50 ribu per pekan di 26 laboratorium dengan dukungan pengetesan lewat 27 unit PCR koper atau PCR portable yang bisa digunakan ke pelosok daerah.
“Kami menargetkan mulai minggu ini, per minggu pengetesan PCR bisa 50 ribu per minggu dengan kapasitas di 26 laboratorium ditambah 27 portable PCR yang sudah kita bagikan untuk mengetes di pelosok-pelosok (daerah) yang kurang terjangkau peralatan yang canggih,” kata Kang Emil.
Adapun usai libur panjang akhir pekan lalu, dirinya menegaskan, Gugus Tugas Jabar memantau peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dalam 14 hari ke depan.
Kang Emil berharap, tidak ada peningkatan kasus yang artinya penerapan protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini berjalan dengan efektif.
“Karena masa inkubasi biasanya sepuluh sampai 14 hari, kita akan monitor apakah 14 hari dari sekarang ada lonjakan (kasus) luar biasa. Mudah-mudahan tidak ada, kalau ada lonjakan berarti itu pola dari long weekend yang nanti jadi evaluasi pengambilan keputusan dalam penanganan di pariwisata,” tutur Kang Emil.
“Dan kalau tidak ada lonjakan berarti itu relatif protokol (kesehatan) kita selama long weekend sangat baik,” tambahnya.
Sementara itu dalam rapat tersebut, Ketua Harian Gugus Tugas Jabar Setiawan Wangsaatmaja melaporkan, positivity rate per 100 orang melalui pengetesan metode PCR per 23 Agustus di Jabar adalah 20 persen. Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka positivity rate per 100 orang harus sebesar 5 persen.
"Jumlah pengetesan kami (Jabar) jika melihat standar WHO satu persen dari jumlah penduduk, memang masih belum memenuhi,” ujar Setiawan.
Selain itu, di masa AKB sekaligus pemulihan ekonomi, Setiawan menjelaskan bahwa masyarakat yang tinggal di rumah atau stay at home cenderung menurun. Artinya, sudah banyak masyarakat yang melakukan aktivitas di luar rumah.
“Jadi, yang tinggal di rumah cenderung menurun, artinya banyak orang yang keluar. Dan kasus (terkonfirmasi positif COVID-19) cenderung meningkat. Ini sangat berkorelasi kuat antara orang-orang yang tidak tinggal di rumah atau beraktivitas di luar (rumah) dengan pertambahan kasus yang cenderung terus meningkat,” ucap Setiawan.
Untuk itu, dirinya mengingatkan masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M agar bisa beraktivitas dengan aman di masa AKB.
Dari 27 kabupaten/kota se- Jabar, saat ini masih terdapat 17 daerah yang masuk ke dalam Zona Kuning (Risiko Rendah) dan 10 daerah Zona Oranye (Risiko Sedang). Padahal pada pecan sebelumnya, Kota Depok menjadi satu-satunya daerah berstatus Zona Merah di Jabar, sementara 14 daerah adalah Zona Kuning dan 12 daerah lainnya Zona Oranye.
“Status per minggu ini tidak ada Zona Merah (di Jabar), terakhir minggu lalu ada Kota Depok," kata Kang Emil --sapaan Ridwan Kamil-- usai memimpin rapat koordinasi mingguan Gugus Tugas Jabar di Makodam III/Siliwangi, Kota Bandung, Selasa (25/8/2020).
Kang Emil menambahkan, per 22 Agustus lalu, pihaknya pun berhasil menekan Angka Reproduksi Efektif (Rt) COVID-19 kembali di bawah angka 1, yakni 0,92. Sementara angka Rt rata-rata Jabar berdasarkan hitungan dari Bappenas RI ada di angka 1,01.
“(Rata-rata) angka reproduksi COVID-19 Jawa Barat ini termasuk yang rendah, karena berada di urutan 26 terendah dari 34 provinsi yang ada di Indonesia,” kata Kang Emil.
Gugus Tugas Jabar juga terus berupaya meningkatkan pengetesan melalui uji usap (swab test) metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar) hingga Selasa (25/8) pukul 14:00 WIB, terdapat 203.306 tes PCR yang telah dilakukan di Jabar.
Mulai pekan ini, pengujian PCR ditargetkan mencapai hingga 50 ribu per pekan di 26 laboratorium dengan dukungan pengetesan lewat 27 unit PCR koper atau PCR portable yang bisa digunakan ke pelosok daerah.
“Kami menargetkan mulai minggu ini, per minggu pengetesan PCR bisa 50 ribu per minggu dengan kapasitas di 26 laboratorium ditambah 27 portable PCR yang sudah kita bagikan untuk mengetes di pelosok-pelosok (daerah) yang kurang terjangkau peralatan yang canggih,” kata Kang Emil.
Adapun usai libur panjang akhir pekan lalu, dirinya menegaskan, Gugus Tugas Jabar memantau peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dalam 14 hari ke depan.
Kang Emil berharap, tidak ada peningkatan kasus yang artinya penerapan protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini berjalan dengan efektif.
“Karena masa inkubasi biasanya sepuluh sampai 14 hari, kita akan monitor apakah 14 hari dari sekarang ada lonjakan (kasus) luar biasa. Mudah-mudahan tidak ada, kalau ada lonjakan berarti itu pola dari long weekend yang nanti jadi evaluasi pengambilan keputusan dalam penanganan di pariwisata,” tutur Kang Emil.
“Dan kalau tidak ada lonjakan berarti itu relatif protokol (kesehatan) kita selama long weekend sangat baik,” tambahnya.
Sementara itu dalam rapat tersebut, Ketua Harian Gugus Tugas Jabar Setiawan Wangsaatmaja melaporkan, positivity rate per 100 orang melalui pengetesan metode PCR per 23 Agustus di Jabar adalah 20 persen. Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka positivity rate per 100 orang harus sebesar 5 persen.
"Jumlah pengetesan kami (Jabar) jika melihat standar WHO satu persen dari jumlah penduduk, memang masih belum memenuhi,” ujar Setiawan.
Selain itu, di masa AKB sekaligus pemulihan ekonomi, Setiawan menjelaskan bahwa masyarakat yang tinggal di rumah atau stay at home cenderung menurun. Artinya, sudah banyak masyarakat yang melakukan aktivitas di luar rumah.
“Jadi, yang tinggal di rumah cenderung menurun, artinya banyak orang yang keluar. Dan kasus (terkonfirmasi positif COVID-19) cenderung meningkat. Ini sangat berkorelasi kuat antara orang-orang yang tidak tinggal di rumah atau beraktivitas di luar (rumah) dengan pertambahan kasus yang cenderung terus meningkat,” ucap Setiawan.
Untuk itu, dirinya mengingatkan masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M agar bisa beraktivitas dengan aman di masa AKB.