Tolani Warangga, S.IP (Akademisi juga Pemerhati Pendidikan Jabar) |
Sementara itu dalam PPDB memiliki 4
jalur penerimaan, mulai dari Zonasi, Afirmasi KETM dan PDBK, perpindahan tugas
orang tua/anak guru serta jalur prestasi berdasarkan raport maupun kejuaraan.
Bila melihat dari pola jalur
penerimaan seperti yang disebutkan tadi, maka sangat berpotensi menimbulkan
dinamika yang berkembang dan bahkan berulang-ulang terjadi. Seperti hal-hal
atau praktik-praktik kecurangan yang sama. Lantas kenapa kategorisasi ini
dipertahankan? Maka sudah sepatutnya kategorisasi jalur penerimaan seperti ini
hendaknya dievaluasi.
Alih-alih bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sesuai amanat undang-undang, justru sistem ini malah mendorong
pihak-pihak untuk melakukan segala cara demi mencapai tujuan.
Hal itu disampaikan akademisi yang
juga praktisi dan pemerhati pendidikan di Jawa Barat, Tolani Warangga, S.IP
saat ditemui di Bandung, Senin (8/7/2024).
"Sistem itu ibaratnya gate
keeper. Penjaga pintu gerbang supaya PPDB seperti yang diharapkan sesuai tujuan
amanat undang-undang bahwa itu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kenapa
sistem ini malah men-trigger orang-orang untuk melakukan hal yang anything
goes, apapun jadi," tutur Tolani Warangga.
Tolani Warangga pun menilai, sistem
yang berkembang di PPDB itu masih bersifat statika dan belum mampu mengikuti
perkembangan jaman. Malah menciptakan masalah baru, sistem ini memicu orang
berbuat curang.
"Ini malah men-trigger orang
orang berbuat misalnya, pindah KK (Kartu Keluarga)-lah, manipulasi nilai raport
dan lainnya. Jadi orang itu akhirnya dididik untuk bersifat manipulatif
sistem," ungkapnya.
Kalau dasar-dasar sistem yang
dikembangkan saat ini membuka celah
terjadinya diskrepansi (ketidaksesuaian kategori), maka tujuan dari PPDB
tidak akan tercapai.
"Belum bicara output jangka
pendek, outcome jangka menengah dan belum bicara jangka panjang impact-nya,"
ujar Tolani.
"Katanya Indonesia ingin mencetak
generasi Indonesia emas 2045. Era saat ini adalah tonggak menuju ke sana. 30
tahun ke depan akan menjadi leader of the nation," imbuhnya.
Tolani juga mempertanyakan, bila terus
menerus mempertahankan pola-pola dalam sistem yang akhirnya menyebabkan
terjadinya dan mengalami pembusukan sistem, untuk apa tetap dipertahankan.
"Artinya bila memang harus
mempertahankan sistem ini, bisa saja ada kajian yang lebih komprehensif dibikin
kategori baru (jalur penerimaan) atau sistem ini dirubah," ungkapnya.
Dengan adanya kategori baru melalui
kajian yang komprehensif bisa menampung hal-hal yang berkembang dan dinamika di
tengah-tengah masyarakat saat ini dan diharap dapat pula mengeliminir
praktik-praktik manipulatif.
Bukan dengan cara-cara education
non-etic, misalnya melalui pembukaan sekolah terbuka di tingkat SMA. Alih-alih
ingin menampung peserta didik baru yang tidak lolos jalur PPDB, cara ini malah
menciptakan masalah baru.
"Ambil contoh misalnya pemerintah
daerah menerbitkan SMA terbuka bagi yang tidak lolos PPDB. Tapi saya melihat di
beberapa SMA tidak ada continuty (keberlanjutan). Seakan-akan menjadi solusi
tapi malah jadi memanfaatkan penyakit baru lagi," paparnya.
Untuk itu, dirinya memandang sistem
PPDB berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 selalu menimbulkan preseden
buruk bagi dunia pendidikan, karenanya ia menilai sistem yang dibangun sudah
sepatutnya mengembangkan metode atau jalur penerimaan yang lebih bisa
menghadirkan nilai-nilai keadilan tanpa memaksa dan memicu pihak-pihak untuk
mencurangi sistem.
"Dalam ilustrasi hukum itu ada
yurisprudensi. Bila (sistem) ini menimbulkan preseden buruk terus, bikin
yurisprudensi bikin kategori baru," ucapnya.
"Misalnya zonasi plus prestasi
atau prestasi yang dibesarkan komposisinya, atau penerimaan siswa baru
dilakukan serempak. Artinya tetapkan dulu, yang mandatory-nya apa dalam ranah
pendidikan," imbuhnya.
Menurutnya, ada tiga esensi dalam
pendidikan. Kognitif, Behavioral dan Psikomotorik. Dan hal itu yang perlu
dikejar terlebih dahulu.
Dulu, kata Tolani, saat penerimaan
siswa baru menggunakan metode NEM (Nilai Ebtanas Murni) masih mampu memenuhi
aspek yang menjadi esensi pendidikan.
"Jadi ada satu matrix, zonasi
plus prestasi, atau prestasi duluan dan serempak. Dilihat dulu prestasinya agar
orang tidak seperti gambling. Dengan pola dalam sistem saat ini seperti sudah
di-locking (terkunci," pungkasnya.
PPDB merupakan sebuah rangkaian kegiatan
sistematik yang dirancang untuk mengatur penyelenggaraan penerimaan siswa atau
peserta didik baru di sekolah. Pelaksanaan PPDB telah mengatur mulai dari
persiapan (pra pendaftaran), pengumuman pendaftaran, pendaftaran dan penyerahan
dokumen persyaratan, seleksi hingga batas kuota daya tampung, pengumuman hasil
seleksi secara terbuka, hingga daftar ulang. (*)