Nyamuk Aedes Aegypti |
Data kasus DBD ini disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bandung, dr. Ira Dewi Jani.
Ia menyebutkan, trennya dari Januari
ke Juli semakin menurun. Bahkan, jika dibandingkan per bulan yang sama di tahun
2022, kasus pun lebih sedikit untuk saat ini.
"Barangkali karena upaya yang
dilakukan. Tapi kalau melihat upaya-upaya tersebut, sebetulnya tidak ada yang
berbeda signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Mungkin juga karena
musim panas, sehingga tidak ada genangan air," ujar Ira kepada Humas Kota
Bandung, Selasa (29/08/2023).
Guna menekan kasus DBD, maka mulai Oktober
2023, Pemkot Bandung akan mengimplementasikan inovasi bakteri wolbachia ke
dalam telur-telur nyamuk Aedes aegypti. Upaya ini baru akan diujicobakan di
Kecamatan Ujungberung terlebih dulu.
"Kita sudah uji coba resistensi
juga dengan menangkap nyamuk dan telur di Ujungberung. Tahapannya sudah
dijalankan," ucapnya.
Pilihnya wilayah Ujungberung sebagai
percontohan karena termasuk dalam 10
kecamatan dengan kasus DBD terbanyak di Kota Bandung tahun 2022. Bahkan Kepala UPT Puskesmas Ujungberung telah mendapat pelatihan mengenai inovasi
wolbachia di Yogyakarta.
"Dukungan lintas sektor
kewilayahannya juga bagus. Apalagi ini pilot project, jadi harus ada dukungan
juga dari masyarakat. Maka dari itu, Ujungberung dipilih sebagai pilot project
wolbachia," ungkapnya.
Ira menjelaskan, perantara atau
vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti. Dalam nyamuk tersebut ada
virus dengue yang menyebabkan seseorang terkena demam berdarah.
Mekanisme inovasi ini, telur nyamuk
Aedes aegypti akan disuntikkan bakteri wolbachia, kemudian menetas menjadi
nyamuk dewasa. Jika nyamuk tersebut menggigit pengidap virus dengue, maka virus
yang dihisap nyamuk akan mati dengan bakteri wolbachia. Sehingga nyamuk Aedes
aegypti tersebut tidak akan bisa menyebarkan virus dengue lagi ke tubuh
manusia.
"Jangan takut kalau bakteri
wolbachia akan masuk ke tubuh manusia. Ukuran bakteri tersebut lebih besar
daripada moncong nyamuk. Sehingga saat nyamuk menggigit manusia, bakteri
wolbachia tidak akan masuk ke dalam tubuh," katanya.
Ia menambahkan, pada saat
implementasi bulan Oktober mendatang, pihaknya akan menitipkan telur nyamuk
Aedes aegypti yang sudah disuntikkan wolbachia di dalam ember. Harapannya,
nyamuk-nyamuk ini akan menggantikan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki virus dengue.
Lalu, nyamuk-nyamuk tersebut bisa
kawin dengan nyamuk lokal untuk menghasilkan nyamuk lain yang otomatis sudah
memiliki bakteri wolbachia. Sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak akan bisa
menjadi perantara virus dengue lagi.
"Telur-telur yang sudah
disuntikkan wolbachia ini diproduksinya di lab entomologi atau lab serangga.
Kota Bandung itu dapatnya dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL)
Salatiga," paparnya.
Sebenarnya, lanjut Ira, wolbachia
sering ditemui dalam keseharian. Bakteri tersebut ada di dalam tubuh lalat
buah, hewan-hewan kecil yang biasanya suka terbang di pisang atau buah-buahan.
"Di skema ini, nyamuk Aedes
aegypti akan tetap ada untuk keseimbangan ekologis. Tapi dia sekarang sudah
mengandung bakteri wolbachia supaya bisa menghentikan penyebaran virus
dengue," jelas Ira.
Ke depannya, kata Ira akan ada
33.000 ember yang disebar se-Kota Bandung. Namun, untuk penyebarannya harus
melihat dari peta udara dan satelit mengenai luas wilayah serta jumlah hunian.
Sehingga tidak bisa disamaratakan jumlahnya tiap kecamatan.
Ira menuturkan, inovasi ini juga
bertujuan untuk mengurangi paparan kimia yang tidak sesuai indikasi. Sehingga
lebih aman bagi lingkungan, masyarakat, juga secara ekonomis lebih murah.
Sedangkan jika dibandingkan dengan fogging, lebih membutuhkan biaya untuk
bensin dan obatnya.
"Kalau memang ini bisa
diterapkan secara merata, harapannya angka kasus bisa turun karena virus dengue
sudah tidak ada. Lalu, fogging juga bisa berkurang, sehingga dananya bisa
dialihkan ke hal lain yang lebih penting," imbuh Ira. (din/red).