Drs. H. Daddy Roahanady , anggota DPRD Prov Jabar (foto:ist). |
Oleh : Daddy Rohanady (Anggota DPRD Provinsi Jabar).
Pemberitaan tentang Bandara
Internasional jawa Barat (BIJB Kertajati) ramai lagi akhir-akhir ini. Aneka
pendapat pun marak menyeruak, baik via media mainstream maupun via media
online.
Saham BIJB Kertajati rencananya akan
dijual ke luar negeri, sejumlah perusahaan dari Arab Saudi, India, dan
Singapura pun konon akan ditawari bandara yang lahan eksistingnya 1.040 hektare
tersebut.
Setelah menerima laporan dari Menteri
Perhubungan Budi Karya Sumadi, Presiden Joko Widodo dikabarkan memerintahkan
untuk segera merealisasi rencana tersebut. Namun, Presiden Jokowi juga
mengingatkan bahwa ada regulasi yang harus ditaati.
Lantas, banyak pihak pun melontarkan
pendapat. Ada yang pro dan ada pula yang kontra atas rencana Pemerintah Pusat
tersebut. Masing-masing menyampaikan argumen atas pendapatnya itu.
Terlepas dari rencana apapun, yang
penting adalah mau dibawa ke mana BIJB Kertajati ke depannya. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah memang menyatakan kewenangan
terkait kebandarudaraan menjadi ranah kewenangan Pemerintah Pusat. Namun,
masyarakat Jawa Barat juga memiliki harapan yang tak boleh dinafikan.
Pembangunan BIJB Kertajati relatif
lebih lama jika dibandingkan dengan pembangunan beberapa bandara lain di Pulau
Jawa. Jangan sampai uang yang jumlahnya tidak sedikit yang telah digelontorkan
manfaatnya tidak maksimal.
Memang pendapat tersebut sepertinya
agak terlalu jauh. Bisa jadi, itu dianggap kekhawatiran yang terlalu
berlebihan. Padahal, kekhawatiran tersebut didasari bahwa BIJB Kertajati belum
beroperasi seperti harapan masyarakat Jawa Barat. Salah satu masalahnya memang
terkait aksesibilitas, khususnya pembangunan Tol Cisumdawu yang juga sepertinya
maju tapi tersendat-sendat.
Faktanya hari ini penyelesaian Tol
Cisumdawu terus digencarkan untuk menjadi salah satu akses utama. Tol Cisumdawu
memang menjadi masalah serius dan dikebut untuk selesai 2023 ini, kalau tidak
boleh disebut "kejar tayang".
Tol Cisumdawu memang menjadi salah
satu kendala utama. Mengapa? Tol yang menghubungkan Cileunyi-Sumedang-Dawuan
itu memang menjadi aksesibilitas yang dianggap kendala untuk beroperasinya BIJB
Kertajati secara penuh.
Tol Cisumdawu menjadi kunci penting
untuk akses dari dan ke selatan. Artinya, Tol Cisumdawu menjadi kunci penting
untuk calon pengguna jasa BIJB Kertajati semisal dari Bandung dan sekitarnya.
Bahkan, tol spanjang 60 kilometer lebih itu sangat dibutuhkan mereka yang
berada di Kabupaten Garut, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis,
Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran.
Itu hanya dari segi aksesibilitas.
Padahal, untuk menunjang BIJB Kertajati sebagai bandara internasional seperti
tersemat dalam namanya, dibutuhkan pula sarana dan prasarana lain. Sebut saja
misalnya, hotel, rumah sakit, dan stasiun pengisian bahan bakar yang memadai.
Bahkan, dibutuhkan pula hanggar yang representatif.
Apalagi jika kita berpikir soal status
bandara itu yang oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai salah satu
bandara pemberangkatan haji dan umrah. Konsekwensinya, harus pula ada asrama haji
yang memadai. Ini berkaitan dengan jumlah jamaah yang tidak sedikit.
Pemberangkatan ibadah haji memang
hanya setahun sekali. Namun, jamaah umrah bisa berangkat setiap waktu. Apalagi
jika dikaitkan dengan waktu tunggu giliran berhaji yang begitu panjang. Umat
muslim lebih memilih umrah (haji kecil) daripada tidak dapat giliran berhaji.
Terlepas dari berbagai hal yang
melingkupinya, masyarakat Jawa Barat tetap menginginkan BIJB Kertajati segera
beroperasi secara penuh. Keinginan tersebut kiranya dapat dimengerti mengingat
selama ini perjalanan via udara selalu ditempuh melalui Bandara Soekarno-Hatta
atau Halim Perdana Kusuma.
Banyak hal akan dirasakan Jawa Barat
jika bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka itu sudah beroperasi. Jika
jarak menunju bandara lebih dekat, waktu tempuh menjadi lebih singkat. Selain
itu, biaya yang dikeluarkan pun pasti menjadi lebih murah.
Satu hal yang pasti jika itu semua
terjadi: perekonomian Jawa Barat pun akan meningkat. Akhirnya, kesejahteraan
masyarakat Jawa Barat pun meningkat pula. Oleh karena itu, wajar jika kami
berpikir: Kertajati Harga Mati. (*).