![]() |
Wina Armada Sukardi |
Peringatan ini demi mencegah masyarakat dan pemerintah supaya tidak
terkecoh oleh berbagai manuver yang bersangkutan. " Saudara Hendry sudah
dipecat oleh tiga lapis struktur PWI,” kata Wina Armada kepada para wartawan,
medio Pebuari.
Menurut Wina Armada, pertama-tama Hendry
CH Bangun dipecat oleh Dewan
Kehormatan PWI Pusat, karena masalah penyelewenangan dana Ujian Kompetensi
Wartawan (UKW PWI ) yang bersumber dari BUMN sebesar Rp 6 miliar melalui modus operandi cashback.
Dia mengambil uang organisasi seakan
dana cashback itu diminta pihak BUMN.
Selain itu Hendry juga dinilai
membangkang terhadap keputusan Dewan Kehormatan dan melakukan
pelanggaran organisasi. Itu lapis struktur pertama.
Pada lapis kedua, pemecatan dikukuhkan oleh Pengurus PWI Provinsi DKI
Jakarta. Setelah Pengurus Provisi DKI Jakarta mempelajari dengan seksama atas
keputusan Dewan Kehormatan terhadap pemecatan Hendry lalu keanggotaannya pun
dicabut, terang Wina Armada.
Pengurus Provinsi DKI Jakarta
mengukuhkan pemecatan itu dalam proses berita acara. Hal ini , kata Wina
Armada, karena Hendry sebelumnya
tercatat sebagai anggota PWI dari Provinsi DKI Jakarta, sehingga proses berita
acara pemecatan harus dari Pengurus PWI DKI Jakarta.
Pada lapis ketiga, pemecatan
Hendry dilakukan dan diperkuat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PWI. Hasil KLB menegaskan, semua tindakan Hendry setelah
dipecat dinilai KLB ilegal atau tidak sah. “Jadi pemecatan terhadap Hendry
sangat terukur bukan keputusan kaleng- kaleng,” ujar Wina.
Wartawan senior ini mengungkan, Hendry berkilah, terhadap pemecatannya
oleh Dewan Kehormatan, dinilainya tidak sah karena sekretaris Dewan Kehormatan
sudah dia berhentikan lebih dahulu.
Menurut Wina Armada, alasan ini hanya
topeng saja untuk tidak mau melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan.
Wina yang menjadi salah seorang
perumus Kode Etik Jurnalistik (KEJ) ini
menguraikan, terhadap penolakan Hendry
tersebut dapat dibantah dengan tiga hal. Pertama, keputusan Dewan
Kehormatan yang ditolak Hendry itu, merupakan keputusan lembaga Dewan
Kehormatan, dan bukan keputusan
indvidual. Pemecatan terhadap Hendry Ch Bangun diambil dalam sidang pleno Dewan
Kehormatan, bukan pendapat pribadi, termasuk bukan keputusan pribadi sekretaris
Dewan Kehormatan.
Kedua, Sasongko Tedjo sebagai
ketua Dewan Kehormatan dipilih dalang Kongres PWI di Bandung September 2023,
namanya tercantum dan ada di dalam Akte
Asministrasi Hukum Umum (AHU), sehingga mempunyai legalitas dan kewenangan yang
jelas.
Ketiga, Hendry baik sebagai anggota maupun sebagai ketua umum tidak
berhak melakukan pemberhentian terhadap anggota Dewan Kehormatan. “Itu ibarat
kopral memerintah jenderal,” kata ahli hukum pers dan etika ini.
Demikian pula alasan Hendry mengatakan sudah mendapat persetujuan dari
rapat pleno diperluas untuk memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan, bagi
Wina Armada mencerminkan ketidakpahaman yang bersangkutan terhadap hirarki
aturan organisasi PWI. Hal ini karena rapat tersebut tidak mempunyai otoritas
atau kewenangan memberhentikan anggota Dewan Kehormatan.
Lagipula faktanya Rapat Pleno yang diperluas tersebut sama sekali tidak
mengekuarkan keputusan memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan. “Itu cuma
keinginan dan tafsir Saudara Hendry saja“
tandas Wina yang pernah pula menjabat Sekjen PWI Pusat 2003 - 2008
Wina Armada mengaku, sebenarnya dia enggan untuk melakukan konfrontasi mengenai masalah ini. Dia
menyatakan sebelumnya lebih mencari penyelesaian nyata, efektif dan damai. Tapi
berbagai informasi dan tudingan yang berat sebelah, membuatnya mau angkat
bicara. “Anggap saja ini semacam hak jawab yang bersifat publik,” tuturnya.
Ikhwal AHU yang digadang-gadang Hendry untuk menunjukkan keabsahan
kepengurusannya, lulusan Fakuktas Hukum UI ini menjelaskan, itu merupakan tipu
daya dan jebakan, lantaran AHU tersebut sejatinya saat ini sudah dan
sedang dibekukan oleh Kemenkum.
Wina mempersilahkan pihak terkait mengecek langsung ke Dirjen AHU agar
tidak terjebak. Perhatikan saja dimensi waktunya. Hendry mendaftarkan hasil
pleno diperluas 9 Juli 2024, sedangkan pembekuan hasil pleno itu tertanggal 16
Juli 2024. Modal AHU yang sudah dblokir itu yang digunakan mengelabui Pemprov
Kalimantan Selatan untuk jadi tuan rumah HPN 2025.
Dia mencatut nama Presiden Prabowo, sejumlah menteri, dan Ketua MPR -RI
akan menghadiri acara tersebut. Faktanya, berbanding terbalik dengan kenyataan.
Gubernur Kalses saja tidak hadir pada acara peringatan HPN 9 Februari di
Banjarmasin.
“Jadi buat para mitra, mohon berhati-hati agar tidak menjadi korban
bualan mengenai AHU,” tegas wartawan yang pernah mendapat bea siswa belajar
hukum pers, politik dan HAM di Amerika dari pemerintah Amerika.
Berdasarkan hal itu, Wina Armada melanjutkan, Hendry sama sekali bukan korban, apalagi
terkena firnah, melainkan justru dialah aktor utama. “Dia mau menggunakan modus
didzolimi sehingga diberi empati, tapi pemakaian strategi itu tidak tepat dan
malah membuat dirinya banyak mengalami masalah,” tutur Wina.
Konseptor sebagian besar regulasi di Dewan Pers ini, mengungkapkan, dia dan Hendry sama-sama
satu angkatan dalam karier kewartawanan. Pada
tahun 1979 mereka mulai meniti
pelatihan pers di Surat Kabar
Kampus UI “Salemba” yang terkenal .”
Bedanya saya lulus waktu pendidikan pers saat itu, sedangkan dia tidak lulus,
sehingga tidak diterima di Surat Kabar Kampus UI Salemba,” ungkap Wina.
Manakala terjadi perbedaan pendapat, tambah penulis banyak buku hukum
dan etika pers, Hendry pernah memakinya di media sosial. “Dia bilang soal saya,
nama kesohor tapi otak bego. ” Wina mengaku kala itu dia tak menanggapi ocehan itu karena publik dapat
menilai mana yang baik atau buruk.
Sebagai sahabat, Wina menilai sebaiknya Hendry legowo, sumarah dan
kontemplasi. Jangan dikuasai oleh nafsu angkara murka. “Bagaimana pun sebagai
sesama wartawan senior, kita tidak mengharap dia mendapat stroke apalagi
ganggua jiwa. Sebaliknya dia tetap waras"
kata Wina Armada.(*).