Anggota Komisi IV DPRD Jabar H.Mirza Agam Gumay, SmHk dari Fraksi Gerindra (foto:ist) |
Kegiatan pertambangan illegal sudah dapat dipastikan tidak berpedoman pada prisnsip ekologi yang berdampak kerusakan lingkungan. Seperti perubahan bentang alam dan limbah
pengelolan hingga merusak infrastruktur
jalan. Karena rata-rata pertambangan menggunakan alat berat dan bahkan
kendaraan pengangkut tambang melebihi tonase jalan yang dilewati.
Selain itu, dampak negative dari
pertambangan illegal, kerap kali menimbulkan konflik social, terutama di Kawasan
pertambangan tersebut berada.
Anggota Komisi IV DPRD Jabar H. Mirza
Agam Gumay, SmHK dari Fraksi Gerindra-Persatuan, mengatakan, kegiatan
pertambangan illegal sudah dapat dipastikan tidak memliki Ijin Usaha Pertambangan
(IUP).
“Nah para penambang illegal inilah
yang sebanarnya penyebab rusaknya lingkungan. Karena mereka melakukan
penambangan, tidak memikirkan dampak dari kegiatan usahanya. Mereka hanya
memikirkan keuntungan, tanpa memikirkan damapak negatifnya terutama terhadap
lingkungan”, kata Mang Agam sapaan Mirza Agam Gumay saat dihubungi melalui
telepon selulernya, baru-baru ini.
Apakah sudah dilakukan tindakan penegakkan
hukum ?.. Sebenarnya pemerintah melalui aparat
penegak hukum (APH) sudah melakukan tindakan hukum, tetapi jumlah masih sangat
kecil, sedang yang belum ditindak jauh lebih banyak.
DPRD Jabar dan Pemprov Jabar telah
memintak pihak APH untuk menindak semua aktivitas penambangan illegal, tetapi mungkin sanksi hukumnya kurang tegas
dan kurang maksimal, sehingga masih terus tumbuh dan berkembang penambangan illegal,
ujarnya.
Mang Agam menambahkan, terkait
pertambangan sebenarnya sudah ada peraturan Perundang-undangan yang di dalamnya
juga mengatur soal persyaratan dan sanksi hukumnya. Namun, dalam menerapkan
perundangan-ungdangan tersebut , baik pemerintah pusat maupun daerah sebagai
stakeholder masih lemah. Bahkan, kita lihat pemerintah lebih focus pada upaya untuk menaikan
pendapatan asli daerah (PAD) ketimbang memperdulikan kerusakan lingkungan dari kegiatan
pertambangan tersebut.
Lebih lanjut, politisi Gerindra Jabar
ini mengatakan, kita cukup sering mendengar terjadi konflik social di Kawasan pertambangan. Konflik pertambangan bisa terjadi karena para
pemilik modal pertambangan tidak pernah melibatkan masyarakat setempat dalam melaksanakan kegiatan pertambangan.
Banyak perusahaan penambangan yang
tidak memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), sehingga
dianggap sebagai penambang illegal. Padahal usaha kegiatan pertambangan telah
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. P38 Tahun 2019 pasal 3
ayat (1), bahwa setiap rencana usaha dan atau/kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
Penambangan galian pasir ataupun
batuan lainnya sangat mengganggu kesehatan dan kualitas lingkungan setempat.
Kerusakan lingkungan yang sangat mengkhawatirkan, memang bukan merupakan
masalah satu-satunya yang terjadi akibat
penambangan.
“Tapi juga, dampak aktivitas penambang
bisa menyebabkan adanya gesekan masyarakat dan berpotensi terjadinya konflik
horizontal di masyarakat. Untuk itu, mau tidak mau kegiatan penambangan illegal
harus ditendak tegas, tidak boleh dibiarkan,” tandasnya. (AdiP/sein).