Pimpinan dan anggota Pansus VI saat malakukan raker dengan Kementerian Perhubungan dan Manajemen Pembangunan KCJB (foto:daro).
BANDUNG,
Faktabandungraya.com,-- Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang
kini sudah mencapai 79,9 persen, diharapkan dapat beroperasional pada bulan Juni
2023. Namun, hingga kini masih terjadi
pro-kontra. Mulai dari penamaan hingga tempat Transit Oriented Development
(TOD).
Bukan
hanya terkait proses pembangunannya, pro-kontra juga dikaitkan dengan namanya.
Pada masa-masa awal pembangunannya, nama yang digaungkan adalah Kereta Cepat Indonesia
China (KCIC) kemudian berubah jadi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Belakangan, nama KCIC lebih dilekatkan pada perusahaan patungan Indonesia-China
itu.
Anggota
Pansus VI DPRD Jabar yang menggodok Raperda RTRWP Jabar, Drs.H. Daddy Rohnady
membenarkan bahwa hingga saat ini pembangunan KCJB sudah mencapai 79,9 persen,
sehingga diharapkan pembangunan dapat selesai danberoparasional pada bulan Juni
2023 mendatang.
Namun,
walaupun progress pembangunan sudah mencapai 79,9 persen, masih saja terjadi
pro-kontra, baik soal pembangunan, penamaan (KCIC atau KCJB) hingga kini belum
jelas diputuskan. Nama yang dipergunakan. Termasuk juga perubahan Transit
Oriented Development (TOD).
Demikian
dikatakan Daddy Rohanady yang juga anggota Komisi IV DPRD Jabar ini saat
dimintai tanggapannya terkait perkembangan pembangunan KCJB, Selasa
(25/01/2022).
Dikatakan,
pada rencana awal ada empat transit oriented develompent (TOD) yaitu satu
berada di DKI Jakarta, yakni Halim Perdana Kusumah dan tiga di Provinsi Jawa
Barat, yakni di Karawang, Walini (Kab.Bandung Barat), dan Tegalluar (kota
Bandung). Namun, dalam perkembangannya, TOD Walini ditunda lebih dahulu.
Menurut
politisi Partai Gerindra Jabar ini, ditundanya pembangunan TOD Walini, karena
pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menilai Padalarang lebih pas daripada
Walini. Hanya saja, salah satu syaratnya untuk mengoptimalkan TOD Padalarang
adalah harus ada feeder dari Kebon Kawung serta melayani Bandung dan Cimahi.
Padahal,
di kawasan Walini sudah beredar banyak pihak yang berusaha membebaskan lahan.
Hal itu bisa dipahami mengingat rencana awal di TOD Walini pada awalnya akan
dikembangkan menjadi alternatif pengganti Ibu Kota Jawa Barat. Bahkan ada rencana
dibangun pula kampus Institut Teknologi Bandung (ITB). Dengan demikian,
dibutuhkan lahan lebih dari seribu hektare.
Di
sisi lain, dengan ditambahnya TOD Padalarang, dibutuhkan pula kerja sama dengan
manajemen Kota Baru Parahyangan. Memang pasti dibutuhkan banyak penyesuaian.
Meskipun demikian, Padalarang dinilai lebih strategis. Padalarang dianggap
lebih potensial menjadi titik pertemuan dari banyak lokasi, sehingga lebih
potensial pula untuk menjaring penumpang.
Sebagai
informasi, Transit Oriented Development (TOD) adalah pada konsep perencanaan
kota yang terintegrasi dengan menggabungkan sistem transportasi, tempat
tinggal, area komersial, ruang terbuka, dan ruang publik.
Tujuan
konsep TOD tak lain untuk memudahkan masyarakat dan pengguna untuk melakukan
perjalanan dengan berjalan kaki, sepeda, maupun moda transportasi umum.
Pengoptimalan
penggunaan moda transportasi umum ini, menjadikan kota-kota yang menerapkan
konsep TOD berhasil mengurangi angka kemacetan karena penggunaan kendaraan
pribadi juga berkurang. (adikarya/husein).