M.Hasbullah Rahmat, S.Pd, M.Hum (anggota Komisi IV DPRD Jabar ), (foto: istimewa). |
Anggota Komisi IV DPRD Jabar M.
Hasbullah Rahmat, S.Pd,M.Hum, membenarkan bahwa sudah beberapa kali terjadi
relokasi anggaran di seluruh Organiasi Perangkat Daerah (OPD). Baik pada APBD
Tahun 2020 maupun 2021 sekarang ini.
Dengan adanya relokasi anggaran di
OPD tentunya, akan berdampak terhadap program prioritas yang terpaksa di hapus
dikurangi anggarannya, bahkan ada juga yang dihapus/ dibatalkan.
Hasbullah mengatakan, relokasi
anggaran dilakukan berdasarkan Surat Edaran (SE) secara eksplisit dari
Kementerian Keuangan Nomor 2 Tahun 2020. Sehingga, anggaran yang bersumber dari
Dana Anggaran Umum (DAU) harus diperuntukan 8 persen untuk penanggulangan
Covid-19, terutama untuk vaksinasi.
Bahkan, dana desa sebanyak 30
persen juga harus dialokasikan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan 8 persen
peruntukan untuk vaksinasi. Sedangkan, di Provinsi pihaknya belum mengetahui
kebijakannya seperti apa, akan tetapi sepengetahuan dirinya, DAU lebih besar
angkanya di Dinas Pendidikan (Disdik), kemudian sedikit di Dinas Kesehatan
(Dinkes) Jabar.
“Saya kira SE itu baru terbit 8
februari 2020 lalu, ini kan mau tidak mau kalau di daerah yang ada DAU itu agak
besar. Sedangkan beberapa dinas lain masih relatif sedikit. Paling besar itu
Disdik,” kata Hasbullah kepada Faktabandungraya, saat ditemu di gedung DPRD
Jabar, Selasa (18/5-2021).
Selain itu, lanjut politisi PAN
Jabar ini, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) harus menyikapi dana Pemilihan
Ekonomi Nasional (PEN) dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Menurutnya,
PEN menjadi begitu seksi karena ketika pembahasan anggaran 2021 di september
hingga november terdapat kesepakatan antara dewan dengan TAPD untuk tidak
menggeser dana PEN.
“Otomatis kalau dibuat Perda
dalam APBD dan Pergub, itu kan logikanya nggak boleh digeser-geser. Nah, cuman
saya juga tahu belum nih, katanya ada beberapa hal yang kemungkinan dipending
atau bagaimana karena berbagai faktor,” ujarnya.
Hasbullah menilai konsekuensi
ketika utang telah ditandatangani dengan PT SMI dan akan menjadi bagian di
dalam dokumen utang daerah Jabar. Sehingga, dana tersebut tidak bisa realokasi,
terlebih sudah terdapat dalam nomenklatur utang.
“Kalau mau bangun alun-alun ya
alun-alun, tidak bisa tiba-tiba untuk kursi sekolah mana, tidak bisa dan tidak
boleh,” ujar HAsbullah yang juga Ketua Badan Kehormatan DPRD Jabar ini.
Ia menegaskan, jika sebuah
pembangunan yang menggunakan dana pinjaman tidak bisa terealisasikan maka
logikanya akan menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Kemudian,
kerugiannya menjadi 2 kali, padahal dalam kontrak dengan PT SMI sudah jelas
masuk ke kas daerah.
“Kalau dia jadi utang masuk ke
kas daerah uangnya. Tapi konon katanya pembayaran masuk ke kas daerah
berdasarkan progres. Jadi bukan sekarang Pak Gubernur tanda tangan utang
uangnya masuk. Rp 1,8 triliun, okelah karena sudah lewat tapi yang Rp 2,2
triliun di APBD murni tahun 2021 ini apakah uangnya langsung masuk ke kas
daerah?,” tegasnya.
Daddy menyebut jika dihitung
berdasarkan pembayaran bisa jadi tidak senilai Rp 2,2 triliun, kalau terdapat
pekerjaan yang ditahan atau ditunda. Jika sebuah pembangunan ditahan, otomatis
Pemprov Jabar tidak bisa mengerjakan pembangunan dan tidak bisa mencairkan ke
PT SMI.
“Nah ini yang saya kira telah
berkali-kali mengingatkan dalam berbagai kesempatan dengan rekan-rekan. Saya
bilang, khusus soal PEN ayo kita lihat karena ini utang daerah. Ini
ditandatangani sebagai pinjaman daerah, angka Rp 2,2 triliun itu apakah di
lapangan terealisasi betul semua yang nomenklaturnya tertera dalam APBD
terealisasi seperti itu?,” lanjutnya.
“Konsekuensinya bukan apa-apa,
pada kewajiban kita membayar setiap termin APBD murni maupun perubahan. Kurang
lebih Rp 660 miliar per tahun. Hal ini perlu
kita cermati bersama,” tandasnya, (Adikaraya/husein).