Lomba kreatifitas hasil rancangan "Upsycling" Kebaya dari pakaian bekas |
Tiap kecamatan diwakilkan dua orang
peserta untuk berlomba memamerkan hasil rancangan "upsycling" kebaya
mereka di Aula Pendopo Kota Bandung, Selasa, 27 September 2022.
Dalam kesempatan ini, Ketua Tim
Penggerak PKK, Yunimar Mulyana menyampaikan, salah satu tujuan kegiatan ini
juga untuk mendapatkan perwakilan menuju perlombaan tingkat provinsi Jawa Barat
(Jabar).
"Pokja 3 seluruh kecamatan di
Kota Bandung mengadakan lomba tingkat kota untuk pemanfaatan baju bekas menjadi
kebaya klasik atau modern. Lalu, setelah mendapatkan juaranya, akan menjadi
perwakilan menuju ke tingkat Jabar," ujar Yunimar.
"Untuk perwakilannya akan kita lihat
dulu berapa peserta yang diminta untuk menjadi perwakilan masing-masing,"
imbuhnya.
Dengan memanfaatkan pakaian bekas,
Yuni berharap bisa mengurangi sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Hal ini juga merupakan langkah yang dilakukan dalam program Kang Pisman.
"Limbah pakaian tidak bisa
terurai, sehingga dengan momen ini masyarakat bisa mengurangi limbah yang akan
dibuang ke TPA," ucapnya.
Selain itu, ia juga mengatakan, semoga
kegiatan ini juga bisa meningkatkan pemberdayaan ekonomi di masyarakat. Bukan
hanya upsycle kebaya, tapi juga bisa membuat karya lainnya.
Pada perlombaan ini, para peserta
mengirimkan video proses pembuatan upsycle. Kemudian dinilai mana saja yang
sudah memenuhi kriteria.
Ketua Pelaksana dan Pokja 3 Kota
Bandung, Yuli Rahmatia menjelaskan, kriteria yang dinilai mencakup dari
kreativitas mendaur ulang dan kerapian hasil pakaian yang sudah dibuat.
"Kita juga menilai kesesuaian
dengan tema. Temanya itu pakaian bekas menjadi kebaya klasik atau modern,"
tutur Yuli.
Dalam hal 3R juga menjadi penilaian:
reuse, recycle, reduce. Barang-barang tersebut bisa dimanfaatkan kembali sesuai
dengan desain yang dibuat.
Salah satu peserta dari Kelurahan
Sukaasih, Kecamatan Bojongloa Kaler, Eva Nyayu Farhat. Karyanya mendapatkan
banyak apresiasi dari para peserta lainnya.
"Tadinya saya cari bahan dari
mukena. Terus ada kemeja satu setel dengan roknya, ada furingnya juga,"
papar Eva.
"Pas dilihat tangannya pakai
manset. Akhirnya saya desain kebaya klasik tapi dengan modifikasi pakai lengan
lonceng dari bahan furing. Pakai tambahan manik-manik, swarovski, dan
batu-batu," lanjutnya.
Lalu sisa bahan lainnya ia manfaatkan
untuk membuat desain "cover pouch" yang sudah lama tidak dipakai.
Sisa bahan tersebut ditempelkan dengan seni decoupage.
Bahan ini dilem dan ditempel, setelah
itu divarnish dan dikeringkan menggunakan hairdryer.
"Penempelan hiasan juga pakai
lem. Lalu kita tabur saja manik-maniknya.bIni tanpa pakai jahit lagi,"
katanya.
Selain itu, ia juga membuat sepatu
slop yang sudah lama tidak dipakai.
"Warnanya putih, itu saya
tempelkan saja dengan sisa bahan yang ada," tambahnya.
Kemudian, slayer yang terdapat pada
pundak kebaya terbuat dari bekas kerudung. Brosnya juga dari bahan furing
ditambah mute.
"Karena ini bahannya sangat
tipis, kalau dipakai menerawang, jadinya sama saya dijadikan slayer saja di
kebaya ini," jelasnya.
Selama tiga hari, Eva membuat kebaya
ini. Bagian yang paling sulit baginya adalah pembuatan pouch. Apalagi bahannya
licin karena terbuat dari imitasi.
Untuk pengeluaran, ia mengaku tak
lebih dari Rp50.000 untuk membeli bahan hiasan seperti beragam payet.
"Kita bisa menggunakan sampah
atau bahan sisa untuk didaur ulang dan lebih bermanfaat. Sehingga Kang Pisman
jalan, ekonominya juga bisa bertambah. Ini kalau di butik bisa beratus ribu
sampai jutaan," tuturnya.
Eva juga biasa bikin dari kain perca.
Baju yang dipakai kegiatan sehari hari itu dari batikPara pemanang Lomba kreatifitas hasil rancangan "Upsycling" Kebaya dari pakaian bekas
"Kang pisman itu memang benar
bisa kita melakukannya. Dengan bahan bahan yang tidak memiliki nilai jadi
bernilai ekomomis setelah kita manfaatkan," katanya.
Peserta lain dari Kelurahan Antapani
Wetan, Kecamatan Antapani ialah Wakingatun atau kerap disapa Atun. Bersama
rekannya yang juga menjadi model, Heni Nur Saadah merancang kebaya milik
mereka.
"Kita pakai tiga baju karena akan membuat ukuran kebaya jumbo. Tunik brukat, tunik batik, kemeja batik. Inilah hasil kreasi selama 3 hari," ujar Atun.
Dari mulai mencari desain, membuat pola, mengukur, memotong, menjahit sampai editing video, semua dilakukan selama tiga hari.
"Baju bekas yang ada sobeknya
dibuang, dipilih yang masih bagus lalu kita jahit. Depan, belakang, kanan, kiri
pun beda. Mudah-mudahan karya ini bisa mewakili Antapani dengan baik,"
ucapnya.
Menurut Atun, proses paling sulit
ialah mengukur kebaya untuk ukuran badan besar atau big size. Sebab, baginya
kebaya itu sebaiknya berukuran pas dengan tubuh penggunanya.
"Apalagi untuk menyesuaikan
punggung yang lebarnya tidak sama dengan perempuan pada umumnya," akunya.
Meski sulit, tapi baginya yang
terpenting adalah kenyamanan dari pengguna.
"Jika penggunanya nyaman, suka
dengan desainnya. Ada rasa kebanggaan tersendiri dalam diri saya sebagai
penjahit," ungkapnya.
Ia berharap, kegiatan ini ke depannya
bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Serta menginspirasi para ibu agar tidak
hanya menggantung bajunya yang sudah tidak terpakai. Tetapi juga bisa didaur
ulang biar punya model baju yang baru dan bisa dipakai lagi. (din/red).