Pimpinan DPRD dan Plh Wali Kota Bandung memperlihatkan Perda P2ABD 2022 |
Sekretaris
DPRD Kota Bandung, Salman Fauzi menjelaskan, kepala daerah menyampaikan raperda
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang telah diaudit BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
"Raperda
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2022 merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari siklus tahunan penganggaran daerah," jelas Salman.
Ia
mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Kota
Bandung tahun 2022 terdapat temuan yang harus menjadi perhatian kita bersama.
"Ini
berdampak pada turunnya opini dari WTP ke WDP. Penurunan opini disebabkan
adanya permasalahan aset berupa penyajian aset tetap tanah, prasaran sarana,
dan utilitas umum. Senilai Rp3,43 triliun yang belum dicatat," bebernya.
Ia
mengatakan, berdasarkan realisasi pendapatan Kota Bandung tahun anggaran 2022
sebesar 94,01 persen terdapat 5 OPD dengan realisasi pendapatan terendah yaitu
Dishub 53,76 persen. Lalu DKPP sebesar 56,25 persen. Dispora sebesar 57,58
persen. Diskar sebesar PB 82,01 persen. Kemudian Dinkes sebesar 86,85 persen.
Adapun
dari realisasi belanja dana transfer Pemerintah Kota sebesar 87,35 persen
terdapat 5 OPD dengan realisasi belanja terendah. Di antaranya BKAD sebesar
66,36 persen. DPPKB sebesar 80,72 persen. Dinkes 83,90 persen. Disdik 84,48
persen. Serta DPKP3 85,92 persen.
"DPRD
terus mendorong Pemkot Bandung agar segera menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Kemudian, untuk mengantisipasi penemuan yang berulang, Pemkot Bandung perlu
segera memutakhirkan aplikasi e-satria agar berfungsi secara efektif,"
ungkapnya.
Sementara
itu, Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, hal ini menjadi atensi
dan perhatian Pemerintah Kota Bandung.
"DPRD
dan Banggar telah melakukan pembahasan. Terdapat beberapa catatan dan
rekomendasi. Baik di bidang pedaoatan dan belanja perlu menjadi atensi.
Tentunya ini menjadi catatan bagi kami untuk terus berupaya meningkatkan
berbagai kinerja," ujar Ema.
Ia
mengakui, di bidang pendapatan Pemkot Bandung memang tidak mencapai 100 persen,
tapi angka ini dirasa sudah cukup baik, yakni sebesar 94,01 persen.
Kemudian,
Ema menjelaskan, dalam realisasi belanja terutama pada dana transfer, ada
beberapa OPD yang belum bisa menjalankan 100 persen. Namun, angkanya tetap
cukup tinggi.
"Selain
itu pada sektor pendapatan terutama retribusi parkir tetap menjadi persoalan
kita untuk membangun sistem lebih baik agar sesuai dengan potensi. Seharusnya
kita bisa melompat beberapa kali lipat dari realisasi yang ada," ucapnya.
Selain
itu, dalam hal pengendali internal, Ema menuturkan, SDM inspektorat harus bisa
bekerja lebih optimal. Sehingga mampu mendeteksi awal sebelum adanya proses
pemeriksaan reguler yang biasanya dilaksanakan.
"Jika
sistem ini bisa berjalan maksimal, maka bisa disampaikan langkah-langkah awal
sebelum pemeriksaan masuk, sudah ada perbaikan maksimal. Dengan begitu tidak
ada lagi persoalan yang berulang baik itu pendekatan administrasi atau gak
berpotensi untuk terjadinya fraud," tuturnya.
Fraud
tersebut, ujarnya, akan berdampak pada opini yang diterima Pemkot Bandung.
Seperti yang terjadi tahun ini, Kota Bandung dalam empat tahun terakhir, selalu
WTP, tapi sekarang mendapatkan predikat opini WDP.
"Tahun
2023 ini kita harus jauh lebih optimal. Sekarang kita sedang dalam proses
penyusunan APBD. Dalam waktu dekat mudah-mudahan ini sudah bisa menjadi
kesepakatan. Sehingga bisa dijadikan sebagai dasar penyusunan RAPBD tahun
2024," kata Ema.
"Tentunya
kita sudah tidak berpedoman lagi kepada RPJMD. Tapi, berpedoman kepada RPD yang
sudah dilegalkan melalui peraturan kepala daerah. Fokusnya disesuaikan dengan
RKPD 2024 baik itu tema maupun isunya," imbuhnya. (din/red).