Menurut Achmad, untuk mewujudkan
target Indonesia Emas dalam menyongsong bonus demografi tahun 2045, para
generasi muda saat ini perlu mempersiapkan dirinya agar memiliki kompetensi
berdaya saing dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang terus diasah
sejak dini.
"Mereka ini adalah generasi emas,
maka harapan saya teman-teman ini harus mampu mempersiapkan dirinya untuk
menjadi penyangga bangsa kedepan, sebagai bangsa yang mempunyai harga diri yang
patut diperjuangkan dengan kualitas dari sumber daya manusianya," ujarnya.
Menurut dia, untuk memiliki pemahaman
juga keterampilan tersebut, maka para generasi muda perlu terus menggali dan
menimba berbagai pengetahuan dan teknologi, juga meningkatkan kemampuannya
seiring perkembangan zaman.
Oleh karena itu, mempersiapkan era bonus
demografi menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan oleh seluruh anak
bangsa. Sebab, di masa yang akan datang merupakan era persaingan ketat secara
global.
Apabila hal itu tidak mampu dilakukan,
maka pada tahun 2045 mendatang bangsa Indonesia dipastikan akan kalah bersaing
dan semakin tertinggal dari negara-negara pesaing.
"Pada saat bonus demografi 2045
terjadi, Indonesia memiliki sebanyak 70 persen masyarakat yang berusia
produktif. Mereka akan bersaing dalam hal berkemampuan dari negara-negara lain
di dunia," ucapnya.
Apabila gagal mempersiapkan diri untuk
mengahadapi era persaingan, maka bangsa Indonesia akan berada dalam
keterpurukan karena kalah bersaing.
"Jika kita tidak berhasil
mempersiapkan persaingan sejak saat ini, maka negeri ini bukan hanya akan
kalah, tapi akan ambruk di tengah persaingan global," ujarnya.
Achmad menambahkan, bahwa saat ini
para anak bangsa harus mengubah konsep pemikirannya. Bukan lagi menimba ilmu
sambil bermain, melainkan paradigma tersebut dibalik menjadi bermain sambil
menimba ilmu.
Pemahaman ini menurutnya harus mulai
diaplikasikan, sebab pengetahuan literasi tidak hanya diperoleh dari pustaka
dan buku saja. Pengetahuan dan pengalaman juga akan didapatkan dari adanya
pergaulan dan aktivitas sosial lainnya.
Oleh karena itu, nilai-nilai
berkehidupan dan bermasyarakat harus terus dibangun. Karena dari sana lah sense
of crisis itu akan didapatkan.
"Kalau strategi dan konsep
keilmuan mungkin bisa kita dapatkan dari buku dan literasi lainnya, tapi untuk
kemampuan pengaplikasiannya di lapangan, sangatlah bergantung dengan kemampuan
mereka dalam menata dan menghadapi realita kehidupannya di masa depan,"
katanya. (Permana/red).