Komisi D DPRD Kota Bandung menggelar rapat kerja terkait Persiapan PPDB 2022, di Gedung DPRD Kota Bandung |
BANDUNG,Faktabandungraya.com, -- Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung, Aries Supriatna berharap proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022 di Kota Bandung dapat lebih baik dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut ia sampaikan pada Rapat
Komisi D DPRD Kota Bandung terkait Persiapan PPDB 2022 bersama Dinas
Pendidikan, Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil, Ketua Paguyuban Camat, Ketua Paguyuban Lurah dan Bagian Tata
Pemerintahan Kota Bandung, di Gedung DPRD Kota Bandung, Selasa (17/5/2022).
"Hari ini kita memberikan
masukan agar PPDB 2022 lebih baik dari tahun 2021," tuturnya.
Menurut Aries, salah satu yang perlu
diperhatikan yakni warga yang masuk kategori Rawan Melanjutkan Pendidikan
(RMP). Sistem yang disiapkan maupun kebijakan yang ada tidak boleh menghambat
untuk masuk sekolah.
Oleh karena itu, DPRD meminta agar
Musyawarah Kelurahan (Muskel) dapat lebih ketat, agar kuota bagi RMP
benar-benar tepat sasaran.
"Jadi Muskel harus ketat dan
tidak main-main bagi warga yang klaim sebagai warga kurang mampu,"
katanya.
Selain itu, terkait sistem zonasi
PPDB, ia meminta dinas terkait untuk dapat terus mengedukasi dan
menyosialisasikan terkait administrasi tempat tinggal bagi warga tidak mampu.
"Karena kesadaran administrasi
mereka yang rendah dan mobilitasnya yang tinggi, sehingga perlu terus edukasi
dan sosialisasi," katanya.
Anggota Komisi D DPRD Kota Bandung,
Susi Sulastri berharap agar terus dilakukan monitoring dan evaluasi terkait
pelaksanaan PPDB 2022 di Kota Bandung, meski pelaksanaan PPDB di tahun 2021
relatif lancar.
"Kendati PPDB tahun lalu
relatif lancar, namun monev (monitoring evaluasi) tetap harus dilakukan tahun
ini. Sehingga meminimalisir setiap persoalan atau masalah," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD
Nunung Nurasiah berharap proses PPDB 2022 berkeadilan. Selain memerhatikan RMP,
namun juga harus memperhatikan anak-anak disabilitas karena jumlahnya yang
dinilai cukup banyak.
Terlebih sekolah-sekolah inklusi
yang menerima disabilitas masih terbatas, sehingga dibutuhkan dukungan dari
dinas-dinas terkait.
"Usia anak sekolah pada jenjang
SD dan SMP lumayan tinggi, ini butuh perhatian, jangan sampai ada anak yang
putus sekolah," ujarnya. (Rio/red).