Oleh : Drs. H. Daddy Rohanady Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jabar
Drs.H. Daddy Rohanady Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jabar |
Jumlah penduduk Jabar pada tahun
2042 diperkirakan sekitar 61 juta. Jika kita menggunakan asumsi sekitar 25%
dari mereka adalah para pemuda, berarti ada sekitar 18-20 juta jiwa pemuda
Jabar. Mereka semestinya menjadi para pemimpin potensial bangsa. Mereka harus
siap menghadapi tantangan zamannya. Oleh karena itu, mereka harus mandiri dan
handal.
Para pemuda tersebut harus siap
bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Mereka harus menjadi generasi bangsa yang
unggul. Untuk itu mereka harus memiliki keahlian sesuai dengan tuntutan
zamannya. Artinya, para pemuda tersebut tidak hanya unggul dari segi kuantitas.
Mereka harus pula unggul dari segi kualitas. Dengan demikian, mereka akan
menjadi pembangun bangsa yang disegani.
Melihat berbagai tantangan tersebut
Jawa Barat lantas melahirkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Pelayanan Kepemudaan. Perda tersebut terdiri dari 12 Bab dan 48 Pasal.
Dasarnya tentu saja Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan.
Aturan teknisnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2011
tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda Serta Penyediaan
Prasarana dan Sarana Kepemudaan.
Oleh karena itulah dilahirkan perda
Peraturan Daerah Provinsi Jabar Nomor 8 Tahun 2016 dengan tujuan sebagai dasar
pengembangan dan perwujudan potensi pemuda agar menjadi pemuda yang mandiri,
handal, dan bertanggung jawab dalam pembangunan Provinsi Jabarbvsaat ini dan
masa mendatang sesuai peran, tanggung jawab, dan hak pemuda berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
Adapun fungsi Perda Nomor 8 Tahun
2016 adalah untuk melaksanakan penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan
potensi kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Provinsi Jawa Barat.
Secara lebih spesifik tujuan
dilahirkannya perda tersebut adalah:
a. Penyelenggaraan
pengembangan dan perwujudan potensi pemuda;
b. Perwujudan
pemuda yang mandiri, handal, dan bertanggungjawab;
c. Pembinaan
kepada pemuda;
d. Perwujudan
koordinasi pelayanan kepemudaan secara terpadu.
Badan Pusat Statistik Jawa Barat
(BPS Jabar) merilis data Sensus Penduduk 2020 (SP2020) di Jabar. Hingga
September 2020 jumlah penduduk di Jabar mencapai 48,27 juta jiwa. Itu berarti
terjadi penambahan 0,44 juta jiwa per tahun.
Jumlah penduduk di Jabar didominasi
oleh Gen Z, yakni warga yang lahir pada tahun 1997 - 2012, atau memiliki
rentang perkiraan usia 8-23 tahun. Penduduk dari kelompok ini berjumlah 27,88%
dari keseluruhan warga Jabar. Kemudian, kelompok kedua yang mendominasi adalah
milenial yang lahir pada tahun 1981-1996, dengan rentang perkiraan usia
sekarang 24-39 tahun. Kelompok ini mendominasi dengan persentase 26,07%.
Kelompok yang mendominasi ketiga
adalah Generasi X sebanyak 22,00%. Kelompok ini lahir pada tahun 1965-1980,
atau perkiraan usia sekarang 40-55 tahun. Sedangkan untuk kelompok generasi
lainnya disumbang oleh Baby Boomer (10,90%), Post Gen Z (11,56%), dan Pre
Boomer (1,59%).
Persentase penduduk lansia Jabar
meningkat menjadi 9% di tahun 2020 dari 7,04% pada 2010 berdasarkan hasil SP2010.
Sehingga BPS menyimpulkan bahwa pada tahun 2020 Jabar telah semakin mendekati
era population ageing, yaitu ketika persentase penduduk usia 60 tahun ke atas
mencapai 10% ke atas.
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk
lelaki lebih banyak daripada perempuan di Jabar. Pada SP2020, jumlah lelaki
sebanyak 24,51 juta orang (50,77%), sedangkan perempuan 23,76 juta (49,23%).
Jika kita kaitkan semua data
tersebut dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT), akan membuat kita miris.
Betapa tidak, hingga akhir 2022 Jabar menjadi provinsi dengan TPT tertinggi
secara nasional. Dengan TPT 8,31%, berarti setidaknya ada sekitar 4 juta
pengangguran di Jabar. Itu pasti mayoritas generasi muda. Padahal, angka
tersebut sudah hasil mereduksi 1,51% TPT pada tahun sebelumnya.
Problem lainnya adalah nilai tukar
petani (NTP) yang hanya 99,75%. Artinya, para petani Jabar masih rugi secara
ekonomis jika hanya mengandalkan hasil dari pertanian yang mereka geluti.
Padahal, hampir 70% penduduk Jabar adalah petani. Dua indikator terakhir itu
pada akhirnya secara akumulatif terlihat dari persentase penduduk miskin yang
7,98%.
Indikator-indikator tersebut
ternyata mematahkan asumsi bahwa jika ada investasi satu triliun rupiah akan
menyerap sekitar satu juta tenaga kerja. Buktinya, Jabar menjadi juara secara
nasional dalam menyerap investasi. Betapa tidak, dari jumlah total penanaman
modal asing (PMA) secara nasional yang Rp 826 triliun, sebanyak Rp 175 triliun
masuk ke Jabar. Namun data TPT, NTP, dan persentase penduduk miskin tidak
paralel dengan nilai PMA yang ada.
Jika melihat umur Perda Nomor 8
Tahun 2016 Tentang Pedoman Pelayanan Kepemudaan yang sudah berusia lebih dari 5
tahun, tampaknya perda tersebut tidak juga bisa digolongkan sebagai perda yang
efektif. Memang, semua itu juga tetap bergantung pada sinergitas yang dibangun
antara semua pemangku kepantingan. Efektif tidaknya sebuah perda pasti
berkaitan dengan seberapa kuat kohesivitas yang dibangun untuk mewujudkan
cita-cita mulia itu. Jika tidak, peraturan apapun hanya akan menjadi tumpukan
kertas belaka. (*).