H. Memo HErmawan ( Anggota Komisi IV DPRD Jabar dari FPDIP ) (foto:istimewa) |
Penomena perubahan lahan
pertanian produktif menjadi non pertanian
tentunya menjadi ancaman serius bagi pemerintah dalam memenuhi ketahanan
pangan. Bahkan setiap tahun ada ratusan hektar sawah berubah peruntukannya, baik
menjadi perumahan, infrastruktur, kawasan industri dan peruntukan lainnya.
Hal ini terjadi, menurut Memo Hermawan
yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Jabar ini, alih fungsi lahan pertanian ini
tetap terjadi karena belum ada realisasi aturan hingga ke tingkat daerah.
Instrumen hukum memang sudah ada,
yaitu UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Dalam UU 41/2009 yang mengatur sistem
dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan
membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya
secara berkelanjutan.
Sebagai turun dari UU 41/2009
tersebut, di perovinsi Jabar juga sudah ada Peraturan Daerah ( Perda) Provinsi
Jabar No 27 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Bahkan ada juga Peraturan
Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Namun, sangat disayangkan
walaupun sudah ada instrumen/ regulasi hukum tetapi itu belum diikuti
sepenuhnya oleh Kabupaten/ kota di Jabar, sehingga dilapangan belum terealisasi
sepenuhnya.
“Mengatasi fenomena alih fungsi
lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian memang bukanlah hal yang mudah”,
ujar politisisenior PDIP Jabar ini.
Lebih lanjut Memo Hermawan
mengatakan, dalam Perda Tata Ruang Jawa Barat, lahan pertanian yang akan
menjadi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) seluas 900.000 hektare.
Namun, dalam mempertahan lahan pertanian seluas tersebut, juga tidak
mudah.
Salah satu kendalanya dalam
menetapkan dan menjaga lahan pertanian berkelanjutan disebabkan belum adanya
sinergitas antara kebijakan di tingkat Provinsi dengan Kabupaten/Kota.
“Memang sulit untuk mengawasi
alih fungsi lahan, tentunya pemerintah kabupaten/kota juga dengan sendirinya
melakukan penerapan perundang-undangan yang melindungi lahannya masing-masing.
Karena kabupaten kan juga punya Perbup masing-masing,” ujarnya.
Ia memberikan contoh di Kabupaten
Garut. Dimana Pemerintah Kabupaten Garut terlihat memaksakan dengan menjadikan
beberapa daerah menjadi kawasan industri dalam Revisi Perda RTRW Kabupaten Garut.
Padahal, berdasarkan data, Kabupeten Garut merupakan kawasan konservasi
pertanian yang sangat baik.
“Bayangkan saja sekarang saja
sudah terjadi kerusakan lingkungan di Kabupaten Garut, apalagi adanya kawasan
industrialisasi.”tegas mantan Wakil Buapti Garut ini.
Garut sebagai kawasan konservasi pertanian dengan kondisi lahan
sangat cocok untuk agro ekologis, seharus diperhitungkan untuk Ruang Terbuka
Hijau (RTH) berpa luasnya, lahan sawahnya berapa.
Kalau sudah ditetapkan bersama Pemda dan DPRD Garut, seharus dipegang teguh,
jangan sampe perizinannya itu sembarangan. Intinya harus diperketat
perijinannya, sehingga lahan pertanian tidak semakin tergerus beralih fungsi
menjadi lahan non pertanian, tandas Memo
wakil rakyat dari Dapil Kabuapten Garut ini. (adikarya/husein).