Pemimpin Divisi Corporate Secretary bank bjb, Widi Hartoto (foto:ist) |
Pemimpin Divisi Corporate Secretary
bank bjb, Widi Hartoto, memastikan bank bjb terus mematangkan Kelompok Usaha
Bersama (KUB) dengan Bank Bengkulu yang saat ini telah memasuki proses akhir.
Di mana bank bjb saat ini tengah mengurus izin penambahan Bank Bengkulu sebagai
anggota KUB ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Untuk KUB sendiri saat ini
sedang dalam proses akhir, dimana saat ini bank bjb sedang mengajukan proses
pengajuan izin penambahan Bank Bengkulu sebagai tambahan anggota KUB bank bjb
ke OJK. Kebijakan mengenai suku bunga acuan sendiri tidak memiliki dampak
apa-apa terhadap rencana KUB bank bjb," kata Widi.
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020, konsolidasi bank pembangunan daerah
(BPD) dilakukan guna memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun pada 2024. Proses
peleburan bank-bank daerah perlu dilakukan karena masih banyak BPD yang
kemampuan permodalannya terbatas, sehingga membatasi kemampuan BPD.
Hingga Desember 2022 lalu, ada 12 BPD
yang belum memenuhi modal inti. Antara lain, BPD Bengkulu, BPD Banten, BPD NTB
Syariah, BPD Sulawesi Tenggara, BPD Maluku, BPD Sulawesi Utara Gorontalo, BPD
Kalimantan Tengah, BPD Jambi, BPD NTT, BPD Kalimantan Selatan, dan BPD DIY.
Bank
Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia
(BI), Perry Warjiyo, menyampaikan keputusan lembaganya mempertahankan suku
bunga acuan konsisten dengan sikap kebijakan moneter. Hal ini untuk memastikan
inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3 persen pada sisa tahun 2023. Untuk
itu, BI akan fokus pada penguatan stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan
inflasi barang impor dan memitigasi ketidakpastian pasar keuangan global.
"Rapat Dewan Gubernur Bank
Indonesia pada 21-22 Juni 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan
sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen, dan suku
bunga Lending Facility sebesar 6,50 persen," kata Perry, Kamis 23 Juni
2023.
Keputusan BI ini mempertimbangkan
berbagai faktor di dalam dan luar negeri. Antara lain ketidakpastian
perekonomian global yang kembali meningkat dengan kecenderungan risiko
pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang
lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen secara
tahunan dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan China.
Sementara di dalam negeri, pertumbuhan
ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik dan kinerja ekspor.
Nilai tukar rupiah juga terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang
ditempuh BI. Inflasi menurun ke dalam sasaran tiga persen lebih cepat dari
perkiraan pemerintah.
"Penurunan inflasi terjadi di
semua kelompok. Inflasi inti Mei 2023 tercatat 2,66 persen secara tahunan,
lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 2,83
persen," jelas Perry. (*/red).