Hal tersebut ia ungkapkan seusai
mengikuti FGD RPPLH di Hotel De Pavilijoen, Jalan Riau, Kota Bandung, Jumat, 15
Juni 2024.
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula
Wakil Ketua Pansus 7 Asep Mahyudin, S.Ag., serta Anggota Pansus, Rendiana
Awangga, Iwan Hermawan, S.E., Ak., Dang Heri Mukti, H. Andri Rusmana, S.Pd.I.,
dan H. Riantono, S.T., M.Si.
"Harapannya di FGD ini kita
mendapat berbagai masukan untuk meningkatkan kualitas raperda. Karena RPPLH ini
punya periodisasi yang cukup panjang, sampai 30 tahun, sehingga harus sangat
cermat dalam menyusun raperda ini," tutur Yudi.
Dengan demikian, ia menuturkan raperda
RPPLH akan mendapat dampak positif bagi lingkungan hidup di Kota Bandung.
Terlebih dengan pembangunan yang semakin dinamis, dengan harapan pembangunan
yang diusung yakni pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Ia menerangkan pendekatan di setiap
kota, kabupaten maupun provinsi berbeda-beda, terkait lingkungan hidup.
Misalnya Kota Bandung yang merupakan bagian
dari provinsi besar yaitu di Jawa Barat.
"Tadi dibahas terkait kepulauan
dan Kota Bandung juga tidak memiliki danau. Maka muatan lokalnya, kita berfokus
pada kualitas tanah, air, udara, ketersediaan air baku, RTH (Ruang Terbuka
Hijau) dan lain sebagainya," ujarnya.
Yudi menilai Kota Bandung memiliki
tekanan cukup berat terkait permasalahan lingkungan hidup. Terlebih dengan RTH
yang baru mencapai 12 persen, serta jumlah penduduk yang semakin bertambah.
"Maka perlu ada formulasi agar
kedepan Kota Bandung bisa tetap layak huni, karena diprediksi jumlah penduduk
akan mencapai 3-4 juta," katanya.
Ia menambahkan dengan kondisi
tersebut, maka bagaimana ke depan pembangunan di Kota Bandung bisa tetap
berkelanjutan. Sehingga ibukota Jawa Barat tersebut, menjadi kota layak huni.
"Terkait RTH, selain kuantitas
kita juga menekankan kualitas. Kita menemukan ada beberapa area RTH yang ada
pengerasan, secara kualitas itu kurang pas," katanya. (Rio/sein).