Anggota Komisi V H.Eryani Sulam, M.SI dari Fraksi Nasdem |
Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik, bahwa IPM Nasional sebesar
73,55 (tahun 2023) sedangkan IPM
Provinsi Jabar pada tahun 2023 sebesar
73,74. Ini artinya IPM Jabar masih lebih tinggi dari IPM Nasional.
Namun, walaupun mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan IPM Jabar tahun
2022 sebesar 73,12 atau mengalami kenaikan sebesar 0,62 point. Bukan berarti
IPM tidak perlu digenjot, masih harus terus ditingkatkan.
Menurut anggota Komisi V DPRD Jabar ,
H. Eryani Sulam, M.Si dari Fraksi Nasdem, bahwa peningkatan IPM Jabar tidak
terlepas dari 3 indikator yaitu Kesehatan, Pendidikan dan Laju Pertumbuhan
Ekonomi.
IPM dengan indicator Pendidikan sangat
dipengaruhi Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Sehingga, antara IPM dan RLS tentu
tidak bisa dipisahkan dari urusan sekolah, terutama terkait ketersediaan dan
daya tamping sekolah negeri serta biaya Pendidikan. Karena Stigma yang
terbangun di masyarakat selama ini: anak harus masuk sekolah negeri.
Hal ini dikatakan anggota Komisi V H.
Eryani Sulam saat dimintai tanggapannya, terkait peningkatkan RLS dan IPM Jabar,
baru-baru ini.
Dikatakan, kenapa masyarakat, sangat
menginginkan anaknya dapat melanjutkan Pendidikan di sekolah negeri baik SMA Negeri
maupun SMK Negeri. Hal ini tentunya tidak terlepas dari biaya Pendidikan karena
kondisi perekonomian keluarga.
Lebih lanjut Politisi Nasdem Jabar ini
mengatakan, keberadaan SMA/ SKN Negeri di Jabar masih sangat terbatas, bahkan
hingga kini masih ada puluhan wilayah kecamatan di Jabar yang belum memiliki
SMA/SMK Negeri.
Jadi kekurangnya sekolah SMA/SMK Negeri
merupakan salah satu factor penyebab RLS lambat
meningkat. Belum lagi adanya kebijakan pemerintah dengan penerapan
zonasi. Hal ini sangat memberatkan bagi keluarga kurang mampu untuk melanjutkan
Pendidikan anaknya.
Zonasi membatasi banyak hal. Salah
satu dampaknya, cukup banyak anak
lulusan SMP suatu kecamatan tidak bisa masuk ke SMA di wilayahnya. Contoh
riilnya, banyak murid lulusan SMP Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon yang masuk SMA
di Kabupaten Kuningan. Meskipun kedua kabupaten itu berada di Provinsi Jawa
Barat, ironis rasanya jika hal seperti itu terus dibiarkan. Ini salah satu
dampak pemberlakuan zonasi.
Jumlah lulusan SMP yang diterima di
tingkat SMA/SMK pasti berkaitan dengan rata-rata lama sekolah (RLS). Kian
sedikit jumlah lulusan SMP yang diterima atau melanjutkan ke SMA pasti akan
mempengaruhi angka RLS. Kian rendah RLS,
berarti kian rendah pula rata-rata pendidikan masyarakat. Hal ini tentunya secara otomatis berdampak terhadap IPM.
Sebagai contoh, hingga akhir 2023,
Kabupaten Cirebon memiliki IPM 70,95 dengan RLS 7,64 tahun. Raihan IPM seperti
itu tentu tidak dapat dipisahkan dari jumlah sekolah (SMA/SMK) di Kabupaten
Cirebon.
Dari total 40 kecamatan yang ada di
Kabupaten Cirebon, masih 17 kecamatan yang belum memiliki SMA Negeri. Itu
berarti baru 33 kecamatan yang memiliki SMA Negeri. Adapun kecamatan yang sudah
memiliki SMK Negeri baru 8 kecamatan saja.
Komisi V DPRD Jabar terus mendorong
Pemprov Jabar melalui Dinas Pendidikan untuk dapat meningkatkan RLS, dengan
membangun sekolah SMA/SMK Negeri terutama di wilayah kecamatan yang belum ada
SMA/SMKN.
Perlu diketahui bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat
pendidikannya, Kita ambil contoh, bahwa IPM
di Kab Cirebon baru diangka 70,95, ini mendakan pembangunan Pendidikan di Jabar
masih belum merata, sehingga RLS di Kab Cirebon baru sebesar 7,74. Padahal salah satu tolak ukur keberhasilan
pembangunan adalah IPM. Tandasnya. (Adip/sein).