Anggota Komisi II DPRD Jabar H.Syamsul Bachri, SH, MBA dari Fraksi PDIP |
Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat H. Syamsul
Bachri, SH, MBA membenarkan bahwa dalam RKUA-PPAS yang disampaikan oleh Pemprov
Jabar ke DPRD Jabar, penambahan anggaran
didapat dari SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) dan PKB (Pajak Kendaraan
Bermotor) sebesar Rp. 800 miliar.
Namun, dalam usulan penambahan
anggaran tersebut, kita minta agar Pemprov Jabar lebih focus terhadap pemulihan
ekonomi dan pengendalian inflasi, sebagai dampak dari kenaikan harga BBM
Subsidi.
Demikian dikatakan Syamsul Bachri
saat dimintai tanggapannya terkait usulan penambahan anggaran dalam Rancangan
Perubahan KUA-PPAS T.A.2022 sebesar Rp.2,4 triliun, Senin (5/9/2022).
Guna mendorong percepatan pemulihan
ekonomi, maka kita minta agar Pemprov Jabar penggunaan anggaran lebih
difokuskan untuk pemulihan ekonomi dan pengendalian inflasi.
Bila kita melihat kondisi saat ini,
tren pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat mulai bangkit. Namun, harus
diperhatikan juga dampak dari kenaikan BBM Subsidi yang dikhawatirkan mempunyai
efek domino sehingga menyebabkan kenaikan angka inflasi.
“Harus melihat kondisi saat ini.
Jika pertumbuhan ekonomi bagus tapi inflasinya tinggi, itu tidak terlalu
berdampak di masyarakat. Artinya, harus ada pemulihan di sektor produksi dan
distribusi. Agar barang terjaga, daya beli masyarakat pun tidak menurun,” ujar
politisi PDI Perjuangan Jabar ini.
Legislator dari Dapil Jabar XII
(kab/Kota Cirebon – Kab Indramayu) ini juga mengatakan, banyak hal yang perlu
dan dapat dilakukan oleh Pemprov Jabar. Selain mengefektifkan sisi produksi,
dan distribusi. Juga perlu dipotong rantai pasok bibit dan dan mengurangi biaya
pupuk yang kian mahal.
“Bagaimana pupuk ini bisa diproduksi secara
lokal. Seharusnya bisa. Sudah seharusnya Jabar punya pusat produksi pupuk. Kita
bisa membangun pusat pupuk organik. Yang bersumber dari pertanian itu sendiri.
Namun tidak pernah dilakukan oleh Pemprov Jabar,” jelasnya.
Sebenarnya, DPRD Jabar melalui
Komisi II yang membidangi Perekonomian sudah beberapa kali minta ke Pemprov
Jabar agar punya pusat produksi pupuk. Namun, hingga kini tidak pernah
direalisasikan. Sehingga kita menilai Pemprov Jabar seolah tidak memikirkan
soal pupuk.
Menurutnya, hanya melihat hasilnya
saja. Sehingga setelah subdisi ditarik, petani tak bisa memproduksi. Alhasil,
menambah biaya produksi dan menyebabkan inflasi. (Adip/husein).