![]() |
Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (foto:ist). |
Insiden tersebut dikabarkan terjadi di
Kantor Kejaksaan Negeri Sumedang pada Rabu, 5 Maret 2025.
Tindakan ini mendapat kecaman keras
dari Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian,
SH, MH, yang akrab disapa Askun.
Ia menegaskan bahwa korban dalam
insiden tersebut adalah klien dari Ketua DPC Peradi Sumedang, Bambang Sugiran,
SH, MH.
Askun mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat (Kejati Jabar) untuk segera mencopot oknum jaksa yang terlibat dalam
insiden ini.
Ia menilai bahwa tindakan tersebut
mencederai proses hukum dan tidak dapat dibiarkan begitu saja.
"Saya dengan tegas meminta Kejati
Jabar untuk segera mencopot jaksa yang melakukan penamparan terhadap terdakwa
setelah sidang di Tipikor Bandung," tegasnya.
Kasus ini semakin mendapat sorotan
setelah diketahui bahwa korban, Aditya Afriangga Nadzir, telah memberikan kuasa
kepada Bambang Sugiran, SH, MH, dan Rekan dari Sumedang, sebagaimana tercantum
dalam surat kuasa khusus Nomor: SKK.024/LF.BSF/XI/2024.
Oknum jaksa yang diduga melakukan
penamparan, R Evan Adhi Wicaksana, SH, yang menjabat sebagai Kasi Pidum
Kejaksaan Negeri Sumedang, dinilai telah bertindak di luar kewenangannya dan
merusak citra lembaga hukum.
"Saya juga meminta kepada Bapak
Prof. Otto Hasibuan untuk mengevaluasi kinerja seluruh jaksa, agar kejadian
serupa tidak terulang di masa depan," tambah Askun.
Sementara itu, Kuasa Hukum Terdakwa,
Bambang Sugiran, SH, MH, menegaskan bahwa ia tidak dapat menerima perlakuan
yang dilakukan oleh oknum jaksa terhadap kliennya.
"Saya jelas tidak menerima
tindakan ini. Apalagi kejadian penamparan dilakukan di lingkungan Kantor
Kejaksaan Negeri Sumedang, yang seharusnya menjadi tempat menegakkan hukum,
bukan justru melanggar hukum," katanya.
Sidang Pledoi, Terdakwa Kasus Pidana
Minta Keringanan Hukuman
Terdakwa kasus pidana, Aditya
Afriangga Nadzir Santos, menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pribadinya dalam
sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung. Dalam pembelaannya, Aditya
menyatakan penyesalannya atas perbuatan yang telah dilakukannya dan memohon
keringanan hukuman dari Majelis Hakim.
"Klien kami, Bapak Aditya, sangat
menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Beliau juga telah
menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan sebagian uang yang diduga terkait
dengan kasus ini," ujar Bambang Sugiran, pengacara Aditya.
Dalam pledoinya, Aditya memaparkan
beberapa poin yang menjadi dasar permohonan keringanan hukumannya. Pertama, ia
adalah tulang punggung keluarga dengan seorang istri dan anak yang masih
berusia 3 tahun.
Kedua, ia telah mengembalikan uang
sebesar Rp 100.000.000 pada tahun 2021 dan Rp 100.000.000 pada tahun 2024 saat
proses penyidikan di Kejaksaan, sehingga total pengembaliannya mencapai Rp
200.000.000.
"Klien kami juga bersikap
kooperatif selama proses hukum, mulai dari memberikan kesaksian hingga
penetapan tersangka lainnya," tambah Bambang.
Aditya juga memohon kepada majelis
hakim untuk mempertimbangkan pembagian uang pengganti dengan memasukkan nama
Naufalita, yang diakui olehnya sebagai pihak yang membuat ATM yang menjadi
objek penyelidikan dalam kasus ini.
"Kami berharap majelis hakim
dapat mempertimbangkan pledoi ini dan memberikan hukuman yang seadil-adilnya
bagi klien kami," pungkas Bambang.
Sidang selanjutnya akan digelar dengan
agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim.(*/red).