Rilis dari BPS Jabar terkait penduduk miskin di Jabar |
Demikian disampaikan Kepala
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, Darwis Sitorus pada rilis
Berita Resmi Statistik di Aula Kantor BPS Provinsi Jawa Barat Rabu,
(15/01/2025).
Kondisi ekonomi makro yang cenderung
positif menjadi faktor turunnya angka kemiskinan periode September 2024 di Jawa
Barat. Inflasi yang cukup terkendali dan
pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024 yang tumbuh sebesar 2,59 persen
dibanding triwulan I 2024 menjadi indikator turunnya kemiskinan di Jawa Barat,
.
Indikator lainnya adalah Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 juga mengalami penurunan sebesar
0,16 persen dibanding Februari 2024.
“Penurunan angka kemiskinan selain
diakibatkan kondisi ekonomi makro yang membaik, juga adanya berbagai program
bantuan untuk masyarakat dari pemerintah”, papar Darwis
Kepala BPS Provinsi Jawa Barat, Darwis
Sitorus mengatakan untuk mengukur Garis Kemiskinan (GK), BPS menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan non makanan. Yang kemudian diukur dengan menggunakan garis kemiskinan.
“Garis Kemiskinan September 2024
sebesar Rp.535.509 per kapita per bulan. Dan GK ini naik 2,19 persen
dibandingkan Maret 2024. Komoditi makanan menyumbang 74,72 persen terhadap
Garis Kemiskinan September 2024 , jelas Darwis
Di perkotaan komoditi makanan yang
memberikan sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan di daerah perkotaan
yaitu beras sebesar 22,08 persen, rokok kretek filter sebesar 12,09 persen dan
daging ayang ras sebesar 5,36 persen. Sementara untuk non makanan yaitu
perumahan sebesar 9,18 persen, bensin sebesar 3,70 persen, dan listrik sebesar 2,51 persen.
Sementara di perdesaan komoditi
makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan di daerah
perdesaan yaitu beras sebesar 25,52 persen, rokok kretek filter sebesar 8,79 persen
dan telur ayam ras sebesar 4,51 persen. Untuk non makanan yaitu perumahan
sebesar 10,13 persen, bensin sebesar 3,09 persen dan listrik sebesar 1,65
persen.
Angka kemiskinan September 2024 ini
menjadi yang terendah sejak Maret 2020 yang mencapai 7,88 persen. Akan tetapi
masih lebih tinggi dari angka kemiskinan September 2019 yang mencapai 6,82
persen.
Darwis Sitorus menjelaskan menurut
status wilayah, kemiskinan perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,42 persen
poin atau sebanyak 141,06 ribu orang. Untuk di perdesaan mengalami penurunan
sebesar 0,22 persen poin atau sebanyak 39,26 ribu orang.
Selain angka kemiskinan juga
disampaikan terkait Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan rata-rata jarak
pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk
miskin.
“Indeks Kedalaman Kemiskinan turun
dari 1,21 pada Maret 2024 menjadi 1,05 pada September 2024. Indeks P1 di perdesaan sebesar 1,44 lebih
tinggi dibanding perkotaan yang sebesar 0,96. Sementara Indeks Keparahan
Kemiskinan turun dari 0,29 pada Maret 2024 menjadi 0,24 pada September 2024”,
rinci Darwis.
Tingkat Ketimpangan Pengeluaran atau
Gini Ratio
September 2024, Gini Ratio di Jawa
Barat sebesar 0,428, ini termasuk kategori ketimpangan sedang. Secara wilayah,
Gini Ratio perkotaan sebesar 0,439 lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang
sebesar 0,327. Menurut kriteria Bank Dunia persentase pengeluaran pada kelompok
penduduk 40 persen terbawah sebesar 16,48 persen, ini termasuk ketimpangan
sedang.
“Dapat disimpulkan, kondisi kemiskinan
di Jawa Barat September 2024 dibanding Maret 2024 membaik, namun ketimpangannya
sedikit meningkat”, pungkas Darwis.