Komisi A DPRD Kota Bandung menggelar raker bersama mitra kerja terkait pembangunan JPO Jalan Gatot Subroto, di Ruang Badan Musyawarah DPRD Kota Bandung, (foto:humpro). |
BANDUNG, Faktabandungraya.com,-- Bahas Pembangunan Jembatan Penyeberangan orang (JPO) jalan Gator Subroto, Komisi A DPRD Kota Bandung menggelar rapat kerja bersama Bapenda, Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang (DCKBKTR), DPMPTSP, dan Satpol PP Kota Bandung, di Ruang Badan Musyawarah DPRD Kota Bandung.
Rapat kerja dipimpin oleh Ketua
Komisi A DPRD Kota Bandung, H. Rizal Khairul, SIP., M.Si, dan dihadiri oleh
Wakil Ketua, Khairullah S.Pd.I, Sekretaris, Erick Darmadjaya B.Sc, M.K.P, serta
para anggota komisi A, yaitu Aan Andi Purnama, dan DR. Ir. H. Juniarso Ridwan,
SH., MH., M.Si.
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi A
DPRD Kota Bandung Rizal Khairul mendorong agar pembangunan JPO di Jalan Gatot
Subroto tidak hanya dinilai dari aspek estetika saja, namun juga aspek keamanan
dan ketertibannya yang perlu menjadi perhatian dari Pemerintah Kota Bandung.
"Dengan memperhatikan tiga
aspek persyaratan dan teknis tersebut, maka setiap potensi yang dapat menjadi
permasalahan di kemudian hari, terutama faktor cuaca dapat diminimalisir,"
ujar Rizal.
Ia pun mendorong terkait harus
adanya kejelasan regulasi perizinan dari pemasangan reklame di JPO yang
disosialisasikan kepada masyarakat. Dengan begitu, JPO ini nantinya tidak
menyebabkan kebimbangan masyarakat, termasuk Satpol PP yang akan menindak tegas setiap pelanggaran Perda.
"Regulasi perizinan ini harus
jelas disampaikan kepada masyarakat. Jangan sampai membuat kegalauan
masyarakat, apalagi Satpol PP yang akan melakukan penindakan terhadap setiap
bentuk pelanggaran Perda di Kota Bandung," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi A, Khairullah
berharap, penataan JPO sebagai ruang publikasi perlu dilakukan lebih
komprehensif dan tegas, terutama bagi reklame-reklame yang terbukti tidak
berizin maupun izinnya telah berakhir.
Sekretaris Komisi A DPRD Kota
Bandung, Erick Darmadjaya menuturkan, pembentukan regulasi perizinan,
pengelolaan dan pemanfaatan dari JPO ini, harus memiliki semangat dan pemahaman
yang sama di antara pemangku kepentingan, termasuk perusahaan sebagai pengguna
jasa, sebagai upaya penataan yang lebih baik.
"Jadi dalam upaya penataan ini
harus dilakukan satu pintu, satu komando, dan terintegrasi, sehingga bisa
ditunjuk siapa penanggung jawabnya, tidak lempar sana lempar sini begitu
terjadi persoalan," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD
Kota Bandung, Aan Andi Purnama menuturkan, keberadaan JPO yang selama ini
menjadi media reklame harus mulai dilakukan penataan, bahkan dikelola langsung
oleh pemerintah Kota Bandung sebagai salah satu potensi aset pendapatan asli
daerah.
"Selama ini, cukup banyak
izin-izin pemasangan reklame yang sudah expired (kedaluwarsa). Maka hal ini
perlu dilakukan pendataan kembali dan pengelolaannya kalau bisa diambil alih
dari pihak swasta oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai salah satu sumber
potensi pendapatan," ucapnya.
Terlebih, menurut Aan, pendapatan
pajak dari reklame selama ini sangatlah kecil, bahkan tidak sebanding dengan
potensi pendapatan yang diperoleh pihak swasta yang selama ini sebagai pihak pengelola.
Hal senada disampaikan oleh Juniarso
Ridwan. Ia menilai Pemerintah Kota Bandung perlu menyusun suatu regulasi yang
jelas dalam hal perizinan, pengelolaan, dan pemanfaatan JPO sebagai suatu aset
daerah.
"Regulasi baru ini harus mampu
memberikan rasa keadilan, kenyamanan, percepatan pelayanan, sekaligus pengatur
dalam hal pengelolaan penataan kota dan
pendapat asli daerah (PAD) sesuai dengan target yang ditetapkan,"
katanya. (Perm/sein).