Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy Rusmawan, A.T., M.M., dan Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Iwan Hermawan, S.E.Ak., menerima audiensi Forum Komunikasi Serikat Pekerja dan Buruh Kota Bandung |
Para pimpinan perwakilan serikat buruh yang hadir dari forum ini yakni KSPSI, SBSI ’92, FSP TSK SPSI, FSP LEM SPSI, SPN, GARTEKS KSBSI, GASPERMINDO, GOBSI, serta SPM. Ketua SBSI ’92, Hermawan mengapresiasi DPRD Kota Bandung yang dalam tempo singkat berkenan mengagendakan audiensi.
Forum serikat pekerja ini
melayangkan tuntutan terkait penolakan kenaikan harga BBM, pencabutan UU Cipta
Kerja alias Omnibus Law, hingga perjuangan menaikkan upah minimum kota (UMK)
Kota Bandung tahun 2023 sebesar 27 persen.
Hermawan menjelaskan, serikat buruh
sedang berjuang susah payah melawan dampak buruk dari pemberlakuan Omnibus Law.
Masalah ini terus berlarut dan bertambah pelik.
Pengusaha mengobral PHK sepihak dan
sewenang-wenang.
“Dampak keberingasan Omnibus Law ini
sangat terasa. Perusahaan melakukan PHK, ditambah lagi tidak memenuhi hak
pesangon pekerja, mereka kabur. Tentu ini sangat menyiksa karyawan dan buruh,”
katanya.
Hermawan menambahkan, dampak dari terbitnya
UU Cipta Kerja ini juga membatasi kenaikan upah minimum. Belum juga perjuangan
buruh menangkis Omnibus Law tuntas, mereka dihadapkan dengan keputusan
pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
“Kalau pemerintah bisa mengendalikan
harga kebutuhan pokok sih tidak masalah. Tetapi sekarang dampak yang terjadi
mengakibatkan ongkos transportasi naik, sembako naik,” katanya.
Ia mengatakan, serikat pekerja
memahami keputusan ini semua berawal dari pemerintah pusat. Namun, mereka
meyakini DPRD Kota Bandung beserta fraksi partai yang di dalamnya punya langkah
untuk memperjuangkan aspirasi mereka ke pusat.
“Kami di serikat pekerja tingkat
kota juga melakukan hal serupa, secara struktural kami menyatukan suara dengan
serikat pekerja di pusat. Tapi kami berharap DPRD bisa menyampaikan aspirasi
ini ke pusat, mengeluarkan rekomendasi penolakan kenaikan harga BBM dan
pencabutan UU Ciptaker,” katanya.
Serikat buruh juga menuntut
Pemerintah Kota Bandung dan Dewan Pengupahan untuk segera melakukan survei
terkait komponen hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penentuan UMK. Kenaikan
berbagai kebutuhan pokok serta inflasi dalam beberapa tahun terakhir harus
memutakhirkan nilai KHL dari kondisi terkini. Maka, kenaikan upah 27 persen
pada 2023 merupakan hal yang wajib untuk mengurangi beban para pekerja.
Mereka juga menuntut adanya
pengganti Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari pemerintah pusat yang tidak bisa
diterapkan di Kota Bandung dengan UMK Rp3,7 juta. Penerima BSU pemerintah pusat
hanya menyasar UMK di bawah Rp3,5 juta. Buruh juga menanti bantuan bus,
rusunawa, dan sembako murah yang pernah dijanjikan Pemkot Bandung.
Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy
Rusmawan, A.T., M.M.,mengatakan, dewan Kota Bandung terus menerima keluhan dan
masukan dari berbagai lapisan selepas naiknya harga BBM.
Tedy juga terus melakukan pemantauan
ke lapangan dan meminta SKPD terkait untuk segera mengantisipasi dampak ikutan
dari kenaikan harga BBM.
“Tema besar pemerintah pusat ini ada
tagline ‘Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.’ Sekarang ini rasanya untuk
bangkit lebih berat. Ini memberatkan warga negara. Kemiskinan bisa bertambah.
Terkait harga BBM, DPRD Kota Bandung sudah menyiapkan surat yang ditujukan
kepada Presiden agar mendengarkan aspirasi (*/red).