Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Bandung H. Andri Rusmana, S.Pd.I., menerima audiensi AGTH PGRI Kota Bandung, (foto:Humpro). |
Ketua AGTH Kota Bandung, Supono,
audiensi itu mewakili tenaga honorer anggota AGTH PGRI se-Kota Bandung. Mereka
meminta DPRD Kota Bandung mengiringi perjuangan mereka untuk menentukan masa
depan para tenaga honorer.
“Silaturahmi, menyambung perjuangan
dari kawan terdahulu. Anggota kami seluruh honorer se-Kota Bandung, ada guru,
tenaga administrasi sekolah, pustakawan, penjaga sekolah. Kami kemari terkait
isu UU No. 20 Tahun 2023, yang salah satunya menyebutkan bahwa kepala sekolah
tidak boleh mengangkat honorer kembali,” kata Ketua AGTH PGRI Kota Bandung,
Supono.
Ia menjelaskan, sebelum permohonan
audiensi mereka layangkan ke DPRD Kota Bandung, mereka telah menemui Dinas
Pendidikan Kota Bandung serta Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BKPSDM) Kota Bandung. Mereka mendapat jawaban dari Disdik Kota Bandung
dan BKPSDM Kota Bandung bahwa saat ini masih menunggu kepastian regulasi.
Supono menuturkan, nasib tenaga
honorer ini begitu tak pasti. Tidak semua tenaga honorer yang selama ini
bertugas menyokong jalannya sistem kependidikan di Kota Bandung lolos menjadi
ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Tenaga honorer yang diperjuangkan
melalui AGTH PGRI ini bukan hanya guru, tetapi juga meliputi banyak bidang
seperti tenaga administrasi hingga penjaga sekolah. Peran mereka begitu besar
untuk menopang jalannya sistem kependidikan di setiap sekolah. Bahkan di antara
mereka telah menjadi tenaga honorer hingga belasan atau puluhan tahun.
“Jadi untuk perekrutan nanti
disebutkan tergantung pemerintah daerah. Tetapi apakah sanggup pemda
membiayai?” tutur Supono, belum lama ini.
Andri Rusmana, yang juga anggota
komisi D DPRD Kota Bandung yang menangani bidang pendidikan memastikan bahwa
Kota Bandung seharusnya bisa memastikan masa depan para tenaga honorer.
“Kota Bandung seharusnya lebih siap secara
anggaran, dibanding kabupaten atau kota lain. Karena APBD-nya jauh lebih
besar,” katanya.
Meski begitu, kata Andri, jika memang
bakal ada kebijakan baru untuk menentukan nasib tenaga honorer, ia berharap ada
sejumlah hal yang dievaluasi. Hal ini merujuk pada pertimbangan penting
pengangkatan status tenaga honorer yang didasarkan pada masa kerja.
“Terkait data honorer (yang akan
mendapat kepastian status mendatang) ini harus disepakati. Yang penting juga
ada faktor pengabdian. Jangan sampai yang sudah belasan, puluhan tahun bertugas
dikesampingkan. Mudah-mudahan wali kota ke depan sesuai yang kita harapkan,
yang merangkul semuanya karena tugasnya menyejahterakan rakyat,” ujarnya.
Andri mengatakan, aspirasi dari AGTH
PGRI ini akan menjadi bahan DPRD Kota Bandung untuk dijadikan pertimbangan
kebijjakan selanjutnya. “Apalagi data yang kami peroleh ini bukan asumsi,
tetapi hasil fakta di lapangan. Kami akan koordinasikan dengan teman-teman di
pusat (DPR RI). Di Kota Bandung, kami DPRD juga akan terus memperjuangkan. Saya
siap mengawal, berjuang bersama bapak dan ibu,” tutur Andri. (Edit/rsein).