Oleh: Zulmansyah Sekedang (Plt Ketua Umum PWI Pusat)
Plt Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang (foto:ist) |
Banyak Ketua PWI Provinsi bertanya;
Kapan KLB? Bisakah KLB menyelesaikan masalah PWI? Haruskah KLB diusulkan 2/3
PWI Provinsi?
Jawaban saya antara lain begini.
Kongres Luar Biasa (KLB) di PWI adalah legal, sah, dan diatur jelas dalam Pasal
14 ayat 2 Peraturan Dasar (PD) PWI. Isinya, "Organisasi dapat mengadakan
KLB."
Mengapa ada KLB? Dua penyebabnya.
Diatur dalam dua pasal yang berbeda di Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI, yakni
pasal 10 ayat 7 dan pasal 28 ayat 1 dan 2.
Pasal 10 ayat 7 begini bunyinya:
"Apabila Ketum berhalangan tetap, ditunjuk Pelaksana Tugas (Plt) dalam
Rapat Pleno pengurus pusat.
Selanjutnya, Plt menyiapkan KLB untuk
memilih Ketum dan Ketua Dewan Kehormatan (DK) yang baru selambat-lambatnya
dalam waktu 6 (enam) bulan."
Sedangkan pasal 28 ayat 1 berbunyi:
"KLB diadakan jika diminta oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah provinsi
dengan alasan ketua umum menjadi terdakwa kasus yang merendahkan harkat dan
martabat profesi wartawan."
Ayat 2 berbunyi: "KLB hanya
memilih Ketua Umum baru dan melanjutkan periode kepengurusan."
Dari dua pasal itu, jelas KLB dapat dilaksanakan
organisasi karena Ketum PWI berhalangan tetap dan/atau Ketum PWI menjadi
terdakwa.
Bedanya adalah; KLB melalui PRT pasal
10 ayat 7 memilih Ketum PWI dan Ketua DK. Dua pejabat yang dipilih kembali
dalam KLB. Sedangkan KLB melalui pasal 28, hanya seorang Ketum PWI saja yang
dipilih kembali.
Beda lainnya adalah, KLB melalui PRT
pasal 10 ayat 7 tidak memerlukan usulan 2/3 PWI Provinsi. Berapa pun PWI
Provinsi ikut atau hadir, KLB boleh diselenggarakan. Sah.
Tetapi untuk lebih kuat legitimasinya,
minimal 50 persen plus satu hadir di KLB. Sedangkan KLB melalui PRT pasal 28,
jelas disebutkan harus diusulkan 2/3 PWI Provinsi.
Kondisi saat ini, PWI Pusat terbelah.
Ada yang Pro-KLB, ada yang kontra-KLB dan ada yang tidak bersikap sama sekali
atau kelompok netral.
Kelompok netral ini merasa kelompok
pro-KLB maupun kontra-KLB adalah sahabat, sehingga lebih memilih diam dan tak
ingin berkonflik.
Kelompok Pro-KLB, adalah DK PWI yang
delapan orang, dipimpin Sasongko Tedjo sebagai Ketua dan Nurcholis MA Basyari
sebagai Sekretaris.
DK berdelapan ini yang telah
memutuskan pemberhentian penuh terhadap Hendry Ch Bangun (HCB) dari anggota PWI
berdasarkan SK DK PWI Nomor: 50/SK-DK/PWI/VII/2024 yang kemudian diperkuat
dengan Berita Acara PWI DKI Jakarta Nomor: 01/BA.RPH/PWI.J/VII/2024.
Dengan demikian, HCB gugur sebagai
anggota PWI, sekaligus tidak berwenang lagi menjadi Ketum PWI. Maka KLB harus
segera diselenggarakan dengan alasan Ketum PWI Pusat berhalangan tetap.
Ikhwal pemberhentian HCB sebagai
anggota PWI bukan mendadak dan tiba-tiba oleh DK PWI. Prosesnya panjang,
berbulan-bulan.
Bermula dari akhir Desember 2023 lalu,
dan pemicunya adalah uang cashback bantuan dana UKW (uji kompetensi wartawan)
dari Forum Humas (FH) BUMN.
Ketum (waktu itu) HCB menyampaikan
kepada DK PWI dalam rapat resmi, dana bantuan Rp6 miliar BUMN harus bayar
cashback kepada orang BUMN.
Setelah ditelusuri, ternyata
keterangan itu tidak benar. Cashback kepada staf BUMN hanya karangan saja,
apalagi pihak FH BUMN kemudian secara resmi telah membantah pernyataan HCB
dengan menyatakan tidak pernah meminta, apalagi menerima cashback.
Yang terbukti kemudian justru dana
Rp1.080.000000.- yang diambil sebagai cashback, dikembalikan ke rekening PWI
oleh Sekjen PWI Pusat (waktu itu) Sayid Iskandarsyah dalam dua tahap.
Tahap pertama sebesar Rp540 juta
melalui transfer di Bank Mandiri. Lalu beberapa hari kemudian, pengembalian
tahap kedua dengan jumlah sama Rp540 juta secara cash ke kantor PWI.
Pengembalian dana cashback ke kas
organisasi itu merupakan salah satu dari tiga sanksi keputusan DK PWI Pusat
yang telah melakukan serangkaian pemeriksaan.
Dua sanksi lainnya, yaitu: memberi
teguran keras kepada Ketum Hendry Ch Bangun dan merekomendasikan kepada Ketum
memberhentikan Sekjen PWI Sayid Iskandarsyah; memberhentikan Wakil Bendahara
Umum Mohammad Ihsan, dan memberhentikan Direktur UMKM Syarif Hidayatullah dari
jabatan masing-masing.
DK PWI yang delapan ini solid, kompak
bersatu ingin KLB segera dilaksanakan setelah memberhentikan HCB sebagai
anggota PWI.
Keputusan ini didukung pula oleh
banyak senior PWI yang berada di Dewan Penasihat PWI seperti Ketua Penasihat
Ilham Bintang, Wakil Ketua Timbo Siahaan, Sekretaris Wina Armada Sukardi, dan
lain-lain.
Sebaliknya, pada kelompok HCB yang
kontra-KLB menyatakan keputusan DK PWI Pusat tidak sah, dinyatakan batal dan
tidak berlaku.
Dalam Rapat Pleno Pengurus Harian pada
23 Juli 2024 yang melahirkan Surat Edaran PWI Pusat Nomor:
554/PWI-P/LXXVIII/2024 yang ditanda-tangani HCB sebagai Ketum dan Iqbal Irsyad
sebagai Sekjen, terdapat enam keputusan.
Di antara keputusan itu adalah menyatakan
Surat Keputusan DK PWI Nomor 50 dan 53 tanggal 16 Juli 2024 tentang sanksi
pemberhentian penuh HCB sebagai anggota PWI tidak sah, dan dengan demikian
dinyatakan batal dan tidak berlaku.
Aneh. Belum pernah terjadi sepanjang
sejarah PWI 78 tahun, keputusan "mahkamah" DK PWI dibatalkan oleh
"eksekutif" melalui Rapat Pengurus Harian yang dipimpin oleh
seseorang yang sudah diberhentikan sebagai anggota PWI.
Apalagi dalam PRT PWI pasal 21 ayat 2
tegas disebutkan keputusan Dewan Kehormatan adalah final. Tidak bisa banding
dan harus dilaksanakan.
Jika pun ingin membela diri, bisa saja
dilakukan yang terkena sanksi pada saat forum kongres reguler. Bukan pada saat
KLB.
Kelompok kontra-KLB juga
menggembar-gemborkan KLB harus berdasarkan usulan 2/3 provinsi. Kalau tanpa
usulan 2/3 PWI Provinsi maka KLB tidak sah.
Padahal, ada pasal lain menyebutkan
KLB tidak perlu ada usul dari PWI provinsi lagi jika Ketum PWI sudah
berhalangan tetap. Sudah dinyatakan gugur sebagai anggota.
Itulah KLB amanah PRT pasal 10 ayat 7
yang dipakai DK PWI dan Plt Ketum PWI untuk menggelar KLB dalam waktu
selambat-lambatnya enam bulan.
Perseteruan dua kelompok ini semakin
kuat manakala kelompok yang dijatuhi sanksi organisasi oleh DK PWI
berdasarkan PD PRT PWI membawa masalah ini ke ranah hukum, di luar mekanisme
organisasi.
Mantan Sekjen Sayid Iskandarsyah
misalnya, menggugat perdata delapan pengurus DK PWI, termasuk Bendahara Umum
Marthen Slamet Susanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdaftar dalam
perkara Nomor: 395/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst tanggal 7 Juli 2024. Dalam gugatannya,
Sayid Iskandarsyah sampai meminta ganti rugi sebesar Rp101 Miliar lebih. Wah.
Begitupun HCB yang sudah diberhentikan
oleh DK PWI Pusat, telah melaporkan secara pidana ke Polda Metro Jaya dengan
laporan Nomor: LP/B/2859/V/2024/SPKT/Polda Metro Jaya. Ketua DK PWI Sasongko
Tedjo, telah diperiksa di Polda Metro Jaya atas laporan pidana ini pada 25 Juli
2024 lalu.
Maka, semua ini harus diselesaikan.
Silaturahmi, mediasi, telah gagal. Sekarang penentunya ada di pengurus PWI
Provinsi sebagai pemilik suara. Sebab itulah, KLB harus segera digelar. KLB
adalah solusi! *