Anggota Komisi V DPRD Jabar Weni Dwi Aprianti, S.AB dari Fraksi PDIP |
Namun, apa hendak dikata ternyata dilapangan
banyak sekolah dan komite sekolah yang tidak memahami bahkan gagal paham isi
Pergub Jabar No. 44 tahun 2022 tersebut.
Sehingga banyak orang tua merasa terbebani uang sumbangan yang ditarik
oleh pihak sekolah melalui Komite Sekolah.
Salah satu contoh yang terjadi di
SMAN 24 Bandung, baru-baru ini, dimana sejumlah
orang tua siswa merasa dipermalukan oleh
Komite Sekolah SMAN 24 Bandung karena belum dapat membayar uang sumbangan.
Mensikapi apa yang terjadi di SMAN
24 Bandug, anggota Komisi V DPRD Jabar Weni Dwi Aprianti, SAB, sangat menyayangkan
peristiwa tersebut terjadi. Seharusnya peristiwa tersebut tidak perlu terjadi andai saja pihak sekolah
dan Komisi Sekolah SMAN 24 Bandung, memahami
isi yang terkandung dalam Pergub Jabar No 44 tahun 2022 tentang Komite
Sekolah.
Pergub Jabar No 44 tahun 2022
tersebut, diterbitkan sebagai uapaya antisipasi adanya pungutan liar (Pungli)
disekolah tingkat SMA, SMK dan SLB Negeri di Jabar. Namun, apa yang terjadi di SMAN 24 Bandung,
membuktikan bahwa telah terjadi gagal paham
Komite Sekolah dalam memahami isi
pergub tersebut.
Akibat gagal paham tersebut, sejumlah orang tua siswa SMAN 24 Bandung mengeluhkan perlakukan dari Konite
Sekolah saat meminta pembayaran uang sumbangan. Bahkan, sejumlah para orang tua siswa dipermalukan dan bahkan dibentak dengan nada
kasar saat mencoba mempertanyakan transparansi penggunaan uang sumbangan
sekolah.
Hal ini dikatakan Weni saat dimita
tanggapannya terkait kasus yang terjadi di SMAN 24 Bandung, Jumat (16/9/2022).
Dikatakan Weni, seharusnya pihak Komite Sekolah sebagai lembag independen dalam mendukung mutu
pendidikan sekolah dalam menarik
sumbangan harus bersikap sopan-santun, harmonis, dan bersedia menerima masukan-kritikan dari para orang tua demi perbaikan dan
kemajuan sekolah kedepannya.
Kita dari Komisi V DPRD Jabar sudah
mengingatkan kepada Disdik Jabar agar dalam hal menarik sumbangan pendidikan dari
para orang tua siswa, pihak sekolah dan komite sekolah harus berhati-hati. Jangan ada paksanaan, hal ini penting agar terhindar dari praktik yang terkesan
seperti pungutan atau iuran.
Penggalangan dana pendidikan dapat
saja ditarik dari para orang tua siswa, namun, terlebih dahulu harus dilakukan musyawarah
dan permufakatan, sehingga terhindar dari praktik yang terkesan seperti
pungutan.
“Besaran sumbangan tidak boleh
ditentukan besarannya bersifat fix, pilihan sesuai dengan kemampuan orang tua
siswa, dan warga miskin wajib dibebaskan”, jelas politisi muda dari Fraksi PDI
Perjuangan ini.
Namun, sayangnya, dalam beberapa hasil pemantau Komisi V ke
beberapa sekolah SMA,SMK dan SLB di Jabar, masih banyak ditemui bahwa
keberadaan Komite Sekolah hanya jadi stempel dan menuruti kemauan dari sekolah
tersebut. Ini fakta yang kita temukan,
ujarnya.
Anggota Legislator dari Dapil Jabar
4 (Kabupaten Cianjur ) ini mengatakan, Komite Sekolah itu memiliki tugas
pengawasan, dan komite harus bisa menampung aspirasi dari para orang tua untuk
disampaikan dan ditindaklanjuti oleh pihak sekolah. Bukan menjadi kepanjangan tangan dan menuruti
kemauan pihak sekolah, tegasnya.
Adapun terkait, intruksi Kadisdik Jabar agar sekolah menyetop sementara rapat komite soal
uang sumbangan, menurut Weni , ya memang harus distop sementara, dan dilakukan
kembali sosialisasi tentang Pergub No 44 tahun 2022. Agar pihhak sekolah dan
komite sekolah tidak gagal paham dan tidak terjadi lagi keluhan para orang tua
siswa.
“Jadi saya setuju semua
pertemuan-pertemuan pembahasan uang sumbangan distop dulu, semua harus jelas
dulu, yang disebut dana masyarakat yang diperbolehkan itu seperti apa. Jadi
kewajiban pihak Disdik untuk memberikan
penekanan mengenai aturan di Pergub tersebut., pungkasnya. (Adip/husein).