Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari pimpinan rapat terkait kasus penyegelan Kantor PWI Sulsel oleh Satpol PP (foto:ist). |
JAKARTA, Faktabandungraya.com,--
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Sulawesi Selatan, sejak 26 Mei lalu, telah menyegel diKantor PWI
Sulsel di di Jalan A. Pettarani 31, Makassar. Bahkan akses masuk juga dipagari kawat berduri. Hal
ini membuat pengurus dan rekan-rekan wartawan tidak dapat masuk dan tidak dapat
beraktivitas di kantor PWI Sulsel
tersebut.
Untuk mengetahui duduk permasalahan, apa yang menyebabkan penyegelankantor PWI Sulsel tersebut. Pengurus PWI Pusat, Jumat ( 10/6) pagi, memanggil pengurus PWI Sulsel untuk didengar keterangannya terkait kasus penyegelan Gedung PWI Sulsel oleh Satpol PP di provinsi Sulsel tersebut.
Rapat dengan Pengurus PWI
Sulsel dipimpin Ketua PWI Pusat Atal
Depari, didampingi Ketua Dewan
Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang, dan Ketua Dewan Panasehat Fachry
Mohammad. Hadir Pengurus PWI Pusat
lainnya, DR Suprapto, Raja Pane, Mirza Suhadi,
Abdul Azis, dan Zulkifli Gani Otto. Sedangkan Pengurus PWI Sulsel dipimpin Ketua Agus Alwi Hamu dengan
beberapa pengurus jajarannya.
Agus Alwi Hamu menjelaskan duduk
perkara penyegelan kantor PWI Sulsel dan upayanya untuk membuka dialog dengan
Gubernur serta pihak DPRD Sulsel, setelah itu. Namun, sejauh ini belum
membuahkan hasil.
Berdasar
SK Gubernur tahun 1997
Kantor PWI Sulsel di Jalan A. Pettarani 31, Makassar, memiliki
riwayat panjang. Kantor itu dibangun khusus oleh Pemprov untuk ditempati PWI Sulsel. Gedung berdiri di atas lahan
milik Pemprov. Bangunan dan lahan
merupakan hasil
Ruislag ( tukar menukar ) dengan
gedung kantor Pemprov Sulsel di Jalan Penghibur No 1, Makassar, yang ditempati
PWI Sulsel sejak 1968.
Dasar hukum kantor PWI Sulsel sekarang adalah SK Gubernur 371 tahun
1997 ditandatangani oleh Gubernur Sulsel
Zainal Basri Palaguna, yang memberikan hak pemanfaatannya kepada PWI Sulsel
dengan status pinjam pakai. Gedung Kantor PWI itulah yang kini disegel Satpol PP Pemprov dengan
alasan yang belum begitu jelas.
Setelah mendengar duduk permasalahan
dari Agus Alwi Hamu dan kawan-kawan, masukan, saran-saran dari pengurus PWI
Pusat, serta diskusi yang berkembang dalam rapat, Ketua PWI Pusat Atal Depari
akhirnya memutuskan Pengurus PWI Pusat mengambil alih permasalahan kantor PWI Sulsel tersebut.
"Kami masih menganggap yang
terjadi hanya kesalahpahaman. Mudah-mudahan begitu. Karena itu PWI Pusat yang akan membuka dialog kepada semua pihak yang terkait dengan
kepemilikan aset daerah itu di Pusat maupun di daerah. Pengurus PWI Sulsel
boleh membantu upaya penyelesaian namun komando berada di tangan PWI Pusat. PWI
Sulsel hanya melaksanakan kebijakan pusat," tegas Atal Depari.
Tidak
perlu bereaksi berlebihan
Atal menyayangkan penyegelan Kantor
PWI Sulsel tersebut. Namun, ia berpesan
agar watawan dan pengurus PWI Sulsel tidak perlu bereaksi berlebihan. Jauh
lebih baik mengutamakan dialog dengan berbagai pihak.
"Kalau mau dibilang sakit,
tentu sayalah yang paling sakit. Saya pemimpin organisasi ini di tingkat pusat.
Semua aset PWI di mana pun di wilayah Indonesia adalah tanggung jawab saya.
Saya sakit, sedih, tapi sudahlah. Tidak usah bereaksi berlebihan. PWI Pusat
akan mengupayakan segel kantor segera dibuka supaya bisa digunakan kawan-kawan wartawan beraktifitas
seperti semula. Mengenai adanya masalah
yang terkait kalau ada, akan diselesaikan secara terpisah.
Berikut lima point keputusan penting rapat PWI Pusat dengan PWI Sulsel.
1. SK Gubernur 371/1997 yang
memberikan hak kepada PWI Sulsel untuk memanfaatkan gedung milik Pemprov di Jl
Pettarani 31, Makassar, hingga sekarang masih berlaku. Itu dasar hukum yang menjadi pijakan PWI Pusat turun tangan mengambil alih masalah
tersebut.
2. Skema penyelesaiannya, PWI Pusat
akan mengajukan kepada Pemprov Sulsel cq Kemendagri agar segel segera
dibuka dan "trigger" atau pokok masalah yang
ada diselesaikan secara terpisah.
Apabila masalahnya terkait dengan
penyewaan beberapa ruangan kepada pihak ketiga,
maka itu menjadi kewajiban pengurus PWI Sulsel menyetorkan hasil
penyewaan ke kas daerah/ negara.
3. Ada beberapa versi menurut temuan
BPK, entah mana jumlah yang benar klaimnya, tapi nanti setelah diverifikasi
oleh para pihak berapa pun nilainya
itulah yang disetorkan ke kas
daerah/ negara.
4. Meskipun namanya Kantor PWI
Sulsel dan berlokasi di Makassar, namun
secara historis dan organisatoris gedung itu milik wartawan anggota PWI seluruh Indonesia. Tidak boleh lantaran keteledoran
pengurus PWI Sulsel atau entah satu dua
oknum pengurus ( tidak minta izin dan menyetorkan hasil penyewaan beberapa
ruangan tanpa izin ) kantor PWI yang menjadi korban dan seluruh wartawan
anggota PWI merasakan kerugian.
5. Peristiwa ini bagi PWI Pusat sangat memperihatinkan, baru pertama kali terjadi
dalam sejarah PWI yang berdiri sejak 9 Februari 1946.
Gedung PWI Sulsel yang disegel atau
dikorbankan itu adalah "warisan" tokoh-tokoh pers Sulsel yang pernah
memperjuangkan keberadaan kantor tersebut. (*/red).