Sekretaris Komisi V DPRD Jabar, H. Memo Hermawan dari Fraksi PDIP (foto:ahw) |
Sekretaris Komisi V DPRD Jabar, H. Memo
Hermawan membenarkan bahwa hingga kini masih
ada sekitar 20 persen atau sekitar 130 kecamatan dari 620 kecamatan se-Jabar yang belum memiliki SMA/SMK Negeri. Namun, ada beberapa kecamatan di ibukota Kabupaten/ kota memiliki
sekolah SMA/SMK Negeri lebih dari satu sekolah.
Kekurangan sekolah dan tidak meratanya
penyebaran SMA/SMK Negeri tentunya menjadi PR besar bagi Pemerintah Provinsi
bersama DPRD Jabar untuk memenuhi kebutuhan Pendidikan masyarakat.
Memo mencontohkan, Kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jabar yang
memiliki 30 kecamatan, baru ada 19 kecamatan yang telah ada SMA/SMK Negeri. Bahkan di Kabupaten Garut dari 45 kecamatan,
baru ada 32 SMA/SMK Negeri. Belum lagi di daerah-daerah lainnya.
Masih cukup banyaknya kecamatan di
Jabar yang belum memiliki SMA dan SMK Negeri tentunya menjadi persoalan tersendiri,
terutama pada saat pelaksanaan PPDB; maupun meningkatkan Angka Partisipasi Pendidikan
dan Angka Lama Sekolah di Jabar.
Diakui H. Memo Hermawan, lambatnya
penambahan sekolah baru SMA/SMK Negeri tentunya kendala utamanya masalah
pengadaan lahan untuk sekolah.
“Masalah lahan menjadi kendala utama untuk membangun sekolah
baru di kecamatan yang belum ada SMA dan SMK Negeri. Hal ini karena syarat untuk SMA itu harus ada lahan 6500
meter persegi dan SMK sekitar Satu hektare. Sedangkan sekarang untuk mencari
lahan seluas tersebut tentunya tidaklah mudah ditambah lagi mahalnya harga
lahan”, kata Memo Hermawan dari Fraksi PDI Perjuangan saat ditemui disela acara
rapat Evaluasi PPDB 2023 di Gedung DPRD Jabar, Senin,(31/7/2023).
Mantan Bupati Garut ini mengatakan, pengadaan
dan pembangunan SMA/SMK Negeri merupakan tanggunggjawab pemerintah
Provinsi. Untuk itu, Komisi V bersama Badan Anggaran DPRD Jabar dalam berbagai
rapat dengan pihak Disdik , Bappeda termasuk juga dengan Tim Anggaran Daerah
(TAP) Jabar, sudah minta agar diusulkan anggaran untuk pengadaan dan pembangunan
sekolah baru SMA/SMK Negeri.
Disini lagi-lagi pihak Pemprov melalui
Disdik Jabar selalu berdalil kesulitan mencari lahan karena mahalnya harga
lahan. Padahal kita minta, pembelian lahan untuk sekolah tidak dianggarkan sekaligus tetapi dicicil. Misalkan, setiap tahun dianggarkan 5
-10 Sekolah Baru SMA/SMKN berdiri di kecamatan yang belum ada. Sehingga tidak
terjadi ketimpangan.
Kehadiran sekolah negeri baru tentunya
menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan PPDB di Jabar, karena jumlah
sekolah SMA/SMK Negeri masih sangat kurang. Hal ini tidak sebanding dengan
pendaftar calon peserta didik baru.
“Kan setiap tahun lulusan SMP/
Sederajad terus bertambah, sementara regulasi dari Mendikbud-Ristek hanya
membolehkan setiap SMA/SMK Negeri untuk menerima peserta didik baru dibatasi
sebanyak 12 kelas ( Rombongan belajar). Disisi lain, penambahan sekolah baru belum ada, sehingga disetiap
pelaksanaan PPDB terjadi kekacauan dan kecurangan”. ujar Memo.
Kecurangan dapat berupa pemalsuan
identitas calon peserta didik baru, seperti merubah KK ke keluarga yang
rumahnya dekat dengan sekolah yang diinginkan, padahal anak tersebut tidak
tinggal di alamat tersebut; Membuat SKTM
agar masuk kategori apirmasi (Miskin); termasuk melakukan perbuatan
gratifikasi. Yang penting, anaknya masuk di sekolah negeri yang
diinginkan. Hal inilah yang terjadi,
tegasnya.
Jadi solusi terbaiknya, harus ada
penambahan sekolah negeri baru, baik berupa SMA ataupun SMK Negeri. Karena
kalau sekolah ada di setiap kecamatan, tentunya akan terakomodir siswa
barunya, dan juga dapat meminimalisiir kecurangan", tandasnya. (AdiP/sein).