Pansus 5 DPRD Kota Bandung mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Raperda Pedoman Pengembangan Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, di Hotel Savoy Homann, Bandung |
BANDUNG, -- Pansus 5 DPRD Kota Bandung mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Raperda Pedoman Pengembangan Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan bersama Disdagin Kota Bandung, di Hotel Savoy Homann, Bandung, Senin (07/08/2023).
Hadir dalam acara itu, Ketua Pansus 5
Dudy Himawan, S.H.; Wakil Ketua Pansus Christian Julianto Budiman; dan Anggota
Pansus 5; H. Rizal Khairul, S. Ip., M.Si.; Christian Julianto Budiman; Ir. H.
Agus Gunawan; Siti Nurjanah, S.S; Nunung Nurasiah, S.Pd., Rieke Suryaningsih,
S.H., dan Rendiana Awangga.
Selain dari akademisi, Tim Naskah
Akademik, dan jajaran OPD Pemkot Bandung, hadir pula perwakilan dari perwakilan
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Barat dan Kota Bandung serta
unsur pedagang UMKM.
Ketua Pansus 5 Dudy Himawan
menuturkan, FGD ini menjadi momentum baik untuk menerima masukan dari berbagai
pemangku kepentingan bagi keberlanjutan pembahasan Raperda Penataan Pusat
Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
Ia yakin waktu yang tersedia belum
cukup untuk menampung berbagai usulan dari setiap unsur terkait raperda ini.
Meski begitu, Dudy membuka kesempatan bagi pihak manapun untuk ikut membahas
raperda dalam rapat-rapat Pansus 5 di kemudian hari.
“Kami dari Pansus 5 mengucapkan banyak
terima kasih kepada bapak ibu yang sudah memberikan masukan. Masukan hari ini
akan kami bawa di tingkat pembahasan raperda, dan akan kembali didiskusikan.
Kalau memerlukan usulan lanjutan, kami akan mengundang mengikuti rapat pansus
yang diadakan di Gedung DPRD. Jadi tidak mesti hari ini selesai. Kita menerima
masukan untuk diperdalam lebih jauh di rapat pansus,” ujarnya.
Dudy mengatakan, ada beberapa catatan
awal Pansus 5 bersama Pemkot Bandung yang mengandung urgensi di dalam
pembahasan raperda ini. Yang pertama soal jarak pusat perbelanjaan atau toko
swalayan dengan pasar atau warung tradisional. Yang kedua terkait jam
operasional pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
“Masukan di dalam raperda yang kita
bahas ini jam operasional (toko swalayan dan pusat perbelanjaan) diusulkan dari
pukul 10.00 hingga pukul 22.00. Tentunya kami ingin menerima masukan-masukan
dari berbagai pihak jika ada usulan lain,” katanya.
Soal jam operasional ini juga yang
akan mengarahkan pedoman raperda pada jenis sanksi yang akan ditetapkan kepada
pelanggar Perda.
“Kita juga akan membahas peran serta
toko swalayan, pusat perbelanjaan, supermarket, minimarket, terhadap pedagang
di sekitarnya. Itu yang perlu kita diskusikan bersama untuk mencapai
kesempurnaan Raperda ini. Kami menerima masukan baik dari pelaku UMKM, dinas,
maupun pengusaha terkait Raperda ini,” ujarnya.
Anggota Pansus 5 Rizal Khairul meminta
kepada Asprindo agar dapat membantu Pemerintah Kota Bandung untuk memutakhirkan
data terkini terkait keanggotaan asosiasi pengusaha di Kota Bandung. Sebab,
data ini berkaitan erat dengan penetapan sanksi saat perda diberlakukan.
“Berkenaan dengan keanggotaan yang
tidak tercatat, mohon dibantu diinformasikan kepada Pemkot. Bantu Disdagin,
Satpol PP, Cipta Bintar. Jangan sampai pelanggaran oleh nonanggota asosiasi
merugikan organisasi dan anggota Aprindo yang benar-benar terdata. Supaya kita
ada kerja sama yang baik ketika ada ketetapan, ada aspirasi yang disampaikan.
Hal ini penting agar jangan sampai yang di lapangan, termasuk camat dan lurah yang
terkena masalah,” ujarnya.
Anggota Pansus 5 Nunung Nurasiah
menambahkan, Raperda ini begitu penting untuk menyehatkan ekonomi sekaligus
menjadi daya dukung pengembangan usaha di berbagai tingkatan.
“Tentu kita berharap Raperda ini bisa
melindungi warga yang menjalankan usaha mikro, UMKM, warung serta pasar
tradisional, dan juga memicu kemajuan ekonomi bagi pengusaha ritel, toko
swalayan, pusat perbelanjaan, supermarket. Saya berharap Raperda ini bakal
menjadi pedoman yang mampu mendongkrak perekonomian Kota Bandung secara makro,”
tuturnya.
Nunung juga menekankan pentingnya
memuat aturan terkait penyerapan tenaga kerja dari sekitar lokasi usaha toko
swayalan, pusat perbelanjaan, dan supermarket. Usulan ini akan turut mengurangi
jumlah angka pengangguran.
“Tentu serapan tenaga kerja ini disesuaikan
dengan kompetensi calon penerima kerja di sekitar usaha tersebut. Jangan lupa
juga soal akses pekerjaan bagi warga difabel karena mereka juga warga Kota
Bandung dan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses pendidikan,
kesehatan, atau ketenagakerjaan,” tutur Nunung. (Editor/red).