Anggota Komisi II DPRD Jabar, H. Mirza Agam Gumay dari Fraksi Gerindra (foto:hms). |
CIANJUR, Faktabandungraya.com,-- Anggota Komisi II DPRD Jabar, H.Mirza Agam Gumay mengatakan, berbicara soal ketahanan pangan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang no.18 tahun 2012 tantang Pangan.
Berdasarkan UU No.18/2012 bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Menurut Agam –sapaan—Mirza Agam Gumay, walaupun masalah ketahan pangan sudah diatur dalam UU No.18 tahun 2012. Namuh, harus diakui bahwa saat ini ketahanan pangan belum menyentuh masyarakat secara keseluruhan, meskipun ketahanan pangan secara nasional terpenuhi.
Untuk di Jabar sendiri, berbagai kebijakan dan regulasi , kita dukung agar tidak terjadi ketimpangan dan rawan pangan ditengah masyarakat. Namun, kenyataannya implentasi dilapangan masih belum sesuai dengan kebijakan.
“Harus diakui, persoalan ketahanan pangan masih melanda masyarakat kita. Ini harus menjadi perhatian serius bersama,”kata Agam saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin (21/03/2022).
Agam juga mengakui bahwa untuk mencapai pembangunan ketahanan pangan, tidaklah mudah. Untuk itu, harus bahu membahu bekerjasama dan berkolaborasi semua sector . Mulai dari pusat dan daerah. Sehingga, tujuan dan sasaran pembangunan ketahanan pangan nasional sampai masyarakat perorangan.
Krisis pangan yang terjadi pada tahun-tahun belakangan menggambarkan penurunan produktivitas hasil pertanian. Selain dikarenakan tidak meratanya distribusi bahan pangan, juga akibat penimbunan bahan pangan oleh swasta. Oleh karena itu, pemerintah dituntut ekstra keras, menangani persoalan ini.
Lebih lanjut, Agam mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban untuk lebih memperhatikan pembaruan agraria, yang menjamin akses dan kontrol petani atas sumber daya agraria, serta didukung industri dan perdagangan yang mendukung pertanian.
Permasalahan pangan ini menguat sejak dilakukannya penyeragaman bahan makanan pokok masyarakat. Masyarakat yang secara adat dan turun temurun, sesungguhnya sudah memiliki makanan pokoknya seperti jagung, sagu, gaplek dan lain sebagainya, diarahkan pada mngkonsumsi beras sebagai sumber bahan pangan pokok.
Pada saat ini negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, sehingga arti bahan makanan pokok bagi Indonesia sebagai negara agraris sangatlah penting.
Sistem budidaya tanaman pembangunan pertanian, melibatkan pihak pemerintah, badan usaha dan petani. Oleh karena itu dalam pembuatan aturan harus yang berpihak dan menguntungkan petani.
“Sangat tidak mungkin petani bersaing dengan badan usaha. Petani harus mendapat bantuan, baik pendampingan, pembinaan dalam peningkatan hasil produksi dengan bibit yang baik,” ujarnya.
Untuk itu idealnya, menurut Agam, pertanian dan sarana produksi pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas petani, yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
“Petani diberi peran dalam pengelolaan lahan sebesar-besarnya, serta didukung oleh teknologi dan permodalan, sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal. Ini harus berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” tandasnya. (Adip/dbs/husein).