Komisi I DPRD Jabar rapat kerja dengan OPD bahas RAPBD T.A 2022 ( foto;humas).
Kab. BANDUNG – Bahas Rancangan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2022, Komisi I
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provins Jawa Barat meminta agar Organisasi
Perangkat Daerah(OPD) dalam menyusun anggaran berpihak pada kepentingan publik
yang disesuaikan dengan struktur anggaran dan proporsional.
Anggota Komisi I DPRD Jabar H.
Mirza Agam Gumay, mengatakan dalam Nota
Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang disampaikan oleh Gubernur
Jabar Ridwan Kamil, dalam rapat paripurna DPRD Jabar beberapa hari lalu,
rencana target pendapatan daerah dalam RAPBD 2022 sebesar Rp.31,12 trilian,
mengalami penurunan sebesar Rp.10,35 truliun atau 24,95% dibandingkan tahun
2021 sebesar Rp.41,47 triliun.
Dengan adanya penurunan
pendapatan daerah, maka anggaran belanja juga mengalami penurunan yaitu menjadi Rp.31,09 triliun atau berkurang
sebesar Rp.13,53 triliun atau turun 30,31% dibandingkan dengan belanja tahun
2021 sebesar Rp.44,62 trilun.
Namun, walaupun dalam RAPBD T.A
2022 pendapatan dan belanja daerah mengalami penurunan bukan berarti, OPD mitra
kerja dalam menyusun anggaran tidak berpihak kepada kepentingan publik. Kita
minta masing-masing OPD harus sesuai dengan struktur anggaran dan proprsional.
Demikian dikatakan Agam—sapaan—Mirza
Agam Gumay saat diminta tanggapannya terkait pembahasan penyusunan RAPBD 2022
dengan OPD mitra kerja Komisi I DPRD Jabar, Kamis (18/11/2021).
"Kami mengkritisi
perencanaan penganggaran sekaligus ingin memastikan dengan anggaran yang minim
akibat pengurangan pendapatan bahwa target utama dari kinerja pemerintahan bisa
tercapai," kata Agam
Dikatakan, Kita (Komisi I-red), minta jangan sampai ada OPD tidak bisa
melaksanakan kegiatan-kegiatan utama akibat adanya pengurangan anggaran.
Seperti anggaran pokok (fixcost) harus pastikan dulu agar rencana kegiatan
tersebut dapat dilaksanakan. Karena memang anggaran di Jawa Barat secara
keseluruhan saat ini kondisinya cukup prihatin. Sehingga pengelolaan di
masing-masing OPD ini harus bijak.
"Misalnya, gaji karyawan,
honorer disaat situasi seperti ini justru malah diberhentikan. Itu tidak bijak,
dan dampaknya nanti terhadap pelayanan. Pemerintah pun penyerapan anggarannya
tidak tercapai," tandasnya. (adikarya/sein).