Pimpinan DPRD dan PimpinanBapemperda saat menerima audensi dari dan anggota AMPUHIS kota Bandung (foto:humpro). |
Hadir Ketua DPRD Kota Bandung H.
Tedy Rusmawan, A.T., M.M., Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin
Senjaya, S.E., M.M., Ketua Bapemperda DPRD Kota Bandung Dudy Himawan, S.H.,dan
Anggota Bapemperda Hj. Salmiah Rambe, S.Pd.I., M.Sos.
Dalam kesempatan itu, Ampuhis
menyampaikan aspirasi sekaligus diskusi bersama Pimpinan DPRD dengan
mengikutsertakan tokoh masyarakat, akademisi, ulama, dokter, sosiolog,
pemuda-pemudi, hingga ibu rumah tangga.
Ketua Ampuhis Kota Bandung, Dr. H.
Anton Minardi mengatakan, pertemuan itu merupakan keseriusan Ampuhis untuk
menyerahkan draf naskah akademik untuk menjadi dasar awal pengusulan Raperda
Pencegahan LGBTQ di Kota Bandung.
“Yang kami sampaikan ini untuk
melengkapi kajian akademik sebagai persiapan pembahasan di Propemperda dan
menjadi tahapan perda-perda yang akan dibahas di DPRD. Kami menyerahkan draf
naskah akademik beserta lampiran Raperda Anti LGBT," katanya.
Secara yuridis, kata Anton,
Indonesia memang menjunjung hak asasi manusia, yang bebas mengekspresikan
kehendaknya dan pikiran serta pendapatnya. Tetapi jika dikaji lebih jauh, kata
dia, terdapat Pasal 28 huruf c yang menyebut bahwa pelaksanaan kebebasan hak
asasi manusia harus memerhatikan sejumlah unsur seperti adat istiadat juga
agama.
“Menurut referensi yang kami
peroleh, para pelaku LGBT itu kebanyakan usia-usia produktif SMP, SMA, kuliah.
Berarti hukum belum bisa memenuhi perlindungan terhadap masyarakat. Persoalan
hukum itu harus diisi dengan produk hukum yang bisa memberikan rasa aman,
nyaman, sehat, dan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Salah satunya
dengan usulan raperda ini,” ujarnya.
Dari referensi yang diperoleh, Anton
menambahkan, secara sosiologis ditengarai populasi LGBTQ di Kota Bandung sudah
ada sekitar 31 ribu.
“Kalau ini dibiarkan ini sangat
mengkhawatirkan. Tentu kami tidak ingin keluarga kami tercemari. Tentu ini
sangat bertentangan dengan nilai bermasyarakat dalam konstitusi kita,” ujarnya.
Kita berhaap agar Raperda tersebut bisa menghilangkan pengaruh, pencegahan dan
penanggulangan LGBTQ di kota Bandung ini, ujar Anton.
Ketua Bapemperda DPRD Kota Bandung
Dudy Himawan menuturkan, selama ini usulan raperda memang bisa berasal dari
Pemerintah Kota atau dari Pimpinan DPRD atas usulan dari masyarakat. Tentunya,
Bapemperda akan menelaah lebih lanjut draf naskah akademik ini.
“Insyaallah usulan dari bapak dan
ibu sudah tepat melalui Pimpinan DPRD. Di Bapemperda akan lebih lanjut
menindaklanjutinya setelah ada disposisi dari Pimpinan DPRD. Ruang usulan ini
sangat terbuka. Tahapan Propemperda 2023 ini kita akan membahas 19 Raperda.
Tetapi dalam pembahasan nanti ada usulan dari luar Propemperda. Masih dibuka
jalur apakah dibahas di 2023 atau di 2024. Nanti akan dibicarakan bersama 7
fraksi yang ada di DPRD Kota Bandung,” tuturnya.
Anggota Bapemperda DPRD Kota Bandung
Salmiah Rambe bersyukur bisa bertemu dengan Ampuhis Kota Bandung. Sebelum
menerima usulan ini, kata dia, DPRD sudah menaruh perhatian karena LGBT menjadi
sebuah ancaman bagi Kota Bandung.
“Saya sangat berharap, secara
pribadi, semoga ada jalan kemudahan yang Allah berikan supaya kita bahas
raperda di 2023 karena ini sifatnya sudah darurat. Bukan hanya SMP hingga
kuliah. Bahkan anak SD sudah terkena,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin
Senjaya menambahkan, setelah menerima Ampuhis Kota Bandung dalam pertemuan
pertama, aspirasi ini telah dibicarakan bersama Pimpinan DPRD Kota Bandung
lainnya.
“Saya kira ini akan diselesaikan
secara political will. Kebetulan Pimpinan DPRD juga pimpinan di partainya
masing-masing. Jadi insyaallah usulan raperda ini bisa langsung direspons,”
ujarnya.
Edwin mengungkapkan, sebetulnya data
berkenaan dengan populasi LGBTQ di Kota Bandung lebih tinggi ketimbang data
yang menyebut kisaran 13 ribu warga., tandasnya. (editor/red).