JAKARTA – Penyelenggaraan kegiatan
"PWI Bermunajat: Mengetuk Pintu
Langit" yang di gelar oleh PWI Pusat yang turut dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin
secara virtual, mendapat apresiasi dari Dewan Pers. Wapres RI Ma'ruf Amin hadiri secara virtual dlm acara PWI Bermunajat :Mengetuk Pintu Langit
( foto:hmspwi)
Acara dibuka Ketua PWI Pusat,
Atal S. Depari dan tausyiah dibawakan oleh Ustaz Das'ad Latief. Hadir pula
Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi dan pengurus PWI Pusat, anggota Dewan
Kehormatan, Ilham Bintang, serta anggota PWI dari berbagai daerah di Indonesia.
Ketua Dewan Pers, M. Nuh mengatakan
, atas nama Dewan Pers, izinkan saya menyampaikan penghargaan luar biasa kepada
PWI yang telah mengambil inisiatif untuk melakukan acara yang sungguh luar
biasa ini, Bermunajat Mengetuk Pintu Langit. Ada satu ikhtiar yang sungguh luar
biasa.
M. Nuh meyakini cara merespons
kondisi turbulensi seperti sekarang tidak bisa menggunakan logika-logika masa
lalu atau usang. "Karena covid ini persoalan baru, maka approach-nya pun
baru. Tentunya yang lama bisa dipakai, tetap kita pakai," tutur M. Nuh.
Ia melihat pagebluk ini telah
menjadi persoalan kompleks karena berdampak lintas sektor. Maka itu solusinya
tidak boleh sederhana. "Nah salah satu approach kompleks itu lintas
komponen bangsa. Intinya kebersamaan, partisipasi dari masyarakat keseluruhan
menjadi kunci pada saat menyelesaikan persoalan kompleks ini. Saya tidak ada,
yang ada adalah kita," kata M. Nuh, menekankan.
"Ketika persoalan saya
menjadi persoalan kita, maka aktornya adalah kita, bukan saya," imbuhnya.
M. Nuh pun mengajak seluruh insan
pers untuk terus memobilisir sumber daya yang ada di masyarakat dijahit menjadi
bagian dari 'kekitaan'. "Yakinlah dengan kekitaan itu persoalan rumit pun
InsyaAllah bisa diselesaikan, ditambah lagi hari ini kita bermunajat kepada
Allah, hakekatnya yang bisa menyelesaikan persoalan itu Allah, yang bisa
menyembuhkan itu Allah," ucapnya.
Rumus terakhir yang ingin ia bagikan adalah menumbuhkan empati terhadap sesama. "Begini Pak Atal, social complexity itu perkembangannya jauh lebih cognitive capacity. Persoalan sosial sudah sampai di sini, tapi pemahaman kita masih di sini sehingga ada gap, ada blank zone, ada wilayah masih gelap yang jadi misteri," tuturnya.
Di wilayah masih abu-abu inilah
semua orang diminta berpikir mencari alternatif-alternatif jawaban, termasuk
memanfaatkan data-data scientific approach. "Kami sangat yakin panjenengan
sudah melakukan itu semua, yaitu ajak semua menumbuhkan partisipasi, empati.
Simpati sudah selesai, ndak cukup simpati saja tapi yang dibutuhkan empati, ada
suasana emosi tapi ada suasana riil yang bisa kita beri dukungan," jelas
M. Nuh.
Ketua Dewan Pers M.Nuh ( Foto:hmspwi) |
Ia sependapat dengan pernyataan
Atal. S Depari tentang perang melawan COVID-19. "Begitu kita declare
melawan covid, maka harus kita berlindung kepada Allah, jangan menjadi disersi,
disersi sosial maupun spiritual," tegas dia.
Disersi istilah yang dipakai di
dunia kemiliteran, yaitu tentara yang melarikan diri saat perang.
Terkait hal ini, M. Nuh
menyerukan sebisa mungkin ikut berpartisipasi perang melawan COVID-19 baik di
hulu maupun di hilir. Salah satu persoalan hilir dari COVID-19 yaitu
bermunculan anak-anak yatim.
"Saya menghitung berapa
yatim baru per tanggal 2 Juli kemarin itu hampir 50 ribu, kalau ditambah
sekarang 1500 tiap hari yang meninggal, maka bisa jadi sudah 70 ribu yang yatim
baru," ia memperkirakan.
Menurut dia, di antara yatim baru
itu bisa saja termasuk keluarga insan pers sendiri. "Oleh karena itu
paling tidak kita mengambil sebagian beban dari sebagian yatim-yatim baru itu
sebagai bakti kita, tentara yang tidak melakukan disersi baik di hulu sini
maupun di hilir," ujar M. Nuh.
Sementara dalam tausyiahnya, Ustaz Das'ad mengajak untuk ambil pelajaran atau pesan moral dari kisah tiga pemuda yang terperangkap di dalam goa sempit.
"Rasulullah Shallallahu
'alaihi wassallam pernah mengisahkan ada tiga orang pemuda berjalan. Nah karena
perjalanannya tiba waktu malam dan pada saat itu tidak ada hotel, tiga pemuda
ini masuk ke dalam goa untuk
beristirahat," ulas Ustaz Das'ad.
Ketika mereka tidur, tanpa
disadari terjadi gempa dan pintu goa pun tertutup. Pemuda paling senior
kemudian mengajak berdoa. "Tidak ada pilihan lain. kita berusaha dulu,
berikhtiar dulu, ayo dorong sama-sama satu dua tiga, nggak bisa terbuka. Kita
sudah ikhitiar sudah saatnya berdoa," kata dia, bercerita.
Pemuda pertama berdoa dengan
mengenang kebaikannya yang mengurusi ibunya setiap hari. Pintu goa pun bisa
didorong tapi belum bisa dilewati.
Majulah pemuda kedua berdoa. Ia
memohon agar dikabulkan doanya karena telah berhasil menghindar dosa, yaitu
tidak melakukan maksiat. Pintu goa kembali bisa digeser walau sedikit.
Ustaz Das'ad (foto:hmspwi) |
Tiba giliran pemuda ketiga. Ia
memohon kepada Allah SWT agar dikabulkan doanya karena telah menjaga amanah.
Akhirnya pintu goa terbuka lebar dan mereka bertiga bisa keluar.
"Sederhana kisah yang kita
dengar tadi, tapi pesan moralnya sangat kuat. Pertama, tidak ada manusia tidak
ada masalah, percaya itu. Ini tiga orang di dalam goa yang sangat kecil, tidak
sampai 2x2 meter, tapi mereka punya masalah apalagi bangsa Indonesia," jelas
Ustaz Das’ad.
Dari sini pesan moral yang bisa
diambil adalah ketika datang masalah berdoalah kepada Allah.
"Alhamdulillah wartawan sekarang ramai yang rajin berdoa, anggota PWI
sekarang saya lihat hebat berdoa, tapi sayangnya berdoanya bukan selesai
sholat, ketika pegang handphone update status 'mudah-mudahan wabah segera
berlalu,' 10 menit kemudian update status lagi di Facebooknya 'mudah-mudahan
semua cepat berlalu.' Memangnya Tuhan baca statusmu," ucapnya berkelakar.
"Lalu bagaimana berdoa?
berdoa di atas sajadah bukan di Instagram, bukan di Facebook,"
imbuhnya.
Ustaz Das'ad juga mengingatkan
pesan Nabi Muhammad SAW jika ingin doa cepat dikabulkan Allah SWT. "Birrul
walidain, berbuat baiklah kepada kedua orangtuamu. Kalau masih pejabat
Indonesia, pejabat dinas lebih hormat kepada manajernya, kepada atasannya
dibandingkan orangtuanya demi Allah cara apapun yang kau lakukan menurut garis
keimanan, susah selesai masalah," tegasnya.
Kedua, agar doa cepat dijabah
Allah, yaitu, dengan menghilangkan kemaksiatan dan kemungkaran. "Wabah ini
telah menelan ribuan anak bangsa, jutaan yang hilang lapangan pekerjaannya,
ratusan orang yang hilang keluarganya karena wabah ini. Tapi ternyata masih ada
pengusaha yang menjadi wabah ini ladang bisnis, dia hisap darah anak bangsa,
dia teriak saya Pancasila, saya NKRI tapi alkes dijadikan bisnis
mengerikan," kritiknya.
Ia menyayangkan dalam situasi
wabah seperti ini masih ada politisi menjadikan panggung politik.
"Nauzubillah mindalik. Ingat Saudara, jabatan, umur, niaga ada batasnya.
Tapi jika engkau mengambil kesempatan berbisnis, mengambil kesempatan ini
memperkaya diri sendiri tunggulah kau malaikat, sampai berapa umurmu,"
ujarnya memberi peringatan.
"Ada jurnalis mengambil ini
cari muka ke pemerintah, tunggu, kau dapat sakratul maut," sentilnya,
lebih lanjut.
Ketika dihadapi wabah COVID-19
ini semestinya disambut dengan ahsanul amalan yaitu berbuat amal baik.
"Allah memberikan wabah ini, Allah jadikan cobaan ini sebagai ujian di
antara kalian sapa yang lebih banyak manfaatnya buat orang lain maka
teman-teman jurnalis mari mengambil kesempatan, bagian dari wabah ini dngan
cara mencerdasakan kehidupan bangsa, memberikan informasi baik, memberikan
berita-berita mendidik, bukan yang meneror," pintanya.
Dan, masih kata Ustaz Das'ad,
pesan moral ketiga adalah memegang amanah tanggung jawab jabatan dengan teguh.
Acara diakhiri dengan doa dipandu Ustaz Das'ad. (Humas PWI Pusat/red)