![]() |
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, dalam pembukaan Ideologi HMI Komisariat Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung, di rooftop DPRD Jabar |
Dalam forum itu, Edwin Senjaya
memaparkan betapa pentingnya individu atau kelompok termasuk organisasi
menjalankan kehidupannya dengan materi-materi ideologi Pancasila sejak di
pikiran. Edwin menjelaskan, ideologi berkaitan dengan sikap, pemahaman, cara
pandang, dan ide. Ideologi ini juga dipengaruhi dengan konsensus sebagian
masyarakat yang ada di sebuah negara.
Ideologi yang dijalankan oleh
sebagian masyarakat Indonesia adalah ideologi Pancasila, yang merupakan
konsensus bersama, sebuah ideologi terbuka, yang mewakili kultur dan budaya
dari banyak suku di Indonesia.
Edwin memaparkan, Indonesia adalah
negara besar, dengan 17.830 pulau. Terdapat 1.340 suku daerah di Indonesia,
sekitar 718 bahasa daerah, belum termasuk dialek dan subdialek.
“Kalau kita kumpulkan semua, dan
tidak memiliki cara pandang yang tidak mempersatukan kita, akan menjadi apa
Indonesia? Semua pergerakan bersifat parsial, terpisah-pisah. Bayangkan kalau
kita tidak punya ideologi pemersatu layaknya Pancasila,” ujarnya.
Edwin menjelaskan, awal abad ke-20
menjadi titik tolak bersatunya anak bangsa di bawah embrio Pancasila. Salah
satunya melalui Sumpah Pemuda. Kemudian secara simultan demi kemerdekaan
negeri, para pendiri bangsa melalui pergerakan dan diskusi memunculkan konsep
ideologi Indonesia.
“Gerakan pemuda itu harus dilandasi
oleh satu ideologi yang bisa memengaruhi sehingga tidak salah jalan, dan tentu
ideologi yang kita miliki adalah ideologi Pancasila sebagai alat perekat dan
pemersatu bangsa,” tuturnya.
Ia menambahkan, yang dihadapi
bangsa di era selepas proklamasi adalah konflik-konflik yang terpicu oleh
tarikan-tarikan kepentingan pribadi atau golongan yang tidak mendasarkan
argumentasinya pada ideologi Pancasila. Termasuk kaitan konflik kelompok
suporter sepak bola yang baru-baru ini terjadi.
“Ketidakpahaman terhadap ideologi
negara, akhirnya urusan-urusan yang lebih kecil bisa mengganggu kepentingan
yang lebih besar. Oleh karena itu, pentingnya Pancasila dipahami untuk
berorganisasi sebagai landasan untuk membangun kepentingan yang lebih besar dan
berdampak luas,” ucapnya.
Selain itu, Edwin juga berpesan
kepada peserta Sekolah Ideologi untuk mencermati pergerakan asing yang mencoba
mengusik nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila mengakui adanya agama.
Dikuatkan melalui sila pertamanya. Saat ini ada anak muda yang menyebarkan
paham bahwa agama tak diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini
jelas keliru,” ujarnya.
Edwin menuturkan, Pancasila merupakan
hasil konsensus bangsa Indonesia yang dijadikan landasan dan falsafah bernegara
di negeri ini.
“Kalau ingin memahami Pancasila,
pahami konsep tokoh-tokoh yang membuatnya. Bukan orang yang hidup di zaman
sekarang yang punya kepentingan pribadi dan kelompok, apalagi politik. Pahami
secara utuh konsep pemikiran dari Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Hadikoesoemo, Agus
Salim, M. Natsir, yang mereka bisa berdebat habis-habisan untuk membuat satu
konsep yang paling ideal yang sifatnya inklusif, dinamis, yang dari zaman ke
zaman bisa diterapkan, yakni Pancasila,” ujar Edwin. (Editor/Fikar)