Suasana saat konfrensi Asia Afrika di Bandung |
Konferensi ini dipimpin oleh P.M. Ali
Sastroamijoyo dan dibuka oleh Presiden Soekarno. Sebanyak 29 dari 30 negara di
kawasan Asia-Afrika datang ke pertemuan ini. Afrika Tengah (Rhodesia) saat itu
absen karena situasi di negaranya belum stabil.
Dikutip dari laman resmi Kemdikbud,
gagasan pertemuan negara-negara Asia-Afrika diajukan oleh Indonesia setelah
Konferensi Kolombo pada 28 April 1954. Meskipun beberapa peserta awalnya ragu,
akhirnya mereka menyetujui ide tersebut.
Pada masa Perang Dingin, Amerika
Serikat dan Uni Soviet saling berhadapan sebagai dua kekuatan adidaya. Lalu,
muncul sebuah gagasan untuk meredakan ketegangan dan mewujudkan perdamaian
dunia.
Indonesia memainkan peran penting
dalam penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA), sebuah forum yang menjadi
tonggak penting dalam sejarah diplomasi global.
Latar belakang terbentuknya KAA
dimulai setelah berakhirnya Perang Dunia II. Ketika itu, Blok Barat yang
dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet muncul sebagai
kekuatan besar yang saling bersaing.
Pemerintah Indonesia memprakarsai dan
menyelenggarakan KAA dengan dukungan dari negara-negara di Asia dan Afrika.
Usulan untuk menggelar KAA pertama kali muncul dalam Konferensi Kolombo pada
1954, Indonesia berperan sebagai penggagas utama.
Konferensi Kolombo, yang dihadiri oleh
perwakilan lima negara termasuk Indonesia, membahas masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama dan menghasilkan dukungan untuk penyelenggaraan
KAA.
Tujuan KAA, meliputi memajukan kerja
sama antarbangsa, membahas persoalan ekonomi, sosial, dan budaya, mencari
penyelesaian bagi masalah kedaulatan nasionalisme dan kolonialisme, serta
memperkuat kedudukan Asia-Afrika dalam usaha perdamaian dunia.
Pelaksanaan KAA pertama kali di
Bandung pada 1955 menjadi bukti nyata peran aktif Indonesia dalam menggalang
kerja sama antar bangsa Asia dan Afrika. Indonesia berhasil mempersiapkan kota
Bandung sebagai tuan rumah konferensi tingkat tinggi yang dihadiri oleh 29
negara.
Konferensi ini menghasilkan 'Dasasila
Bandung' atau 'The Ten Principles', yang mencerminkan prinsip-prinsip hak asasi
manusia, kedaulatan bangsa, dan perdamaian dunia. Konferensi ini meningkatkan
citra Indonesia di mata dunia internasional, terutama di kalangan bangsa Asia
dan Afrika yang mendambakan kemerdekaan dan perdamaian.
Dasasila Bandung dianggap sebagai
akhir dari era penjajahan dan kekerasan, serta menimbulkan perubahan dalam
struktur badan internasional seperti PBB. Konferensi ini juga memunculkan
semangat solidaritas di antara negara-negara Asia dan Afrika.
Dalam konteks ekonomi global, KAA
menekankan perlunya negara-negara berkembang saling membantu dan mengurangi
ketergantungan pada negara-negara industri terkemuka.
Komunike akhir KAA menyoroti
pentingnya bantuan teknis antar negara berkembang, pertukaran pengetahuan
teknologi, dan pembentukan lembaga pelatihan dan penelitian regional.
Konferensi Asia-Afrika tidak hanya
menjadi tonggak sejarah dalam diplomasi global, tetapi juga memberikan
kontribusi signifikan. Khususnya dalam mewujudkan perdamaian, solidaritas, dan
kerja sama antar bangsa di Asia dan Afrika serta memperkuat posisi Indonesia
dalam kancah politik global.(rob/red).